Anas radhiyallahu ‘anhu mengatakan:
“Singkirkan pedangmu dari mulut itu, karena aku pernah melihat mulut Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium mulut itu!” (HR. Al-Bukhari no. 3748)
Salah satu tragedi paling kelam dan
menyedihkan dalam sejarah Islam adalah terbunuhnya Imam Husain bin Ali radhiyallahu
‘anhuma di Padang Karbala. Kisah selengkapnya mengenai tragedi ini bisa di
simak dalam artikel Syahidnya
Husain bin Ali Radhiyallahu ‘anhuma di Padang Karbala.
Dari kisah kelam ini ada sebuah
pertanyaan muncul yaitu mengenai kepala Imam Husain bin Ali radhiyallahu ‘anhuma.
Kita semua mengetahui bahwa beliau syahid dalam keadaan mengenaskan yaitu dipanah
dengan bertubi-tubi kemudian dikeroyok dan dipenggal lehernya oleh Amr bin Dzi
Al-Jausyan, menurut riwayat lain yang memenggal adalah Sinan bin Anas, kemudian
kepala beliau dibawa oleh mereka, akan tetapi kemana mereka membawa kepala Imam
Husain bin Ali radhiyallahu ‘anhuma?
Banyak sekali riwayat yang menjelaskan
mengenai ini dan yang paling shahih telah diriwayatkan oleh Imam Muhammad bin
Ismail Al-Bukhari rahimahullah dalam Kitab Shahih Al-Bukhari hadits
nomor 3748, diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia
mengatakan:
“Kepala Husain dibawa dan didatangkan
kepada Ubaidillah bin Ziyad. Kepala itu ditaruh di bejana. Lalu Ubaidillah bin
Ziyad menusuk-nusuk dengan pedangnya seraya berkomentar sedikit tentang
ketampanan Husain. Anas radhiyallahu ‘anhu mengatakan: ‘Diantara Ahlul Bait,
Husain adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam.’ Saat itu, Husain radhiyallahu ‘anhuma disemir rambutnya
dengan wasmah (tumbuhan, sejenis pacar yang condong ke warna hitam).
Lalu Ubaidillah yang durhaka ini
kemudian menusuk-nusuk hidung, mulut dan gigi Husain radhiyallahu ‘anhuma,
padahal disitu ada Anas bin Malik, Zaid bin Arqam dan Abu Barzah Al-Aslami radhiyallahu
‘anhum. Anas radhiyallahu ‘anhu mengatakan: “Singkirkan pedangmu
dari mulut itu, karena aku pernah melihat mulut Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mencium mulut itu!” Mendengarnya, orang durhaka ini
mengatakan: “Seandainya saya tidak melihatmu sudah tua renta yang akalnya sudah
rusak, maka pasti kepalamu saya penggal.”
Dalam riwayat Imam Abu Isa At-Tirmidzi
rahimahullah dan Ibnu Hibban rahimahullah, dari Anas bin Malik radhiyallahu
‘anhu dinyatakan: “Lalu ‘Ubaidullah mulai menusukkan pedangnya ke hidung
Husain radhiyallahu ‘anhuma.”
Dalam riwayat Imam Ath-Thabrani rahimahullah
dari hadits Zaid bin Arqam radhiyallahu ‘anhu, diriwayatkan: “Lalu dia
mulai menusukkan pedang yang di tangannya ke mata dan hidung Husain radhiyallahu
‘anhuma. Aku (Zaid bin Arqam) mengatakan: ‘Angkat pedangmu, sungguh aku
pernah melihat mulut Rasulullah (mencium) tempat itu.’”
Demkian juga riwayat yang disampaikan
lewat jalur Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu: “Aku (Anas bin Malik)
mengatakan kepadanya: ‘Sungguh aku telah melihat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mencium tempat dimana engkau menaruh pedangmu itu.’ Lalu
Ubaidillah mengangkat pedangnya.”
Tragedi gugurnya Imam Husain bin Ali radhiyallahu
‘anhuma secara mengerikan itu mendorong tokoh-tokoh riwayat dan para
penulis sejarah Islam untuk mengadakan penyelidikan. Hasil dari penyelidikan
dan pengamatan yang mereka lakukan setelah terjadinya peristiwa itu, mereka
tuangkan dalam tulisan-tulisan berupa riwayat menceritakan berbagai akibat
setelah terjadinya pemenggalan kepala cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Seorang penulis Islam kenamaan, Al-Hafizh
Ibnu Hajar Al-Haitami rahimahullah, dalam bukunya berjudul
"Ash-Shawa'iqul-Kuhriqah" halaman 116, mengungkapkan bahawa sepeninggalan
Imam Husain bin Ali radhiyallahu ‘anhuma ternyata tak ada seorang pun
yang terlibat dalam pembunuhan itu, yang tidak terhindar dari siksa dunia yang setimpal
dengan perbuatannya. Ada yang mati terbunuh, ada yang buta dan ada pula yang
secara tiba-tiba mukanya berubah warna menjadi hitam lebam. Semuanya itu
terjadi dalam waktu tak seberapa lama sejak Imam Husain bin Ali radhiyallahu
‘anhuma wafat.
Dalam bukunya yang berjudul
"Tahdizibut-Tahdzib" Jilid 2 halaman 335, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani
rahimahullah juga mengetengahkan kisah An-Numairii yang berasal dari Ubaid
bin Jinadah. Kisah tersebut mengungkapkan peristiwa yang dialami seorang tua
yang pernah melibatkan diri dalam pembunuhan terhadap Imam Husain bin Ali radhiyallahu
‘anhuma. Orang tua itu membusungkan dadanya hanya karena merasa terlibat
langsung dalam pembunuhan terhadap Imam Husain bin Ali radhiyallahu ‘anhuma.
Dengan bangga ia mengatakan: “Lihatlah, aku tetap selamat... tak ada bencana
apapun yang menimpa diriku!” Tak lama setelah ia mengucapkan perkatan tersebut,
lampu minyak berada tidak jauh dari tempat duduknya tiba-tiba memudar.
Dikiranya sumbu lampu itu hampir habis. Ia segera bangkit dari tempat duduknya
mendekati lampu untuk berusaha memperbaiki sumbunya. Pada saat ia sedang
menarik sumbu, api yang semulanya tampak hampir padam tiba-tiba membesar
kembali dan membakar jari-jarinya. ia berusaha keras memadamkan api yang menyala
di tangannya, tetapi tidak berhasil, bahkan api menjalar ke bagian-bagian
tangannya yang berlumuran minyak. Dalam keadaan panik ia mencoba memadamkan api
dengan memasukkan tangan ke dalam mulut, tetapi malang... api bukan menjadi
padam malah menyambar janggutnya yang telah memutih tetapi masih cukup lebat.
Mukanya terbakar dan ia melolong-lolong kesakitan. Akhirnya api membakar
pakaian yang sedang dikenakannya sehingga seluruh tubuhnya turut terbakar.
Bagaikan sebuah obor besar ia lari kebirit-birit keluar dari rumah menerjunkan
diri ke dalam Sungai Eufrat yang tidak seberapa jauh letaknya. Beberapa saat
lamanya ia tidak muncul di atas permukaan air. Banyak orang menunggu-nunggu di
tepi sungai ingin menyaksikan apa yang sedang terjadi pada diri orang tua itu.
Ketika ia muncul di permukaan air, ternyata dia telah mati dan tubuhnya hangus
seperti gumpalan arang. Kebenaran kisah ini pun diperkuat oleh serajahwan
Muslim terkenal, Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah, dalam bukunya yang
berjudul "Dzakha'irul-'Uqba" halaman 145.
Dalam buku yang sama, Al-Hafizh Ibnu
Hajar Al-Asqalani rahimahullah juga mengemukakan sebuah riwayat tentang
pembunuh Imam Husain bin Ali radhiyallahu ‘anhuma. Peristiwanya terjadi
ketika si pembunuh itu menyerahkan kepala Imam Husain bin Ali radhiyallahu ‘anhuma.
kepada Ubaidillah bin Ziyad, penguasa daerah Kuffah. Kerana besar harapan akan
memperoleh ganjaran istimewa, si pembunuh itu menyerahkan kepala Imam Husain
bin Ali radhiyallahu ‘anhuma sambil bersya’ir:
Akan kupenuhi kantongku dengan emas
dan perak
Sebagai ganjaran membunuh raja tanpa
mahkota
Seorang yang pernah sembahyang pada
dua kiblat
Berasal dari keturunan manusia
termulia
Akulah pembunuh orang terbaik, ayah
bondanya...
Akan tetapi ketika Ubaidillah bin
Ziyad mendengar bait terakhir dari sya’ir itu, dengan marah ia menukas: “Kalau
engkau mengetahui kemuliannya itu, mengapa ia kau bunuh? Tidak, demi Allah,
engkau tidak akan mendapat ganjaran baik dari aku. Malah engkau kuikut-sertakan
bersama dia!” Setelah mengucap kalimat-kalimat tersebut, Ubaidillah bin Ziyad
langsung memerintahkan salah seorang pengawal untuk membunuh orang yang baru
saja mendendangkan sya’ir dengan harapan akan menerima ganjaran besar.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah
dalam buku yang sama halaman 119 pun meriwayatkan. Peristiwanya terjadi ketika Umar
bin Sa'ad bersama pasukannya membawa kepala Imam Husain bin Ali radhiyallahu
‘anhuma. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah menulis
sebagai berikut: “Setiap berhenti di suatu tempat untuk beristirihat, para
pengawal kepala Imam Husain bin Ali radhiyallahu ‘anhuma selalu
menancapkan kepala itu pada ujung tombak. Seorang pendeta Nasrani yang
bertempat tinggal di sebuah biara yang dilewati rombongan, terkejut melihat
sebuah kepala manusia tertancap pada ujung tombak, ia lalu bertanya ingin
mengetahui siapakah orang yang dipenggal kepalanya itu. Ketika mendapat jawaban
bahwa kepala itu adalah kepala Imam Husain bin Ali radhiyallahu ‘anhuma
putra Fathimah binti Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dengan marah ia menyahut: “Alangkah buruk perbuatan kalian!”
Saat itu juga ia minta agar kepala Imam
Husain bin Ali radhiyallahu ‘anhuma disemayamkan semalam di dalam
biaranya. “Untuk itu aku bersedia membayar 10,000 dinar!”, katanya lebih
lanjut. Tentu saja permintaan pendeta itu diterima baik oleh Umar bin Sa'ad dan
rombongannya. Kepala Imam Husain bin Ali radhiyallahu ‘anhuma segera
dibawa masuk oleh pendeta itu ke dalam biara, kemudian dicuci bersih-bersih dan
diberi wewangian secukupnya.
Semalam suntuk kepala itu dipangkunya
sambil menangis hingga pagi hari. Keesokan harinya pendeta itu langsung
menyatakan diri masuk Islam, karena pada malam harinya ia menyaksikan cahaya
terang memancar ke langit dari kepala Imam Husain bin Ali radhiyallahu ‘anhuma.
Setelah memeluk Islam, ia meninggalkan biaranya dan hingga akhir hidupnya ia
merelakan diri bekerja sebagai pembantu Ahlul Bait. Demikianlah kisah yang
diriwayatkan oleh Al-Hafzih Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah.
Dengan sekelumit riwayat yang telah dikutip
dari para tokoh cendekiawan Muslim, terbuktilah bahwa tindakan pembunuhan
sewenang-wenang terhadap cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mendorong semangat para penulis sejarah untuk mengungkapkan lebih jauh
peristiwa yang menyedihkan itu.
0 Comment for "Riwayat Mengenai Kepala Imam Husain bin Ali Radhiyallahu 'Anhuma"