“Barangsiapa yang menginginkan dunia maka hendaklah
berilmu.Barangsiapa yang menginginkan akhirat, maka hendaklah dengan
ilmu.Barangsiapa yang menginginkan keduanya, maka hendaklah dengan ilmu.”
(al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah dikutip dalam al-Majmu syarh al-Muhadzdzab,
Juz 1 hal. 30)
Pendidikan pasca kelahiran memiliki beberapa fase
diantaranya: 1) Fase bayi, ialah fase kehidupan manusia terhitung dari saat
kelahiran sampai kira-kira berumur dua tahun. Selama rentang waktu itu,
kehidupan bayi biasanya sangat tergantung pada bantuan dan pemeliharaan pihak
lain, terutama si ibu. Peranan ibu yang demikian besarnya terhadap si bayi itu
tentu mempunyai arti tersendiri bagi pendidikannya. 2) fase kanan-kanak. 3)
fase anak-anak. 4) fase remaja. 5) fase dewasa. Mengucapkan kalimat syahadat
bagi orang yang sakaratul maut
sebagai batas akhir bagi pendidikan orang dewasa. Karena setelah berpisah roh
dengan badan, manusia secara fisik sudah berubah menjadi mayat, sedangkan
psikis (rohani) nya kembali ke hadhirat Allah subhanahu wa ta’ala. Inilah yang disebut pendidikan sepanjang hayat
(long life education). Sebuah kalimat
hikmah yang biasa kita dengar: “Tuntutlah ilmu sejak dari buaian hingga
liang lahad” merupakan suatu perkataan yang menjadi dasar peletakan
pendidikan sepanjang hayat (long life education), karena jika seseorang
ingin meraih dunianya maka wajib baginya menuntut ilmu, begitupula jika
seseorang ingin meraih akhiratnya maka wajib baginya pula menuntut ilmu. al-Imam
Muhammad bin Idris asy-Syafi’i rahimahullah berkata:
مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِاْلعِلْمِ
وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَهَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ
“Barangsiapa yang menginginkan dunia
maka hendaklah berilmu.Barangsiapa yang menginginkan akhirat, maka hendaklah
dengan ilmu.Barangsiapa yang menginginkan keduanya, maka hendaklah dengan
ilmu.”[1]
1. Fase Bayi
Masa bayi disebut juga masa mulut (oral phase).[2] Fase bayi ialah fase kehidupan manusia terhitung dari
saat kelahiran sampai kira-kira berumur dua tahun. Selama rentang waktu itu,
kehidupan bayi biasanya sangat tergantung pada bantuan dan pemeliharaan pihak
lain, terutama si ibu. Peranan ibu yang demikian besarnya terhadap si bayi itu
tentu mempunyai arti tersendiri bagi pendidikannya. Fase bayi sudah dapat
dikatakan lebih empirik. Proses pendidikan pada masa pranatal bersifat tidak
langsung, maka pada masa bayi sudah mulai masuk ke dalam pendidikan yang
langsung. Pada diri sang bayi sudah terdapat beberapa aspek kehidupan yang
researchable. Beberapa data aspek kehidupan sudah mampu dilacak dimonitor
melalui indera. Hal ini semua menunjukkan bahwa si bayi pada saat itu, walau
masih belum sempurna kerja organ tubuhnya, namun sudah siap menerima
pendidikan.[3]
Di antara perkembangannya yang menonjol pada saat itu adalah
indera pendengaran. Indera pendengaran yang berfungsi cepat harus dimanfaatkan
untuk mendengarkan kata-kata suci. Tujuannya tidak lain adalah bagaimana
melestarikan dan mengembangkan naluri tauhid yang telah diterimanya jauh sebelum
masa kelahiran. Dibanding fase perkembangan sebelum anak lahir ada beberapa hal
yang harus dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya:
·
Mendapat hak waris.
· Menyampaikan kabar gembira dan ucapan selamat atas kelahiran.
· Menyuarakan azan dan ikomah ditelinga bayi.
· Memberi nama.
· Menyampaikan kabar gembira dan ucapan selamat atas kelahiran.
· Menyuarakan azan dan ikomah ditelinga bayi.
· Memberi nama.
Pada bulan-bulan berikutnya hingga usia dua tahun, si bayi
sudah mengalami perkembangan yang pesat dari segi fisik dan psikisnya. Kelima
inderanya sudah berfungsi. Si bayi sudah dapat mengucapkan kata-kata, menangkap
isyarat, berjalan dan sebagainya. Perkembangan-perkembangan yang sedang
dialaminya itu dapat digunakan untuk menanamkan nilai-nilai agama. Demikian
kira-kira pola pendidikan bayi. Walaupun pola masih sederhana, namun justru
merupakan moment yang menentukan bagi pendidikan berikutnya.[4]
Masa kanak-kanak adalah masa selepas usia dua tahun hingga
anak berusia 6 tahun. Jadi batasnya sejak lepasnya panggilan bayi sampai dia
masuk sekolah. Masa kanak-kanak sering disebut sebagai masa estetika (karena
pada masa itu merupakan saat terciptanya perasaan keindahan), masa indera
(karena pada masa ini indera anak berkembang pesat dan merupakan kelanjutan
dari perkembangan berikutnya), masa menentang orang tua (karena dipengaruhi
oleh menonjolnya perkembangan berbagai aspek fisik dan psikis disuatu pihak,
disisi lain, belum berfungsinya kontrol akal dan moral).[5]
Masa
ini dibagi pula kepada dua fase yaitu:
Pada masa ini, menurut para ahli psikolog kecerdasan anak
dapat ditingkatkan dengan cara: (1) memberikan makanan yang baik terutama zat
putih telur; (2) anak selalu diajak berkomunikasi dan bermain dengan
macam-macam permainan yang cocok dengan usianya. Ciri-ciri khas yang enonjol
pada anak usia ini adalah:
·
Mula-mula sudah dapat berjalan, walaupun belum stabil.
· Mulai belajar makan sendiri.
· Senang mendengar cerita yang berulang-ulang.
· Senang mengerjakan hal yang berulang-ulang.
· Dalam belajar bahasa ia mulai aktif.
· Pada umur 3 tahun mulai masa negatif. Tidak mudah menurut karena mulai timbul kemauan yang keras.
· Mulai memperhatikan anak lain.
· Mulai belajar makan sendiri.
· Senang mendengar cerita yang berulang-ulang.
· Senang mengerjakan hal yang berulang-ulang.
· Dalam belajar bahasa ia mulai aktif.
· Pada umur 3 tahun mulai masa negatif. Tidak mudah menurut karena mulai timbul kemauan yang keras.
· Mulai memperhatikan anak lain.
Karakteristik anak pada fase ini:
·
Dapat mengontrol tindakannya.
· Selalu ingin bergerak.
· Berusaha mengenal lingkungan sekeliling.
· Perkembangan yang cepat dalam berbicara.
· Senantiasa ingin memiliki sesuatu, egois, keras kepala, suka protes, menanyai sesuatu berulang kali.
· Mulai membedakan antara yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk.
· Mulai mempelajari dasar-dasar prilaku sosial.
· Selalu ingin bergerak.
· Berusaha mengenal lingkungan sekeliling.
· Perkembangan yang cepat dalam berbicara.
· Senantiasa ingin memiliki sesuatu, egois, keras kepala, suka protes, menanyai sesuatu berulang kali.
· Mulai membedakan antara yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk.
· Mulai mempelajari dasar-dasar prilaku sosial.
Dari segi fisik, anak sudah relatif kuat dan lincah.
Sedangkan dari segi psikis harus dilihat bahwa kenakalan anak berkaitan erat
dengan berkembangnya sifat dinamis, kreatif, dan puas dengan sesuatu yang telah
ada. Anak-anak pada usia ini bersifat meniru, banyak bermain denga lelakon
(sandiwara) atau khayalan, yang kadang-kadang dapat membantu dalam mengatasi
kekurangan-kekurangannya dalam kenyataan. Kegiatan yang bermacam-macam itu akan
memberikan keterampilan pada pengalaman-pengalaman si anak. Maka perlakuan kita
pada anak usia ini hendaknya tetap, tak ada kegoncangan.
Dalam mendidik anak usia ini, orang tua harus mengambil
jalan tengah, jangan terlalu lunak dan jangan terlalau ekstim. Orang tua harus
memahami potensi-potensi yang dimiliki oleh anak semasa itu. Fitrah merupakan
modal bagi seorang bayi, sebagai mana yang telah dijelaskan untuk menerima
agama tauhid dan tidak akan berbeda antara bayi yang satu dengan bayi yang
lainnya. Oleh sebab itu orang tua sebagai pendidik berkewajiban melakukan
sebagai berikut:
·
Membiasakan anak untuk mengingat kebesaran dan nikmat Allah,
serta semangat mencari dalil mengesakan Allah, melalui tanda-tanda kekuasaannya
dan menginterpretasikan berbagai gejala alam melalui penafsiran yang dapat
mewujudkan tujuan pengokohan fitrah anak agar tetap berada dalam kesucian dan
kesiapan untuk mengagungkan Allah.
· Rasa kagum anak terhadap ayahnya dapat dipergunakan oleh ayahnya untuk membina mental anaknya dengan kasih sayangnya, kearah pengenalan Tuhan.[6]
· Rasa kagum anak terhadap ayahnya dapat dipergunakan oleh ayahnya untuk membina mental anaknya dengan kasih sayangnya, kearah pengenalan Tuhan.[6]
Periode anak-anak dimulai sejak anak berusia enam tahun
sampai tiba saatnya individu menjadi matang. Karakteristik anak pada masa ini:
·
Anak mulai bersekolah.
· Guru mulai menjadi pujaannya.
· Gigi tetap mulai tumbuh.
· Anak mulai gemar membaca.
· Anak mulai malu apabila auratnya dilihat orang.
· Hubungan anak dengan ayahnya semakin erat.
· Anak suka sekali menghafal.
· Guru mulai menjadi pujaannya.
· Gigi tetap mulai tumbuh.
· Anak mulai gemar membaca.
· Anak mulai malu apabila auratnya dilihat orang.
· Hubungan anak dengan ayahnya semakin erat.
· Anak suka sekali menghafal.
Menurut Piaget, sebagaimana dikutip Ratna Wilis Dahar, masa
ini disebut dengan masa berfikir operasional konkret (anak sudah memiliki
operasi-operasi logis yang dapat diterapkannya pada masalah-masalah konkret)
dan berakhir dengan berfikir operasional formal (anak sudah dapat menggunakan
operasi-operasi konkretnya untuk membentuk operasi-operasi yang lebih
kompleks).[7]
Pada masa ini anak sudah mengenal Tuhan melalui bahasa,
perasaan terhadap Tuhan sudah mulai mengarah keadaan yang lebih positif bahkan
hubungannya dengan Tuhan telah dipenuhi oleh rasa aman dan percaya. Pendidikan
agama islam pada masa ini dilakukan dengan penuh kesabaran, dan jangan sekali-kali
memaksakan kehendak kepada anak. Cara yang paling tepat adalah pembinaan,
latihan dan suri tauladan dari orang tua.
Menurut Zakiah Daradjat, memperkenalkan sifat-sifat Allah
kepada anak-anak pada umur ini hendaknya memiliki sifat-sifat Allah yang menyenangkan
baginya seperti Allah Maha Pengasih. Sifat-sifat Allah yang menakutkan seperti
menghukum, mengazab, janganlah diajarkan dulu karena hal tersebut dapat
menimbulkan anak takut dan benci kepada Allah, akibatnya anak menjauhkan diri
dari Allah.
Periode ini merupakan masa sekolah dasar, artinya pada masa
ini anak harus mulai dibekali pengetahuan-pengetahuan dasar yang tentunya
dianggap penting untuk keberhasilan anak dikemudian hari. Adapun materi
pendidikannya harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan perkembangan
kejiwaan anak. Di antara materi mendesak untuk diberikan pada anak ialah
masalah keimanan, membaca Al Quran, melaksanakan shalat, puasa, dan akhlak.
Sebenarnya yang terpenting yaitu orientasi penanaman nilai dan pembentukan
sikap keagamaan. Tentunya model penyampaian dan penanamannya harus dimulai dari
yang sederhana terlebih dahulu, kemudian secara berangsur-angsur dibawa kepada
penyempurnaan.
Pada usia sekolah ini anak sudah berhubungan dengan teman
dalam kelompok bermain. Kelompok bermain ini dapat dimanfaatkan untuk
menanamkan pendidikan islam. Metode pendidikan agama dapat diberikan dengan
metode keteladanan, pembiasaan, dan latihan, kemudian secara berangsur-angsur
diberikan penjelasan secara logis maknawi.
Masa ini berlangsung dari umur 12 sampai 21 tahun. Awal
remaja ditandai dengan dimulainya keguncangan, baik bagi laki-laki maupun
perempuan. Masa remaja ini ditandai dengan adanya peubahan-perubahan gender.
Menurut Hurlock selain perubahan gender dan fisik terjadi pula perubahan
psikis, secara umum dapat dibedakan empat macam: 1) meningginya emosi, 2)
perubahan minat dan peran yang diharapkan oleh lingkungan sosial, 3) perubahan
minat dan pola tingkah laku, 4) munculnya sikap ambivalen.
Pada masa ini remaja membutuhkan teman yang dapat
memahaminya dan menolongnya, teman yang dapat turut serta merasakan suka
dukanya. Disisni mulai tumbuh dorongan untuk mencari pedoman hidup, mencari
sesuatu yang dapat dipandang bernilai, pantas dijunjung tinggi, dipuja-puja.
Proses pembentukan pendirian hidup atau pendangan hidup atau cita-cita ini
dapat dipandang sebagai penemuan nilai-nilai hidup didalam eksplorasi si
remaja.
Remaja pada fase ini semakin mampu dan memahami nilai-nilai
norma-norma yang berlaku dalam kehidupan. Untuk itulah periode ini terjadi
sangat baik untuk membantu remaja guna menumbuhkan sikap bertanggung jawab dan
memahami nilai-nilai terutama yang bersumber dari agama islam. Dalam konsep
sederhana mereka perlu dikenalakan konsep agama tentang sikap yang baik, rasa
bertanggung jawab didalam kehidupan untuk mencapai keselamatan di dunia dan
akhirat.
Setelah awal masa remaja berlalu anak memasuki rasa
pubertas. Pada masa ini tampak kecenderungan anak remaja kembali kepada sikap
introverts. Karena anak mengira dirinya sudah dewasa, hal ini sering
mempersulit upaya memberikan bimbingan dan petunjuk kepada mereka.
Najib Khalil al-Amin menyebutkan bahwa dalam mendidik anak
harus mengambil sikap sebagai berikut:
·
Mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada anak-anak
mereka yang sedang puber dengan melakukan pengamatan.
· Mengarahkan mereka untuk selalu pergi ke masjid sejak kecil sehingga memiliki disiplin naluriah dan andil yang potensial oleh lingkungan rabbaniah.
· Menanamkan rasa percaya diri pada diri mereka dan siap mendengarkan pendapat-pendapat mereka.
· Menyarankan agar menjalani persahabatan dengan teman-teman yang baik.
· Mengembangkan potensi mereka disemua bidang yang bermanfaat.
· Menganjurkan mereka untuk berpuasa sunat karena hal itu dapat menjadi perisai dari kebobrokan moral.
· Membuka dialog dan menyadarkan mereka akan status sosial mereka.[8]
· Mengarahkan mereka untuk selalu pergi ke masjid sejak kecil sehingga memiliki disiplin naluriah dan andil yang potensial oleh lingkungan rabbaniah.
· Menanamkan rasa percaya diri pada diri mereka dan siap mendengarkan pendapat-pendapat mereka.
· Menyarankan agar menjalani persahabatan dengan teman-teman yang baik.
· Mengembangkan potensi mereka disemua bidang yang bermanfaat.
· Menganjurkan mereka untuk berpuasa sunat karena hal itu dapat menjadi perisai dari kebobrokan moral.
· Membuka dialog dan menyadarkan mereka akan status sosial mereka.[8]
Usia dewasa dimulai sejak berakhirnya
kegoncangan-kegoncangan kejiwaan yang menimpa masa remaja. Dengan demikian usia
dewasa bisa dikatakan masa ketenangan jiwa, ketetapan hati dan keimanan yang
tegas.[9]
Netty Hartati, dkk.menjelaskan bahwa masa dewasa ini dapat
dibagi kepada tiga tahap.
Yaitu masa pencarian kemantapan dan masa reproduktif, yaitu
suatu masa yang penuh masalah dan ketenangan emosional, periode isolasi sosial,
periode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas
dan penyesuaian diri pada hidup yang baru. Masa dewasa dini dari umur delapan
belas hingga lebih kurang empat puluh tahun.
Fase ini dipandang sebagai masa usia antara 40 sampai 60
tahun.[10] Ada sepuluh karakteristik yang biasa terjadi pada
usia dewasa madya:
·
Usia madya merupakan periode yang sangat menakutkan.
· Usia madya merupakan usia transisi.
· Masa stres.
· Usia yang berbahaya.
· Usia canggung.
· Masa berprestasi.
· Masa evaluasi.
· Dievaluasi dengan standar ganda.
· Masa sepi.
· Masa jenuh.
· Usia madya merupakan usia transisi.
· Masa stres.
· Usia yang berbahaya.
· Usia canggung.
· Masa berprestasi.
· Masa evaluasi.
· Dievaluasi dengan standar ganda.
· Masa sepi.
· Masa jenuh.
Biasanya pada umur dewasa ini akan tampak tanda-tanda atau
isyarat yang menunjukkan kemana kecenderungan yang sebenarnya, ke arah kebaikan
atau kejahatan, menjadi manusia pembangunan atau perusak.
Adapun ciri-ciri usia lanjut ini adalah:
· Perbedaan individual pada efek menua.
· Usia tua dinilai dengan kriteria yang berbeda.
Pada umumnya ketika seseorang telah mencapai usia dewasa,
dia sudah mempunyai banyak ilmu pengetahuan dan pengalaman. Sedangkan selainnya
mereka langsung berhadapan dengan masalah pekerjaan, masalah kemasyarakatan dan
perkawinan. Atas dasar itu, pendidikan yang diberikan pada mereka harus sesuai
dengan situasi dan kondisinya. Pendidikan agama islam bagi mereka masih
dibutuhkan.
Pendidikan pada masa pendidikan bagi orang dewasa dengan
melalui majelis taklim karena majelis ini dapat membina kedekatan dan ikatan
hamba dengan penciptanya akan semakin erat serta para pengikut akan memperoleh
ketenangan. Mengucapkan kalimat syahadat bagi orang yang syakar al maut sebagai
batas akhir bagi pendidikan orang dewasa. Karena setelah berpisah roh dengan
badan, manusia secara fisik sudah berubah menjadi mayat, sedangkan psikis
(rohani) nya kembali ke hadhirat Allah.[11]
[1] al-Majmu syarh al-Muhadzdzab, Juz
1 hal. 30
[2]
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. 2002.
Jakarta: Kalam Muliya, hal. 313.
[3]
Ibid, hal. 313-314
[4]
Ibid, hal. 315-317
[5]
Ibid, hal. 317-318
[6]
Ibid, hal. 318-321
[7]
Ibid, hal. 321
[8]
Ibid, hal. 324-326
[9]
Ibid, hal. 326
[10]
Ibid, hal. 327
Referensi
- al-Imam Muhyiddin Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf an-Nawawi. al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab. Maktabah al-Irsyad Jeddah.
- Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. 2002. Jakarta: Kalam Muliya.
0 Comment for "Periode Pendidikan Islam: Pendidikan Islam Pasca Kelahiran (Tarbiyah Ba'da al-Wiladah)"