“Telah datang kepada kalian orang-orang Yaman, mereka
yang paling lembut hatinya dan paling halus jiwanya. Iman itu Yaman, fiqih itu
Yaman dan hikmah itu Yaman.” (HR. al-Bukhari no. 4389 dan Muslim no. 52)
asy-Syaikh Muhammad bin Ali Ba’athiyyah hafizhahullah
adalah seorang ulama berkebangsaan Hadhramaut, Yaman. Beliau adalah seorang
pakar fiqih madzhab asy-Syafi’i dan sekarang menjadi rektor Universitas al-Imam
asy-Syafi’I di Mukalla, Hadhramaut, Yaman.
Kelahiran Beliau
Beliau lahir pada bulan Rabiul Awwal tahun 1380 H atau
1960 M di desa Qam Ba Hakim, Wadi Du’an al-Ayman, Hadhramaut, Yaman.
Ayahandanya berasal dari desa Khudaisi, Wadi Du’an al-Ayman. Dikisahkan sekitar
sebulan sebelum asy-Syaikh Muhammad bin Ali Ba’athiyyah hafizhahullah
lahir, pintu rumah ayahandanya diketuk sejumlah orang yang dikenal kebaikannya.
Mereka berkata, “Selamat dengan Muhammad yang datang.” Maka ayahanda beliau
berkata kepada mereka, “Istriku belum melahirkan.” Mereka tersenyum kemudian
pergi. Mungkin inilah yang menjadi pendorong sang ayah memberikan nama
“Muhammad”.
asy-Syaikh Muhammad bin Ali Ba’athiyyah hafizhahullah
adalah seseorang berdarah Yaman dimana penduduk negeri Yaman sangat terkenal
akan kelembutan hatinya dan kepandaiannya dalam fiqih. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda mengenai penduduk Yaman:
أَتَاكُمْ أَهْلُ الْيَمَنِ هُمْ أَرَقُّ أَفْئِدَةً
وَأَلْيَنُ قُلُوبًا الإِيمَانُ يَمَانٍ (وَالْفِقْهُ يَمَانٍ) وَالْحِكْمَةُ
يَمَانِيَةٌ .
“Telah
datang kepada kalian orang-orang Yaman, mereka yang paling lembut hatinya dan
paling halus jiwanya. Iman itu Yaman, fiqih itu Yaman dan hikmah itu Yaman.”[1]
Masa Kecil
Di masa kanak-kanak, perkembangan asy-Syaikh Muhammad
bin Ali Ba’athiyyah hafizhahullah jauh dari perkembangan teman-teman
sebayanya. Ketika usianya mencapai usia tamyiz, ayahnya pergi melakukan
perjalanan, sehingga ia kemudian diasuh oleh ibundanya.
Sebelum berusia enam tahun, ia dibawa sang ibu ke
Ma‘lamah al-Qarn. Di sana ia belajar membaca, menulis, dan al-Qur’an. Di usia
sangat belia itu, ikatannya dengan ahlul bait telah sangat kuat, karena di
desanya tinggal seorang quthb yang bersinar, al-Habib Shalih bin Abdullah
al-Atthas, dan dua orang saudaranya, al-Habib Muhammad dan Habib Aqil. Syaikh
Muhammad kecil selalu pergi ke tempat beliau dan duduk di sisinya satu atau dua
jam untuk mendapatkan keberkahan dan doanya. Habib Shalih pun sangat mencintainya.
Hal ini menumbuhkan dalam hatinya rasa cinta kepada ahlul bait sejak usia
sangat muda.
Sejak kecil hatinya juga telah sangat terkait dengan
rumah-rumah Allah. Di usia tujuh hingga delapan tahun, ia senantiasa pergi ke
masjid. Saat itu pula ia mulai memasuki madrasah Ba Shadiq al-Jufri di
Khuraibah, di sana terdapat seorang faqih dan keberkahan kota Du‘an, yakni
al-Habib Hamid bin Abdul Hadi al-Jilani, ayahanda al-Habib Umar al-Jilani, yang
kini sering berkunjung ke Indonesia. Ia tinggal di sana selama satu tahun,
kemudian pindah ke madrasah-madrasah formal dan menimba ilmu di sana.
Guru-Guru Beliau
Pada tahun 1390 H atau 1970 M, saat usianya 10 tahun,
sang ayah membawa mereka sekeluarga ke Hijaz. Maka sampailah ia dan keluarganya
ke Jeddah di akhir bulan Dzulhijjah. Ia melanjutkan pendidikannya di
madrasah-madrasah di kota ini hingga menyelesaikan pendidikan tingginya.
asy-Syaikh Muhammad bin Ali Ba’athiyyah hafizhahullah
mengambil ilmu dari banyak ulama terkemuka. Di antara mereka adalah al-Habib Shalih
bin Abdullah al-Atthas rahimahullah. Sejak muda ia telah sangat dekat
dengannya dan sangat mencintainya. Di antara gurunya juga adalah al-Habib
Abdullah al-Habsyi rahimahullah. Beliaulah guru pertamanya setelah
kepindahannya ke Jeddah. Kepadanya ia membaca kitab-kitab fiqih Safinah
an-Najah dan Kifayah al-Akhyar. Sedangkan kitab nahwu yang dibacanya kepada
beliau adalah al-Kawakib ad-Durriyyah. Ia juga menghadiri pengajian yang beliau
sampaikan di masjid dengan pegangan kitab al-Idhah, karya Imam an-Nawawi rahimahullah.
Di masa itu asy-Syaikh Muhammad bin Ali Ba’athiyyah hafizhahullah
juga berhubungan dengan seorang asy-Syaikh terkemuka, asy-Syaikh Karamah Suhail
rahimahullah. Kepadanya ia membaca kitab Safinah an-Najah dan syarahnya
Nail ar-Raja’ sebanyak tiga kali. asy-Syaikh Karamah Suhail rahimahullah
berkata kepadanya, “Kami membacakan kepadamu kitab-kitab ini, tetapi syarah
yang kami berikan kepadamu adalah syarah-syarah kitab al-Minhaj.” Kemudian
beliau membaca kepadanya pembukaan kitab al-Minhaj. Setelah itu sang guru
menyuruhnya untuk membaca kitab ‘Umdatus Salik.
Di antara gurunya juga seorang asy-Syaikh yang
mencintai ahlul bait, asy-Syaikh Muhammad bin Umar Bakhubairah rahimahullah.
Gurunya ini sangat mencintainya. Kepadanya asy-Syaikh Muhammad bin Ali
Ba’athiyyah hafizhahullah membaca kitab Bidayah al-Hidayah karya Imam
al-Ghazali rahimahullah dan mendapatkan ijazah darinya.
Gurunya yang lain adalah seorang yang sangat tawadhu‘,
al-Habib Abdurrahman bin Ahmad al-Kaf rahimahullah. asy-Syaikh Muhammad
bin Ali Ba’athiyyah hafizhahullah sangat sering menyertainya, terutama
di masa Krisis Teluk. Kepadanya ia membaca kitab Dhau’u al-Mishbah Syarh
Zaitunah al-Ilqah. Juga membaca sebagian dari kitab al-Minhaj. Lalu kitab
Sullam at-Taysir, sebelum kitab itu diterbitkan.
asy-Syaikh Muhammad bin Ali Ba’athiyyah hafizhahullah
juga berguru kepada al-Habib Abu Bakar Attas bin Abdullah al-Habsyi rahimahullah.
Ia membaca kitab Riyadh ash-Shalihin dan mendapatkan ijazah darinya. Ia pun
belajar kepada al-Habib Ahmad bin Alwi al-Habsyi rahimahullah dan
membaca kitab fiqih dan nahwu kepadanya. Masih banyak lagi gurunya yang lain,
baik dari kalangan habaib maupun yang lainnya.
Sebagaimana ia menuntut ilmu sejak kecil dengan penuh
semangat dan kesungguhan, demikian pula halnya dalam mengajar. Sebelum
mencapai usia dua puluh tahun, ia telah mengajar di masjid-masjid mengenai ilmu
tajwid, hadits, fiqih, faraidh, nahwu, dan ilmu kalam. Dan ini terus
berlangsung hingga sekarang, atas perintah para gurunya. Ratusan orang telah
belajar kepadanya mengenai al-Qur’an dan ilmu-ilmu syari’at. Sebagian di
antara mereka telah hafal al-Qur’an. Sebagian lagi ada yang kemudian
mengkhususkan diri dalam mendalami ilmu-ilmu syari’at dan ilmu-ilmu lainnya.
Akidah Beliau
asy-Syaikh Muhammad bin Ali Ba’athiyyah hafizhahullah
adalah seorang yang berakidah Asy’ariyyah. Asy’ariyyah adalah kelompok yang
menyandarkan pemikiran theologinya kepada Imam Abu Hasan al-Asy’ari rahimahullah.
al-Imam Abu Hasan al-Asy’ari rahimahullah sendiri telah melewati tiga
fase pemikiran theologi dalam hidupnya. Secara ringkas adalah fase Muktazilah
kemudian mengikuti Ibnu Kilab kemudian mengikuti Ahlus Sunnah pimpinannya
al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah. al-Imam Abu Hasan al-Asy’ari rahimahullah
telah menegaskan sikap yang terakhir ini dalam kitabnya yang tiga yaitu Risalah
kepada penduduk Tsar, Maqalat Islamiyah dan al-Ibanah. Barangsiapa yang
mengikuti al-Imam Abu Hasan al-Asy’ari rahimahullah dengan fase ini,
maka dia sesuai dengan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam banyak pernyataan.
Barangsiapa yang komitmen dengan fase kedua, maka dia telah menyalahi al-Imam
Abu Hasan al-Asy’ari rahimahullah itu sendiri. Dan menyalahi Ahlus
Sunnah dalam banyak pernyataannya.
asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah
mengatakan:
والمتأخرون الذين ينتسبون إلى أبي الحسن الأشعري ، أخذوا
بالمرحلة الثانية من مراحل عقيدته ، والتزموا طريق التأويل في عامة الصفات ، ولم
يثبتوا إلا الصفات السبع المذكورة في هذا البيت : حي عليم قدير والكلام له إرادة
وكذا السمع والبصر على خلاف بينهم وبين أهل السنة في كيفية إثباتها .
“Ulama
muta’akhirin yang menyandarkan kepada Abu Hasan al-Asy’ari mengambil pada fase
ke dua diantara fase akidahnya. Dan mereka konsisten dengan jalan takwil dalam
kebanyakan sifat (Allah). Mereka tidak menetapkan kecuali tujuh sifat yang
disebutkan dalam syair ini: ‘Maha Hidup, Maha Mengetahui, Maha Mampu,
Berbicara, dan Dia berkehendak, begitu juga Mendengar dan melihat.’ Sesuai
dengan perbedaan diantara mereka dengan Ahlus Sunnah dalam cara menetapkannya.”[2]
Karena hal ini, maka dalam mengambil ilmu dari
asy-Syaikh Muhammad bin Ali Ba’athiyyah hafizhahullah beliau yang
berakidah Asy’ariyyah maka perlu diperhatikan dan dipilah mana yang sesuai
dengan Ahlus Sunnah dan mana yang menyimpang dari Ahlus Sunnah khususnya dalam
masalah ilmu ushul dan akidah. Demikianlah biografi ringkas dari asy-Syaikh
Muhammad bin Ali Ba’athiyyah hafizhahullah. Semoga Allah subhanahu wa
ta’ala menjaga beliau serta memberikan beliau hidayah sunnah.
Referensi
- al-Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. al-Musnad. 1416 H. Dar al-Hadits Kairo.
- al-Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari. Shahih al-Bukhari. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
- al-Imam Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi. Shahih Muslim. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
- asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin. Majmu Fatawa wa Rasail Fadhilah asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin. 1413 H. Dar al-Wathan Riyadh.
- http://istawa.weebly.com/profil-ulama/asy-Syaikh-muhammad-bin-ali-ba-athiyyah
0 Comment for "Biografi asy-Syaikh Muhammad bin Ali Ba'athiyyah hafizhahullah"