Biografi asy-Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani rahimahullah

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengangkat ilmu dengan sekali cabutan dari manusia. Namun Allah akan mengangkat ilmu dengan mewafatkan para ulama. Hingga ketika tidak tersisa lagi seorang berilmu (di tengah mereka), manusia mengangkat para pemimpin yang jahil. Mereka ditanya, dan mereka pun berfatwa tanpa ilmu. Hingga akhirnya mereka sesat dan menyesatkan (orang lain).” (HR. al-Bukhari no. 100 dan Muslim no. 2673)


asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah, dalam dunia pesantren siapa yang tidak mengenal beliau. Beliau seseorang yang dikenal sebagai ulama Nusantara yang sangat faqih dan pernah menjadi pengajar di Masjidil Haram. Karya-karya beliau seperti kitab Kasyifah as-Saja’ dan Nihayah az-Zain menjadi makanan pokok yang wajib di pelajari di pesantren-pesantren Indonesia terlebih lagi yang masih menggunakan metode tradisional dalam pembelajarnnya. Bahkan kitab-kitab beliau hingga saat ini masih digunakan oleh para penuntut ilmu baik di dalam maupun di luar negeri. Beliau adalah salah seorang tokoh kebangsaan yang keilmuannya diakui oleh dunia.

Kelahiran dan Nasab Beliau

asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah lahir di desa Tanara, kecamatan Tirtayasa, Banten pada bulan Muharram 1230 H atau Desember 1814 M. Desa Tanara adalah sebuah desa yang berjarak 30 KM dari kota Serang. Beliau memiliki nama lengkap Abu Abdul Mu’thi Muhammad Nawawi bin Umar at-Tanara al-Jawi al-Bantani. Ayah beliau bernama Kyai Umar bin Arabi dan Ibunya bernama Zubaedah. Secara nasab, asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah adalah keturunan keduabelas dari asy-Syaikh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Djati rahimahullah, dan beliau pun secara nasab merupakan keturunan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Nasab beliau secara lengkap hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sebagai berikut, asy-Syaikh Muhammad Nawawi bin Kyai Umar bin Kyai Arabi bin Kyai Ali bin Kyai Jamad bin janta bin Kyai Mas Bugil bin Kyai Masqun bin Kyai Masnun bin Kyai Maswi bin Kyai Tajul Arusi at-Tanara bin asy-Syaikh Maulana Hasanuddin Banten bin asy-Syaikh Maulana Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Djati Cirebon bin Raja Amatudin Abdullah bin Ali Nuruddin bin Maulana Jamaluddin Akbar Husain bin al-Imam as-Sayyid Ahmad Syah Jalal bin Abdullah Adzmah Khan bin Amir Abdullah Malik bin as-Sayyid Alwi bin as-Sayyid Muhammad Sahib Mirbath bin as-Sayyid Ali Khali Qasim bin as-Sayyid Alwi bin al-Imam Ubaidillah bin al-Imam Ahmad Mubajir Ilalahi bin al-Imam Isya al-Naqib bin al-Imam Muhammad Naqib bin al-Imam Ali Aridhi bin al-Imam Ja’far Ash-Shadiq bin al-Imam Muhammad al-Baqir bin al-Imam Ali Zainal Abidin bin al-Imam Husain bin al-Imam Ali bin Abi Thalib suami Fatimah az-Zahra binti Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Guru-Guru Beliau

asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah pertama kali mendapatkan pendidikan keislaman langsung dari ayahnya yaitu Kyai Umar bin Arabi rahimahullah. Ayahnya adalah seorang ulama yang pernah menjadi penghulu di desa Tanara. Setelah ayah beliau merasa sudah cukup membekali dasar-dasar ilmu kepada asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah, ayah beliau mengizinkan asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah untuk mengembara mencari ilmu seperti kebanyakan ulama-ulama dari masa ke masa. asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahmahullah kemudian berguru kepada beberapa ulama seperti Kyai Salah dan Kyai Yusuf Purwakarta rahimahumallah hingga berusia 15 tahun. Dari Kyai Yusuf Purwakarta rahimahullah inilah beliau berhasil menguasai ilmu alat seperti Bahasa Arab, nahwu dan sharafnya.

Setelah berusia 15 tahun, beliau pun pergi berhaji ke tanah suci dan tinggal disana serta berguru kepada ulama-ulama madzhab asy-Syafi’i terkemuka seperti asy-Syaikh Ahmad Zaini Dahlan, asy-Syaikh Nahrawi dan asy-Syaikh Ahmad ad-Dimyathi rahimahumullah selama kurang lebih tiga tahun. Selain kepada ulama-ulama bermadzhab asy-Syafi’i, beliau pun berguru kepada ulama-ulama bermadzhab lainnya seperti berguru kepada asy-Syaikh Muhammad al-Khathib al-Hanbali rahimahullah di Madinah yang bermadzhab Hanbali.

Setelah berguru selama tiga tahun di tanah suci, pada usia 18 tahun asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah sempat kembali ke Nusantara dan membantu ayahnya dalam mengajarkan berbagai cabang ilmu syar’i di pesantren. Namun keadaan lingkungan yang tidak mendukung karena tanah airnya sedang dijajah oleh Kolonial Belanda membuat asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah merasa tidak betah tinggal di Banten dan akhirnya beliau memutuskan untuk kembali ke Mekkah dan bermukim disana hingga beliau wafat.

Di Mekkah inilah asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah kembali berguru kepada para ulama hingga 30 tahun lamanya. Guru-guru beliau yang dikenal antara lain asy-Syaikh Ahmad Khatib Sambas, asy-Syaikh Yusuf Sumbulawani, asy-Syaikh Abdul Hamid ad-Daghistani dan asy-Syaikh Abdul Ghani Bima rahimahumullah. Setelah belajar selama kurang lebih 30 tahun lamanya, akhirnya beliau pun memulai mengabdikan dirinya untuk mengajar di Mekkah sekaligus menjabat sebagai Imam di Masjidil Haram selama 10 tahun. Dan selebihnya beliau menghabiskan waktu untuk menulis berbagai kitab-kitab dan mengajar para santri di rumahnya hingga meninggal dunia.

Murid-Murid Beliau

asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah merupakan ulama besar pada masanya. Karena kefaqihan dan ketinggian ilmu beliau, beliau mendapatkan gelar as-Sayyid Ulama al-Hijaz, al-Imam al-Muhaqqiq wa al-Fahhamah al-Mudaqqiq, A’yan Ulama al-Qarn ar-Ram Asyar li al-Hijaz, al-Imam Ulama al-Haramain.

Karena keikhlasan serta kesabaran beliau dalam mengajar, maka munculah dari para santrinya yang kemudian hari mereka menjadi ulama-ulama besar dan tokoh pergerakan nasional. Mereka diantaranya adalah KH. Khalil Bangkalan, KH. Tubagus Muhammad Asnawi, KH. Hasim Asy’ari Tebu Ireng (Pendiri Nahdhatul Ulama), KH. Asy’ari Bawean, KH. Nahjun Gunung Mauk, KH. Asnawi Caringin, KH. Ilyas Kampung Teras Tanjung, KH. Abdul Ghaffar, KH. Tubagus Bakri Sempur, T.G.H. Dawud Perak dan asy-Syaikh Abdus Sattar bin Abdul Wahhad ad-Dahlawi rahimahumullah.

Di kalangan komunitas pesantren khususnya di tanah Jawa, asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah tidak hanya dikenal sebagai ulama penulis kitab, tetapi juga beliau adalah Maha Guru sejati. asy-Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani rahimahullah telah banyak berjasa meletakkan landasan theologis dan batasan etis tradisi keilmuan di lembaga pendidikan pesantren. Ia turut banyak membentuk keintelektualan tokoh-tokoh para pendiri pesantren yang sekaligus juga banyak menjadi tokoh pendiri organisasi Nahdhatul Ulama.

Apabila KH. Hasyim Asy’ari rahimahullah sering disebut sebagai tokoh yang tidak bisa dilepaskan dari sejarah berdirinya Nahdhatul Ulama, maka asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah adalah guru utamanya. Di sela-sela pengajian kitab-kitab karya gurunya ini, seringkali KH. Hasyim Asy’ari rahimahullah bernostalgia bercerita tentang kehidupan asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah, kadang mengenangnya sampai meneteskan air mata karena besarnya kecintaan beliau terhadap asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah gurunya.

Karya-Karya Beliau

Di samping digunakan untuk mengajar kepada para muridnya, seluruh kehidupan beliau banyak dicurahkan untuk mengarang beberapa kitab besar sehingga tak terhitung jumlahnya. Konon saat ini masih terdapat ratusan judul naskah asli tulisan tangan asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah yang belum sempat diterbitkan.

Kitab-kitab karangan beliau banyak yang diterbitkan di Mesir, seringkali beliau hanya mengirimkan manuskripnya dan setelah itu tidak memperdulikan lagi bagaimana penerbit menyebarkan hasil karyanya, termasuk hak cipta dan royaltinya, selanjutnya kitab-kitab beliau itu menjadi bagian dari kurikulum pendidikan agama di seluruh pesantren di Indonesia, bahkan Malaysia, Filipina, Thailand dan juga negara-negara di Timur Tengah hingga saat ini.

Menurut Ray Salam T. Mangondana, peneliti di Institut Studi Islam, Universitas of Philippines, ada sekitar 40 sekolah agama tradisional di Filipina yang menggunakan karya asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah sebagai kurikulum belajarnya. Selain itu, Sulaiman Yasin, dosen di Fakultas Studi Islam Universitas Kebangsaan di Malaysia juga menggunakan karya beliau untuk mengajar di kuliahnya. Pada tahun 1870 para ulama universitas al-Azhar Mesir pernah mengundang beliau untuk memberikan kuliah singkat di suatu forum diskusi ilmiah. Mereka tertarik untuk mengundang beliau, karena sudah dikenal di seantero dunia.

Karya-karya asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah secara lebih lengkap antara lain adalah sebagai berikut:

  • ats-Tsamar al-Yani’ah syarah ar-Riyadh al-Badi’ah
  • al-‘Aqd ats-Tsamin syarah Fath al-Mubin
  • Sullam al-Munajah syarah Safinah ash-Shalah
  • Bahjah al-Wasail syarah ar-Risalah al-Jami’ah bain al-Ushul wa al-Fiqh wa at-Tasawwuf
  • at-Tausyih Quwt al-Habib al-Gharib syarah Fath al-Qarib al-Mujib
  • Nihayah az-Zayyin syarah Qurrah al-‘Ain bi Muhimmah ad-Din
  • Maraqi al-‘Ubudiyyah syarah Matan Bidayah al-Hidayah
  • Nashaih al-‘Ibad syarah al-Manbahatu ‘ala al-Isti’dad li yaum al-Mi’ad
  • Salalim al-Fadhla’ syarah Mandhumah Hidayah al-Azkiya’
  • Qami’u ath-Thugyan syarah Mandhumah Syu’bu al-Iman
  • at-Tafsir al-Munir li al-Mu’alim at-Tanzil al-Mufassir ‘an wujuh mahasin at-Ta’wil musamma Murah Labid li Kasyafi Ma’na Qur’an Majid
  • Kasyf al-Maruthiyyah syarah Matan al-Jurumiyyah
  • Fath al-Ghafir al-Khathiyyah syarah Nadham al-Jurumiyyah musamma al-Kawakib al-Jaliyyah
  • Nur adh-Dhalam ‘ala Mandhumah al-Musammah bi ‘Aqidah al-‘Awwam
  • Tanqih al-Qaul al-Hatsits syarah Lubab al-Hadits
  • Madarij ash-Shu’ud syarah Maulid al-Barzanji
  • Targhib al-Mustaqin syarah Mandhumah Maulid al-Barzanji
  • Fath ash-Shamad al ‘Alam syarah Maulid Syarif al-‘Anam
  • Fath al-Majid syarah ad-Durr al-Farid
  • Tijan ad-Darari syarah Matan al-Baijuri
  • Fath al-Mujib syarah Mukhtashar al-Khathib
  • Muraqah Shu’ud at-Tashdiq syarah Sulam at-Taufiq
  • Kasyifah as-Saja syarah Safinah an-Naja
  • al-Futuhah al-Madaniyyah syarah asy-Syu’b al-Imaniyyah
  • ‘Uqud al-Lujain fi Bayan Huquq az-Zaujain
  • Qathr al-Ghais syarah Masail Abi al-Laits
  • Naqawah al-‘Aqidah Mandhumah fi Tauhid
  • an-Nahjah al-Jayyidah syarah Naqawah al-‘Aqidah
  • Suluk al-Jadah syarah Lam’ah al-Mafadah fi bayan al-Jumu’ah wa al-Mu’adah
  • Hilyah ash-Shibyan syarah Fath ar-Rahman
  • al-Fushush al-Yaqutiyyah ‘ala ar-Raudlah al-Bahiyyah fi Abwab at-Tashrifiyyah
  • ar-Riyadl al-Fauliyyah
  • Mishbah adh-Dhalam’ala Minhaj al-Atamma fi Tabwib al-Hukm
  • Dzariyy’ah al-Yaqin ‘ala Umm al-Barahin fi at-Tauhid
  • al-Ibriz ad-Daniy fi Maulid Sayyidina Muhammad as-Sayyid al-Adnany
  • Baghyah al-‘Awwam fi Syarah Maulid Sayyid al-Anam
  • ad-Durrur al-Bahiyyah fi syarah al-Khashaish an-Nabawiyyah
  • Lubab al-bayyan fi ‘Ilmi Bayyan

Wafatnya Beliau

asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah wafat pada tanggal 25 Syawal 1314 H atau 1897 M di tempat kediamannya di kampung Syi’ib Ali Mekkah. Jenazah beliau dimakamkan di pemakaman Ma’la Mekkah berdekatan dengan makam Khadijah binti Khuwailid radhiyallahu ‘anha istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Wafatnya beliau meninggalkan kedukaan yang sangat dalam karena dengan wafatnya beliau maka diangkatlah ilmu. Diangkatnya ilmu itu terjadi dengan diwafatkannya para ulama, sebagaimana ditunjukkan dalam suatu hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin al-‘Ash radhyallahu ‘anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا .

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengangkat ilmu dengan sekali cabutan dari manusia. Namun Allah akan mengangkat ilmu dengan mewafatkan para ulama. Hingga ketika tidak tersisa lagi seorang berilmu (di tengah mereka), manusia mengangkat para pemimpin yang jahil. Mereka ditanya, dan mereka pun berfatwa tanpa ilmu. Hingga akhirnya mereka sesat dan menyesatkan (orang lain).”[1]

Karamah Beliau

            Ada banyak cerita yang beredar di kalangan santri tentang karamah-karamah yang dimiliki oleh asy-Syaikh Nawawi al-bantani rahimahullah, namun dalam hal ini kita sebagai seorang muslim yang berpegang pada manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah bersikap tawaquf yang artinya tidak membenarkan namun tidak mendustakannya pula karena karamah para wali itu benar-benar ada. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:

ومن أصول أهـل السنة والجماعة التصديق بكرامات الأولياء وما يُجري الله على أيديهم من خوارق العادات في أنواع العلوم والمكاشفات ، وأنواع القدرة والتأثيرات .

“Dan termasuk dari prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah meyakini adanya karamah para wali dan berbagai keluarbiasaan yang Allah izinkan terjadi melalui tangan-tangan mereka baik yang berkaitan dengan ilmu, mukasyafat (mengetahui hal-hal yang tersembunyi), maupun bermacam-macam keluarbiasaan atau pengaruh-pengaruh.”[2]

            Karamah-karamah yang dimiliki oleh asy-Syaikh Nawawi al-bantani rahimahullah yang ceritanya beredar di kalangan santri, diantaranya:
  • Pada suatu malam asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah sedang dalam perjalanan dari Mekkah ke Madinah. Beliau duduk di atas sekedup unta atau tempat duduk yang berada di punggung unta. Dalam perjalanan di malam hari yang gelap gulita ini, beliau mendapat inspirasi untuk menulis dan jika insipirasinya tidak segera diwujudkan maka akan segera hilang dari ingatan, maka beliau berdoa: “Ya Allah, jika insipirasi yang Engkau berikan malam ini akan bermanfaat bagi umat dan Engkau ridhai, maka ciptakanlah telunjuk jariku ini menjadi lampu yang dapat menerangi tempatku dalam sekedup ini, sehingga oleh kekuasaan-Mu akan dapat menulis inspirasiku.” Ajaib! Dengan kekuasaan-Nya, seketika itu pula telunjuk asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah menyala, menerangi sekedupnya. Mulailah beliau menulis hingga selesai dan telunjuk jarinya itu kembali padam setelah beliau menjelaskan semua penulisan hingga titik akhir. Konon, kitab tersebut adalah kitab Maraqil Ubudiyah, komentar kitab Bidayatul Hidayah karangan al-Imam al-Ghazali rahimahullah
  • Ketika makam asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah akan dibongkar oleh Pemerintah untuk dipindahkan tulang belulangnya dan liang lahadnya akan ditumpuki jenazah lain sebagaimana lazim di Ma’la meskipun yang berada di kubur itu seorang raja sekalipun. Saat itulah para petugas mengurungkan niatnya, sebab jenazah asy-Syaikh Nawawi al-Bantani rahimahullah beserta kain kafannya masih utuh walaupun sudah bertahun-tahun dikubur. Karena itu, bila pergi ke Makkah, insyaa Allah kita akan bisa menemukan makam beliau di pemakaman Ma’la.



[1] HR. al-Bukhari no. 100 dan Muslim no. 2673
[2] al-Aqidah al-Wasithiyah, hal. 123


Referensi

  • al-Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari. Shahih al-Bukhari. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • al-Imam Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi. Shahih Muslim. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • asy-Syaikh al-Islam Ahmad bin Abdul Halim bin Taimiyyah. al-Aqidah al-Wasithiyah. 1420 H. Adhwa' as-Salaf Riyadh.
  • Chaidar. Sejarah Pujangga Islam Syaikh Nawawi al-Bantani Indonesia. 1979. CV. Sarana Utama Jakarta.
  • H.M. Bibit Suprapto. Ensiklopedi Ulama Nusantara: Riwayat Hidup, Karya dan Sejarah Perjuangan 157 Ulama Nusantara. 2009. Gelegar Media Indonesia.
  • Kafabihi Mahrus. Ulama Besar Indonesia Biografi dan Karyanya. 2007 M. Pondok Pesantren al-Itqan Kendal.
  • Samsul Munir Amin. Sayyid Ulama Hijaz: Biografi Syaikh Nawawi al-Bantani. 2009. Pustaka Pesantren Yogyakarta.
  • Sudirman Teba. Mengenalkan Wajah Islam yang Ramah. 2007 M. Pustaka Irvan Banten.
  • Yasin. Melacak Pemikiran Syaikh Nawawi al-Bantani. 2007. RaSAIL Media Group Semarang.
  • Yuyun Rodiana. Syaikh Nawawi al-Bantani: Riwayat Hidup dan Sumbangannya Terhadap Islam. 1990. Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jakarta.
  • https://www.arrahmah.co.id/2017/07/syekh-nawawi-al-bantani-mala.html
  • http://maahaddaarulfalah.blogspot.co.id/2014/03/silsilah-syekh-nawawi-tanara-al-bantani.html

0 Comment for "Biografi asy-Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani rahimahullah"

Rasulullah bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top