Biografi asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah

“Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. ath-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabir no. 13646)


asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah adalah seorang ahli fiqih, seorang qadhi yang adil, seorang pendidik yang dikenal sangat sabar dan ikhlas dan juga seorang politikus serta ahli militer. Beliau merupakan salah satu ulama terkemuka yang bermadzhab asy-Syafi’i. Nama lengkap beliau adalah Salim bin Abdullah bin Sa’ad bin Abdullah bin Sumair al-Hadhrami. Beliau lahir di Dziasbuh, sebuah desa di daerah Hadhramaut, Yaman.

Guru-Guru Beliau

Syaikh Salim muda memulai pendidikannya dalam bidang al-Qur’an langsung dibawah pengawasan ayahnya yaitu asy-Syaikh Abdullah bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah. Dalam kurun waktu yang singkat, beliau mampu menyelesaikan belajarnya dalam bidang al-Qur’an dengan meraih hasil yang sangat baik dan prestasi yang tinggi. Selain mempelajari al-Qur’an, beliau juga mendalami berbagai disiplin ilmu seperti ilmu bahasa Arab, ilmu ushul, ilmu fiqih, ilmu tafsir, ilmu tasawuf dan juga ilmu militer. Ilmu-ilmu tersebut didapatkan oleh beliau dengan belajar kepada para ulama besar pada masanya di daerah Hadhramaut, Yaman. Beberapa ulama yang menjadi gurunya antara lain ayahandanya sendiri asy-Syaikh Abdullah bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah dan asy-Syaikh Abdullah bin Ahmad Basudan rahimahullah.

Murid-Murid Beliau

Setelah mendalami berbagai disiplin ilmu, beliau kemudian memulai berdakwah dengan mengajarkan al-Qur’an di desanya setiap pagi dan sore, beliau mengajarkan al-Qur’an kepada para muridnya dengan penuh keikhlasan dan kesabaran. Dengan berjalannya waktu, murid asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah semakin bertambah banyak, mereka datang dari berbagai penjuru negeri. Karena semakin banyaknya murid-murid beliau, maka beliau merasa perlu untuk menambahkan disiplin ilmu yang lain selain ilmu al-Qur’an seperti ilmu bahasa Arab, ilmu ushul, ilmu fiqih, ilmu tafsir, ilmu tasawuf bahkan ilmu militer. Tercatat beberapa ulama yang merupakan murid beliau adalah asy-Syaikh Abdullah bin Thaha al-Haddad rahimahullah dan asy-Syaikh Ali bin Umar Baghuzah rahimahullah.

Karir Politik dan Militer

Selain sebagai ulama yang sangat faqih, asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah juga seorang ahli politik dan juga militer yang sangat disegani. Gagasan-gagasan beliau menjembatani persatuan umat islam dan membangkitkan mereka dari ketertinggalan dan penjajahan kaum kafir.

Dikisahkan, suatu ketika asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah diminta oleh kerajaan Kasiriyyah untuk membeli peralatan perang tercanggih pada masa itu, maka beliau pun pergi ke India dan Singapura untuk memenuhi permintaan tersebut. Pekerjaan beliau ini oleh pihak kerajaan Kasirriyah dinilai sangat sukses sehingga kemudian kerajaan mengangkat beliau menjadi staff ahli militer kerajaan.

Setelah menjabat sebagai staff ahli kemiliteran, beliau kemudian diangkat menjadi penasehat khusus Sultan Abdullah bin Muhsin. Pada awalnya Sultan Abdullah bin Muhsin ini sangat patuh dan taat terhadap segala saran serta nasihat yang diberikan oleh asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah. Namun kemudian pada tahun-tahun selanjutnya, Sultan Abdullah bin Muhsin tidak lagi mengindahkan saran serta nasihatnya bahkan terkesan meremehkan dan menghina. Kondisi ini semakin memburuk karena tidak ada satu pun pihak yang bias mendamaikannya. Karena kejadian ini, maka asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah memutuskan untuk pergi meninggalkan Yaman dan pergi menuju India. Pada masa di India, tidak diketahui dengan jelas berapa lama beliau menetap karena dalam waktu selanjutnya, beliau kemudian berhijtah ke Jakarta atau Batavia pada masa itu.

Kepindahan ke Batavia

Kepindahan beliau ke Batavia tersebar secara luas dengan cepat dikalangan murid-muridnya. Setelah mendengar berita tersebut, murid-murid beliau berduyun-duyun datang ke Batavia untuk menemui beliau dan belajar serta meminta doa kepada beliau. Menyaksikan hal itu, maka asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah pun mendirikan majelis-majelis ilmu, hampir setiap hari beliau menghadiri majelis-majelis tersebut sehingga posisi beliau di Batavia menjadi sangat kuat. Pada masa itu, asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah dikenal sangat tegas dalam memperjuangkan kebenaran. Beliau juga seringkali memberikan nasihat, mengkritik bahkan mentahdzir ulama-ulama dan para kyai yang sering mondar-mandir bergaul dekat dan menjadi budak pemerintah kolonial Belanda.

Salah seorang penulis pada masa pemerintahan kolonial Belanda yaitu Martin van Bruinessen menulis komentar mengenai asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah dalam tulisannya tentang kitab kuning. Dalam tulisannya, Martin van Bruinessen menceritakan perbedaan pandangan dan juga pendirian yang terjadi pada dua orang ulama besar Batavia pada masa itu yaitu al-Habib Utsman bin Yahya rahimahullah dan asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah yang menjadi perdebatan di kalangan umum. Pada masa itu, asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah kurang setuju dengan pendirian al-Habib Utsman bin Yahya rahimahullah yang loyal kepada pemerintah kolonial Belanda. Pada masa itu, al-Habib Utsman bin Yahya rahimahullah sendiri menjabat sebagai mufti Batavia yang diangkat oleh pemerintah kolonial Belanda. Habib Utsman bin Yahya rahimahullah berusaha membatasi jurang pemisah antara Alawiyyin atau Habaib dengan pemerintah kolonial Belanda, sehingga beliau merasa perlu untuk mengambil hati para pejabat pemerintah. Karena hal itu, beliau pun mengeluarkan fatwa-fatwa hukum yang seakan-akan mendukung program rencana mereka. Hal inilah yang menyebabkan asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah terlibat polemik yang panjang dengan al-Habib Utsman bin Yahya rahimahullah yang beliau anggap tidak konsisten dalam mempertahankan kebenaran. Dalam cerita ini, maka dapat kita lihat bagaimana pendirian asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah yang sangat tegas dan sangat anti terhadap penjajahan orang-orang kafir.

Karya-Karya Beliau

Karya-karya beliau yang paling fenomenal adalah kitab Matan Safinah an-Najah fii maa Yajibu ‘ala al-‘Abdi lii Maulah yang membahas mengenai masalah aqidah dan fiqih. Kitab Matan Safinah an-Najah ini merupakan hasil wujud dari keikhlasan beliau dalam berdakwah. Hal ini dapat kita lihat dari besarnya manfaat kitab Matan Safinah an-Najah. Kitab ini seakan-akan menjadi kitab wajib bagi para penuntut ilmu khususnya dalam mendalami fiqih madzhab asy-Syafi’i di berbagai pesantren di dalam dan di luar negeri bahkan menjadi kitab rujukan dalam kajian-kajian di masyarakat mulai dari perkotaan hingga pelosok desa.

Selain itu beliau juga menulis sebuah kitab yang berjudul al-Fawaid al-Jaliyyah yang berisi kecaman terhadap sistem perbankan konvensional yang penuh dengan riba. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ .

“Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”[1]

Meninggal

Makam asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah

asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah meninggal dunia di Batavia pada tahun 1271 H atau 1855 M dan dimakamkan di Tanah Abang. Lokasi makamnya saat ini tepat berada dibawah mihrab Masjid Jami’ al-Makmur, Tanah Abang, Jakarta. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala merahmati beliau.



[1] HR. ath-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabir no. 13646


Referensi

0 Comment for "Biografi asy-Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami rahimahullah"

Rasulullah bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top