“Apa yang
diberikan rasul kepadamu maka terimalah ia dan apa yang dilarangnya bagimu maka
tinggalkanlah.” (QS.
al-Hasyr [59] : 7)
Kembali melanjutkan pembahasan mengenai Syahadat Risalah. Sebelumnya,
penulis telah membahas mengenai makna Syahadat Risalah. Pada kesempatan kali
ini penulis akan membahas secara ringkas mengenai rukun Syahadat Risalah. Syahadat
risalah memiliki dua rukun yaitu kalimat عبده ورسوله (hamba-Nya
dan rasul-Nya). Dalam dua rukun ini terdapat penafian ifrath (berlebih-lebihan)
dan tafrith (meremehkan) pada hak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Rukun pertama yaitu kalimat Hamba-Nya (عبده) dan ini merupakan bentuk
penafian ifrath (berlebih-lebihan), maksudnya adalah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
seorang hamba yang menyembah Rabbnya, walaupun beliau adalah seorang makhluk
yang paling mulia diantara semua makhluk, namun beliau tetaplah seorang manusia
yang memiliki fitrah sebagaimana manusia lain seperti keinginan untuk makan,
minum, tidur dan lain sebagainya, begitupula berlaku kekurangan manusia
kepadanya sebagaimana berlaku pada orang lain seperti merasakan sakit,
mengantuk, lupa dan lain sebagainya tanpa mengurangi kemuliaan beliau. Beliau
pun adalah seorang manusia yang diciptakan dari bahan yang sama dengan manusia
lainnya yaitu dari sari pati tanah. Maka tak layak bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diagungkan
secara berlebih-lebihan sampai kederajat peribadatan atau penyembahan kepada
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Nasrani yang terlalu berlebihan
dalam menganggungkan Nabi ‘Isa ‘alaihis
salam hingga mengangkat beliau kepada derajat penuhanan, atau seperti
firqah sufi yang ghuluw (berlebih-lebihan) dalam memuji beliau dan mengkulutuskannya
hingga mengangkatnya di atas martabat sebagai hamba hingga kepada martabat
ibadah seperti beristighatsah (meminta pertolongan) kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga
meminta kepada beliau sesuatu yang tidak sanggup beliau melakukannya karena
sesuatu tersebut hanya bisa dilakukan oleh Allah subhanahu wa ta’ala seperti memenuhi hajat dan menghilangkan
kesulitan. Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman:
قُلْ
إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ
“Katakanlah (olehmu Muhammad):
“Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu.”[1]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تُطْرُوْنِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ
مَرْيَمَ ، فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ ، فَقُوْلُوْا عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ
“Janganlah
kalian berlebih-lebihan dalam memujiku, sebagai-mana orang-orang Nasrani telah
berlebih-lebihan memuji ‘Isa putera Maryam. Aku hanyalah hamba-Nya, maka katakanlah,
‘hamba Allah dan Rasul-Nya.’”[2]
Rukun kedua yaitu kalimat Rasul-Nya (رسوله) yang merupakan bentuk
penafian tafrith (meremehkan) pada hak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maksudnya adalah bahwa Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
seorang rasul yang diutus oleh Allah subhanahu
wa ta’ala kepada seluruh manusia dan jin menurut kesepakatan ulama dan juga
kepada malaikat menurut pendapat yang kuat dengan misi dakwah yaitu tauhid
(mengesakan Allah subhanahu wa ta’ala)
juga sebagai al-Basyir (pemberi kabar gembira) dan an-Nadzir (pemberi
peringatan). Karena kedudukan beliau sebagai seorang rasul, maka seorang muslim
wajiblah mentaati setiap yang beliau perintahkan, membenarkan apa-apa yang
beliau sampaikan, menjauhkan diri dari yang beliau larang dan tidak beribadah
kepada Allah subhanahu wa ta’ala
melainkan dengan cara yang telah disyari’atkan atau diajarkan oleh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
barangsiapa membuat suatu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala diluar cara yang
telah disyari’atkan maka dia terjerumus kedalam bid’ah, dan setiap bid’ah
adalah sesat.
Mengenai kedudukan Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam sebagai seorang rasul yang wajib kita taati setiap
perintahnya, membenarkan setiap yang disampaikan, menjauhkan diri dari setiap
yang dilarang dan tidak beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala melainkan dengan cara yang telah disyari’atkan,
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ
وَذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ .
“Barangsiapa taat kepada Allah
dan Rasul-Nya,
niscaya Allah memasukkannya ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya, dan itulah kemenangan yang
besar.”[3]
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ
عَنْهُ فَانْتَهُوا .
“Apa yang diberikan rasul kepadamu maka terimalah ia dan apa yang dilarangnya
bagimu maka tinggalkanlah.”[4]
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ يَهْدِ
اللَّهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلا هَادِيَ لَهُ ، إِنَّ أَصَدَقَ
الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ
مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ
“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang bisa
menyesatkannya. Dan yang disesatkan oleh Allah tidak ada yang bisa memberi
petunjuk padanya. Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah dan
sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara
agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan dan
setiap kesesatan tempatnya di neraka.”[5]
Demikianlah penjelasan ringkas mengenai rukun Syahadat Risalah. Semoga
Allah subhanahu wa ta’ala memberikan
kemudahan kepada kita untuk memahaminya. Wallahu
a’lam. Semoga bermanfaat.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
Referensi
- al-Qur’an al-Kariim
- al-Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari. Shahih al-Bukhari. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
- al-Imam Abu ‘Abdirrahman Ahmad bin Syu’aib bin ‘Ali an-Nasa’i. al-Mujtaba min as-Sunan (Sunan an-Nasa’i). Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
- al-Imam Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi. Shahih Muslim. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
0 Comment for "Rukun Syahadat Risalah"