Konsekuensi Syahadat Risalah

“Barangsiapa yang berbuat bid'ah dalam Islam dan dia menganggapnya hasanah (baik), maka sungguh dia telah menuduh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengkhianati risalah.” (al-I’thisham, Juz 1 hal. 49)


Segala sesuatu yang telah diyakini dalam hati dan diikrarkan dengan lisan tentu saja memiliki konsekuensi, termasuk dalam hal ini adalah syahadat. Ketika seseorang telah mengikrarkan syahadat maka tidak serta merta membuatnya terbebas dar api neraka begitu saja, ada konsekuensi yang harus dia terima. Syahadat risalah yang merupakan salah satu komponen penyusun syahadat selain syahadat tauhid pun memiliki konsekuensi. Syahadat risalah yaitu kalimat ‘Anna Muhammad Rasulullah’ mengandung beberapa konsekuensi. asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah menyebutkan konsekuensi-konsekuensi syahadat risalah dalam kitab beliau aqidah at-Tauhid, beliau berkata:

ومقتضى شهادة أن محمدًا رسول الله طاعتهُ وتصديقُهُ وترك ما نهى عنه والاقتصار على العمل بسنته وترك ما عداها من البدع والمحدثات وتقديم قوله على قول كل أحد

“Konsekuensi syahadat anna Muhammad Rasulullah yaitu mentaatinya, membenarkannya, meninggalkan apa yang dilarangnya, mencukupkan diri dengan mengamalkan sunnahnya, dan meninggalkan yang lain dari hal-hal bid’ah dan muhdatsat (baru), serta mendahulukan sabdanya di atas segala perkataan manusia.”[1]

Dari perkataan asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah diatas, setidaknya konsekuensi syahadat risalah itu ada enam hal, yaitu:

1. Menta’ati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Menta’ati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam segala perkara merupakan konsekuensi dari syahadat risalah. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan ulil amri di antara kamu.”[2]

2. Membenarkan segala perkataan dan perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Membenarkan segala perkataan dan perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam baik berupa kabar ghaib mengenai masa lalu, saat ini maupun yang akan datang. Semua perkataan dan perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah benar dan bukan sesuai dengan kehendak hawa nafsu beliau, akan tetapi semuanya di bawah bimbingan wahyu. Maka sebagai konsekuensi dari syahadar risalah adalah membenarkan segala perkataan dan perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.”[3]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَلاَ تَأْمَنُونِي وَأَنَا أَمِينُ مَنْ فِي السَّمَاءِ ! يَأْتِينِي خَبَرُ السَّمَاءِ صَبَاحًا وَمَسَاءً

“Tidakkah kalian mempercayai aku, padahal aku kepercayaan dari (Allah) yang Berada di atas langit. Datang kepadaku khabar langit pagi dan sore.”[4]

3. Meninggalkan segala yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang terhadap suatu perkara, maka wajib bagi kita untuk meninggalkan perkara yang dilarang tersebut sebagai konsekuensi dari syahadat risalah. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.”[5]

4. Mencukupkan diri dengan mengamalkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Begitu banyak sunnah-sunnah yang telah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan kepada umatnya, maka mencukupkan diri dengan mengamalkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah ada tanpa menginovasi dengan menambah atau menguranginya merupakan konsekuensi dari syahadat risalah. Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu berkata:

عليكم بالسبيل والسنّة فإنه ليس من عبد على سبيل وسنّة ذكر الرحمن عز وجل ففاضت عيناه من خشية الله عز وجل فتمسّه النار وليس من عبد على سبيل وسنّة ذكر الرحمن فاقشعر جلده من مخافة الله عز وجل الا كان مثله كمثل شجرة يبس ورقها فبينما هي كذلك إذ اصابها الريح فتحاتت عنها ورقها والا تحاتت عنه ذنوبه كما تحات عن هذه الشجرة ورقها وان اقتصادا في سبيل الله وسنته خير من اجتهاد في خلاف في سبيل الله وسنته فانظروا اعمالكم فإن كانت اجتهادا او اقتصادا أن تكون على منهاج الانبياء وسنتهم

“Berpegang teguhlah pada sunnah. Tidaklah seorang hamba berada di atas sunnah dalam keadaan mengingat Allah, lalu kulitnya merinding karena rasa takut kepada-Nya, melainkan dosa-dosanya akan berguguran sebagaimana daun kering berguguran dari pohonnya. Dan tidaklah seorang hamba berada di atas sunnah sedang mengingat Allah dalam keadaan bersendirian, lalu kedua matanya meneteskan air mata karena takut kepada-Nya, melainkan api neraka tidak akan menjamahnya selamanya. Mencukupkan diri dengan sunnah itu lebih baik daripada bersungguh-sungguh dalam bid’ah (perkara yang menyelisihi sunnah). Oleh karena itu, berusahalah agar amalan kalian, baik yang ringan maupun yang berat, berdasarkan manhaj dan sunnah para nabi.”[6]

5. Meninggalkan segala perbuatan Bid’ah

Bid’ah merupakan suatu metode di dalam beragama yang di ada-adakan menyerupai syari’at, dengan maksud untuk mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala sedangkan tidak ada padanya dalil syar’i yang shahih dalam asal atau tata cara pelaksanaannya. Maka ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan kepada kita seluruh perkara dalam agama ini, haram bagi kita untuk mengadakan sesuatu yang baru (bid’ah)  di dalam agama ini, karena jika demikian maka sama saja kita telah menganggap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhianat karena tidak menyampaikan seluruh risalah-Nya. al-Imam Malik bin Anas rahimahullah berkata:

من ابتدع في الاسلام بدعه يراها حسنه فقد زعم ان محمدا صلى الله عليه وسلم خان الرسالة لان الله يقول اليوم أكملت لكم دينكم فما لم يكن يومئذ دينا فلا يكون اليوم دينا

“Barangsiapa yang berbuat bid'ah dalam Islam dan dia menganggapnya hasanah (baik), maka sungguh dia telah menuduh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengkhianati risalah. Karena Allah telah berfirman: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu.” Jika suatu perkara yang pada saat ayat ini diturunkan bukan termasuk bagian dari agama, maka sekarang pun bukanlah termasuk bagian dari agama.”[7]

6. Mendahulukan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas segala perkataan manusia

Konsekuensi terakhir dari syahadat risalah adalah wajib mendahulukan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diatas segala pendapat dan ucapan manusia. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”[8]

al-Imam Malik bin Anas rahimahullah berkata:

كل يُؤخذ من كلامه ويُرد إلا صاحب هذا القبر

“Setiap kita bisa diterima dan juga ditolak perkataannya, kecuali perkataan dari penghuni kubur ini (yakni Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam).”[9]

Maksud perkataan al-Imam Malik bin Anas rahimahullah di atas adalah bahwa setiap perkataan seseorang jika perkataan tersebut menyelisihi perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam walaupun perkataan tersebut baik menurut pendapat kita, maka wajib bagi kita meninggalkan perkataan seseorang tersebut dan mendahulukan perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Demikian penjelasan mengenai konsekuensi syahadat risalah. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memudahkan kita dalam memahami dan mengamalkannya. Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ


[1] Aqidah at-Tauhid, hal. 51
[2] QS. an-Nisa’ [4] : 59
[3] QS. al-Hasyr [59] : 7
[4] HR. al-Bukhari no. 4351 dan Muslim no. 1064
[5] QS. al-Hasyr [59] : 7
[6] Hilyah al-Auliya’, Juz 1 hal. 253
[7] al-I'tisham, Juz 1 hal. 49
[8] QS. al-Hujurat [49] : 1
[9] al-Maqashid al-Hasanah, hal. 513


Referensi

  • al-Qur’an al-Kariim
  • al-Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ism’ail al-Ju’fi al-Bukhari. Shahih al-Bukhari. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • al-Imam Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi. Shahih Muslim. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
  • al-Imam Abu Ishaq Ibrahim bin Musa bin Muhammad al-Lakhmi asy-Syathibi al-Gharnathi. al-I’tisham. al-Maktabah at-Tijarah al-Kubra Mesir.
  • al-Imam Abu Nu’aim Ahmad bin ‘Abdullah al-Ashfahani. Hilyah al-Auliya’ wa Thabaqat al-Ashfiya’. 1416 H. Dar al-Fikr Beirut.
  • asy-Syaikh Muhammad ‘Abdurrahman as-Sakhawi. al-Maqashid al-Hasanah fii Bayan Katsir min al-Ahadits al-Musytaharah ‘alaa al-Alsinah. 1405 H. Dar al-Kitab al-‘Arabi Beirut.
  • asy-Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan. ‘Aqidah at-Tauhid wa Bayan Maa Yudhadduha au Yanqushuha min asy-Syirk al-Akbar wa al-Ashghar wa at-Ta’thil wa al-Bida’ wa Ghair Dzalik. 1434 H. Maktabah Dar al-Minhaj Riyadh.

0 Comment for "Konsekuensi Syahadat Risalah"

Rasulullah bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top