“Barangsiapa
yang mati dalam keadaan mengetahui bahwa tidak ada tuhan yang berhak diibadahi
kecuali Allah, niscaya dia akan masuk surga.” (HR. Muslim no. 26)
Melanjutkan pembahasan mengenai Syahadat Tauhid. Pada kesempatan kali ini
penulis akan membahas mengenai syarat-syarat Syahadat Tauhid. Para ulama Ahlus
Sunnah menjelaskan bahwasanya kalimat لا إله
إلا الله itu memiliki syarat-syarat
dimana jika seseorang tidak mengamalkan salah satu darinya maka dia belum
mengamalkan kalimat لا إله إلا الله. Kalimat لا إله إلا الله memiliki tujuh syarat,
yaitu:
1. al-‘Ilmu (العلم), maksudnya adalah mengetahui, mengilmui dan memahami makna dan rukun لا إله إلا الله dengan benar. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا
إِلَهَ إِلاَّ اللَّه
“Maka ketahuilah, bahwa tidak ada tuhan (yang
berhak diibadahi) selain Allah.”[1]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ
أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّة
“Barangsiapa yang mati dalam keadaan mengetahui
bahwa tidak ada tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah, niscaya dia akan
masuk surga.”[2]
Jika
seandainya seseorang tidak mengetahui, mengilmui dan memahami makna serta rukun
kalimat لا إله إلا الله, maka tidak bermanfaat syahadat
yang telah diucapkannya.
2.
al-Yakin (اليقين), maksudnya adalah meyakini
dengan sebenar-benarnya tanpa keraguan sedikitpun kebenaran makna dan rukun
kalimat لا إله إلا الله. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ
وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu.”[3]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللَّهُ وَأَنِّى رَسُولُ اللَّهِ لاَ يَلْقَى اللَّهَ بِهِمَا عَبْدٌ
غَيْرَ شَاكٍّ فِيهِمَا إِلاَّ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah
dan aku adalah utusan Allah. Tidaklah seorang hamba bertemu dengan Allah sambil
membawa dua kalimat syahadat tersebut tanpa ragu kecuali pasti dia akan masuk
surga.”[4]
3. al-Qabul (القبول), maksudnya adalah menerima dengan sepenuh jiwa konsekuensi kalimat لا إله إلا الله berupa penetapan bahwa hanya
Allah subhanahu wa ta’ala saja
sesembahan yang hak untuk diibadahi, tidak ada penolakan sedikitpun baik dengan
hati, lisan dan juga perbuatan. Penolakan terhadap kalimat لا إله إلا الله adalah sifat dari orang-orang
musyrik, sebagaimana firman Allah subhanahu
wa ta’ala:
إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا
قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ وَيَقُولُونَ أَئِنَّا
لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ
“Sesungguhnya mereka kaum musyrikin
itu apabila dikatakan kepada mereka: “(Ucapkanlah) Laa ilaaha illallah”, mereka
menyombongkan diri seraya berkata: “Apakah kita
harus meninggalkan sesembahan-sesembahan kita hanya karena ucapan penyair yang
gila ini?”[5]
4. al-Inqiyad (الإِنقياد), maksudnya adalah tunduk dan patuh secara lahir dan batin dengan
mengamalkan makna serta rukun لا إله إلا الله yaitu hanya beribadah kepada
Allah subhanahu wa ta’ala saja dan
menjauhi segala peribadatan kepada selain-Nya, disertai dengan melaksanakan segala
perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ
إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى
“Dan
barangsiapa yang berserah diri (tunduk dan patuh) kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat
kebaikan, maka sesungguhnya dia telah
berpegang kepada buhul (tali) yang kokoh.”[6]
5. ash-Shidq (الصدق), maksudnya adalah jujur, yaitu kejujuran yang meniadakan kedustaan.
Seseorang yang mengucapkan لا إله إلا الله diwajibkan jujur di dalam
hatinya, sesuai antara lisan dengan hatinya. Jika seseorang mengucapkan لا إله إلا الله namun hanya di mulut saja namun
di dalam hatinya justru mendustakan, maka dia termasuk dalam golongan
orang-orang munafik. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ
لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ
“Apabila
orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: “Kami mengakui, bahwa engkau adalah Rasul Allah”.
Dan Allah mengetahui bahwa engkau benar-benar
Rasul-Nya, dan Allah menyaksikan bahwa orang-orang munafik itu benar-benar pendusta.”[7]
Rasulullah shalallahu
‘alahi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ إِلاَّ حَرَّمَهُ
اللَّهُ عَلَى النَّارِ
“Tidaklah
seseorang itu bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan
Muhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya, dia mengucapkannya dengan jujur dari
lubuk hatinya, melainkan pasti Allah mengharamkan neraka atasnya.”[8]
6. al-Ikhlas (الخلاص), maksudnya adalah ikhlas meniadakan kesyirikan, kemunafikan, riya dan
sum’ah. Ikhlas membersihkan amalan-amalan dengan membersihkan atau memurnikan
niat dari seluruh kotoran dari dalam hati semata-mata hanya karena Allah subhanahu wa ta’ala, bukan karena maksud
dan tujuan lain. Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman:
فَاعْبُدِ اللَّهَ
مُخْلِصاً لَهُ الدِّينَ أَلا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ
“Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya. Ingatlah, hanya milik Allah agama yang murni (bersih dari
syirik).”[9]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ
مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ
“Orang yang
paling berbahagia dengan syafa’atku pada hari kiamat adalah orang yang
mengucapkan Laa ilaaha illallah dengan ikhlas dari hatinya atau dirinya.”[10]
7. al-Mahabbah (المحبة), maksudnya adalah cinta yaitu mencintai kalimat tauhid berserta
konsekuensinya berupa pemurnian ibadah hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan pengingkaran kepada Thaghut. Cinta kepada
Allah dan Rasul-Nya sendiri merupakan ibadah yang sangat agung dan merupakan
bagian dari keimanan dimana dikatakan seseorang tidaklah sempurna keimanannya
hingga dia mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi cintanya kepada yang lain.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ
يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ
وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
“Dan diantara
manusia ada yang menjadikan tandingan-tandingan (sekutu) selain Allah yang dia
cintai layaknya mencintai Allah. Sedangkan orang-orang yang beriman, sangat
mencintai Allah diatas segala-galanya).”[11]
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ
فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ
سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Barangsiapa
ingkar kepada thaghut dan beriman
kepada Allah, maka sungguh dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus, dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”[12]
Selain itu, seseorang
yang telah bersyahadat maka wajib baginya memberikan al-wala’ dan al-bara’
atas dasar syahadatnya. Yaitu berwala’ kepada Ahli Tauhid dan berwara’ kepada
Ahli Syirik. Wallahu a’lam. Semoga
bermanfaat.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
Referensi
- al-Qur’an al-Kariim
- al-Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ism’ail al-Ju’fi al-Bukhari. Shahih al-Bukhari. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
- al-Imam Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi. Shahih Muslim. 1419 H. Bait al-Afkar ad-Dauliyyah Riyadh.
0 Comment for "Syarat Syahadat Tauhid"