Alasan Maulid Nabi Dikategorikan Bid'ah

Waspadalah kalian dari perkara-perkara baru (dalam agama) karena sesungguhnya semua bid’ah itu sesat.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)


Segala puji hanyalah milik Allah. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah. Wa ba’du.

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah, di bulan Rabi’ul Awwal ini, banyak kaum muslimin yang merayakan maulid Nabi. Telah banyak pula tulisan yang menjelaskan bahwa perayaan maulid tidak ada tuntunannya di dalam Islam. Dengan memohon pertolongan Allah, sedikit bahasan ini akan memaparkan alasan mengapa maulid dikategorikan sebagai bid’ah sehingga tidak seyogyanya seorang muslim merayakannya. Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua.

Pengertian ringkas Bid’ah

Bid’ah secara lughah atau bahasa berarti muhdats atau menciptakan sesuatu atau mengawali penciptaan sesuatu. Sedangkan secara istilah Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud dengan bid’ah adalah setiap perbuatan yang diada-adakan dalam agama yang tidak ada dalil yang menunjukkan disyari’atkannya perbuatan tersebut” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2/127)

Berdasarkan pengertian di atas, maka ada dua poin penting yang dapat diambil :

  • Bid’ah hanya berkaitan dengan masalah agama
  • Bid’ah adalah perbuatan yang tidak ada dasarnya dalam agama.

Mengapa maulid dikategorikan sebagai Bid’ah?

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah, tentu bagi saudara kita yang merayakannya, maulid adalah ibadah dan perayaan yang sangat agung yang dapat mendatangkan keridhoan Allah ta’ala dan syafa’at Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maulid Nabi adalah perayaan yang rutin digelar setiap tahunnya sehingga maulid Nabi termasuk hari ‘ied dimana banyak dari kaum muslimin berkumpul di hari tersebut.

Definisi ‘ied

Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan, “’Ied adalah istilah yang diambil karena berulangnya sesuatu untuk sebuah perkumpulan besar. Bisa jadi yang berulang adalah tahun, pekan, bulan, atau semisalnya” (Fathul Majid, hal. 267)

Dengan demikian, maulid dapat dikategorikan sebagai hari ‘ied berdasarkan pengertian di atas karena kesesuaian sifat-sifatnya, sama-sama rutin dan sama-sama merupakan perkumpulan besar kaum muslimin.

Penentuan ibadah atau hari ‘ied kaum muslimin membutuhkan dalil

Akan tetapi, untuk menentukan suatu hari itu adalah ‘ied atau bukan maka membutuhkan dalil dari Al Qur’an atau As Sunnah.

Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Tidaklah disyari’atkan bagi kaum muslimin untuk menjadikan (suatu hari sebagai) ‘ied kecuali yang ditetapkan oleh syari’at sebagai hari ‘ied. Hari ‘ied (yang ditetapkan syari’at) tersebut adalah ‘iedul fithri, ‘iedul adha, hari-hari tasyrik dimana ketiga ‘ied tersebut adalah ‘ied tahunan, serta hari jum’at dimana hari jum’at adalah ‘ied pekanan. Selain dari hari-hari ‘ied tersebut, maka menetapkan suatu hari sebagai hari ‘ied yang lain adalah kebid’ahan yang tidak ada asalnya dalam syari’at” (Latha-if Al Ma’arif, hal. 228)

Adakah dalil dianjurkannya maulid?

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah, sayangnya tidaklah kita temukan satu dalil pun yang menunjukkan disyari’atkannya maulid Nabi setelah sempurnanya Islam. Tidak ada hadits Nabi, riwayat sahabat, serta ucapan 4 imam mazhab yang menunjukkan dianjurkannya merayakan maulid Nabi.

Kesimpulan hukum maulid

Oleh karena itulah, dengan melihat definisi bid’ah di atas serta melihat penjelasan tentang ‘ied sebelumnya, maka yang dapat kita simpulkan adalah : Maulid adalah sebuah perayaan rutin (‘ied) yang tidak memiliki landasan sama sekali dalam agama sehingga tergolong perbuatan baru yang diada-adakan.

Inilah alasan pokok mengapa maulid dikategorikan sebagai Bid’ah. Maulid adalah perkara baru dalam agama yang tidak ada dasarnya sama sekali, sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

و إياكم و محدثات الأمور فإن كل بدعة صلالة

“Waspadalah kalian dari perkara-perkara baru (dalam agama) karena sesungguhnya semua bid’ah itu sesat.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi, beliau berkata : “hadits ini hasan shahih”)

Terdapat kemiripan dengan perayaan orang kafir

Selain tidak memiliki landasan agama, perayaan maulid Nabi juga menyerupai perayaan yang diadakan oleh orang nasrani yang merayakan hari kelahiran Nabi ‘Isa ‘alaihis salam sehingga dikategorikan sebagai Bid’ah.

Imam As-Suyuthi rahimahullah berkata, “Termasuk ke dalam perbuatan bid’ah yang mungkar adalah : menyerupai orang kafir dan menyamai mereka dalam hari raya mereka dan perayaan mereka yang terlaknat sebagaimana yang dilakukan banyak orang awam dari kaum muslimin yang turut serta dalam perayaan orang nasrani pada Khamis al Baydh1 dan lainnya” (Al-Amru bil Ittiba’, hal. 141, dinukil dari ‘Ilmu Ushul Al-Bida’, hal. 80)

Mungkin saja Nabi dan para sahabat melakukannya jika mau

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah, akan semakin menambah keyakinan kita untuk mengatakan bahwa maulid adalah Bid’ah jika melihat perkataan Ibnu Taimiyyah berikut ini.

Beliau rahimahullah berkata, “Sesungguhnya para salaf tidak merayakannya (maulid Nabi) padahal ada faktor pendorong untuk merayakannya dan juga tidak ada halangan untuk merayakannya. Seandainya perbuatan itu isinya murni kebaikan, atau mayoritas isinya adalah kebaikan, niscaya para salaf radhiallahu ‘anhum lebih berhak untuk merayakannya. Karena mereka adalah orang yang lebih besar kecintaannya dan pengagungannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dibandingkan kita. Mereka -para salaf- lebih semangat untuk berbuat kebaikan” (lihat Iqtidha Shirathil Mustaqim, 2/612-616, dinukil dari Al-Bida’ Al-Hauliyah, hal. 198)

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah, seandainya Rasulullah, para sahabat, tabi’in, maupun 4 imam mazhab mau merayakan maulid Nabi, tentu mudah bagi mereka untuk merayakannya. Faktor pendorong merayakan maulid sudah ada, yakni kecintaan mereka kepada Nabi yang teramat besar, ditambah lagi tidak ada faktor yang menghalangi mereka untuk merayakannya. Namun, mengapa mereka tidak merayakannya? Apa sih susahnya maulidan? Hal ini semata karena keyakinan mereka bahwa maulid bukanlah ajaran Rasul yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Penutup

Sebagai penutup, marilah sejenak kita renungi bersama kisah berikut ini.

Suatu ketika, Sa’id Ibnul Musayyib rahimahullah melihat seseorang yang shalat lebih dari 2 raka’at setelah terbitnya fajar. Orang tersebut memperbanyak ruku’ dan sujud. Kemudian beliau melarang orang tersebut meneruskan shalatnya. Orang tersebut pun berkata, “Hai Abu Muhammad (panggilan Sa’id Ibnul Musayyib)! Apakah Allah akan menyiksa aku karena shalatku?” Beliau menjawab, “Tidak, akan tetapi Allah akan menyiksamu karena kamu menyelisihi sunnah!”

Syaikh Al-Albani berkomentar, “Ini adalah jawaban yang sangat indah dari Sa’id Ibnul Musayyib rahimahullahu ta’ala. Jawaban ini adalah senjata ampuh bagi orang yang gemar berbuat bid’ah yang menganggap baik banyak bid’ah dengan alasan isinya adalah zikir dan shalat! Merekapun mengingkari ahlus sunnah dengan memanfaatkan alasan tersebut. Mereka menuduh bahwa ahlus sunnah mengingkari zikir dan shalat! Padahal sejatinya, yang mereka ingkari adalah penyelisihan mereka terhadap sunnah dalam berzikir, shalat, dan sejenisnya” (Irwa-ul Ghalil, 2/236, dinukil dari ‘Ilmu Ushul Al-Bida’, hal. 71-72)

Itulah kaum muslimin yang dimuliakan Allah, yang ahlussunnah ingkari bukanlah zikir dan shalat itu sendiri, akan tetapi penyelisihan terhadap sunnah itulah yang menjadi poin penting pembahasan ini. Bagaimana tidak? Menyelisihi sunnah berarti menyelisihi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal Allah ta’ala memerintahkan kita semua untuk selalu meneladani beliau. Semoga Allah Subhaanahu wa ta’ala memberi petunjuk kepada kita semua dan membimbing kita untuk senantiasa berpegang kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Ya Allah, kami memohon kepada-Mu hidayah, ketakwaan, kehormatan, dan kecukupan. Sesungguhnya Engkau adalah Dzat Yang Maha Mendengar lagi Mengabulkan do’a

Semoga shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah. Wallahu a’lam.

0 Comment for "Alasan Maulid Nabi Dikategorikan Bid'ah"

Rasulullah bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top