“Barangsiapa
membuat hal yang baru dalam agama ini, yang bukan bagian dari agama maka dia
tertolak.” (HR. Al-Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)
Fenomena
rebo wekasan, bukan hanya terjadi di tanah air. Karena ternyata, kaum muslimin
di belahan dunia lain juga turut meributkan rebo bulan safar. Rebo Wekasan (Rebo
Pungkasan) dalam bahasa Jawa, ‘Rebo’ artinya hari Rabu, dan ‘Wekasan’
atau ‘pungkasan’ artinya terakhir. Kemudian istilah ini dipakai untuk
menamai hari Rabu terakhir pada bulan Safar.
Ada apa dengan
rebo wekasan?
Mereka
yang perhatian dengan rebo wekasan berkeyakinan bahwa setiap tahun akan turun
320.000 balak, musibah, atau bencana, dan itu akan terjadi pada hari Rabu
terakhir bulan Safar.
Karena
keyakinan ini, sebagian orang menghimbau untuk melakukan bentuk ibadah khusus
pada hari itu. Terutama orang syiah. Di berbagai forum online, mereka sangat
antusias membicarakan rebo wekasan ini. Tidak lupa mereka sebutkan sederet
amalan sebagai upaya tolak balak, yang sama sekali tidak pernah dicontohkan
dalam islam.
Di
antara amalan tersebut adalah mengerjakan shalat empat raka’at dengan satu kali
salam, dalam rangka tolak balak. Shalat ini dikerjakan pada waktu dhuha atau
setelah terbit matahari. Pada setiap raka’at membaca surat Al-Fatihah kemudian
surat Al-Kautsar 17 kali, surat Al-Ikhlas 50 kali, Al-Mu’awwidzatain (Al-Falaq
dan An-Nas) masing-masing satu kali. Ketika salam membaca surat Yusuf ayat 21
yang berbunyi:
وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ
أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ.
“Dan
Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada
mengetahuinya.” (QS. Yusuf [12] : 21)
Ayat ini
dibaca sebanyak 360 kali.
Kemudian
ditambah dengan Jauharatul Kamal tiga kali dan ditutup dengan bacaan berikut:
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا
يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Maha
Suci Tuhanmu Yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan. Dan
kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul. Dan segala puji bagi Allah Tuhan
seru sekalian alam.” (QS. Ash-Shaffat [37] : 180-182)
Kegiatan
ini dilanjutkan dengan memberikan sedekah makanan kepada fakir miskin. Tidak
cukup sampai di situ, ada juga yang menyuruh untuk membuat rajah-rajah dengan
model tulisan tertentu pada secarik kertas, kemudian dimasukkan ke dalam sumur,
bak kamar mandi, atau tempat-tempat penampungan air lainnya.
Mereka
berkeyakinan, siapa yang melakukan ritual tersebut pada rebo wekasan, dia akan
terjaga dari segala bentuk musibah dan bencana yang turun ketika itu.
Sumber
Referensi yang kami jumpai yang membahas masalah ini adalah kitab Kanzun Najah
karya Abdul Hamid bin Muhammad Ali Quds. Salah satu tokoh sufi, murid Zaini
Dahlan. Dalam buku tersebut, dia menyatakan di pasal: Hal-hal yang Dianjurkan
ketika bulan safar:
اعلم…أن مجموع الذي نقل من كلام الصالحين
كما يعلم مما سيأتي أنه ينزل في آخر أربعاء من صفر بلاء عظيم، وأن البلاء الذي يفرِّق
في سائر السنة كله ينزل في ذلك اليوم، فمن أراد السلامة والحفظ من ذلك فليدع أول يوم
من صفر، وكذا في آخر أربعاء منه بهذا الدعاء؛ فمن دعا به دفع الله سبحانه وتعالى عنه
شرَّ ذلك البلاء. هكذا وجدته بخط بعض الصالحين
“Ketahuilah
bahwa sekelompok nukilan dari keterangan orang shaleh -sebagaimana nanti akan
diketahui- bahwa pada hari rabu terakhir bulan safar akan turun bencana besar.
Bencana inilah yang akan tersebar di sepanjang tahun itu. Semuanya turun pada
hari itu. Siapa yang ingin selamat dan dijaga dari bencana itu, maka berdoalah
di tanggal 1 safar, demikian pula di hari rabu terakhir dengan doa yang sama.
Siapa yang berdoa dengan kalimat itu maka Allah akan menyelamatkannya dari
keburuhan musibah tersebut. Inilah yang aku temukan dari tulisan orang-orang
shaleh.” Selanjutnya, penulis menyebutkan beberada doa yang dia ajarkan.
(Kanzun Najah, hal. 49)
Sebagai
orang beriman daan meyakini bahwa sumber syariat adalah Al-Quran dan sunah Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentu saja berita semacam ini tidak boleh kita
percaya. Karena kedatangan bencana di muka bumi ini, merupakan sesuatu yang
ghaib dan tidak ada yang tahu kecuali Allah. Satu-satunya cara untuk mengetahui
hal itu adalah melalui wahyu Al-Quran dan sunah. Sementara penulis sama sekali
tidak menyebutkan sumber selain klaim bahwa itu tulisan orang shaleh. Terlebih
tidak ada keterangan dari sahabat maupun ulama masa silam yang menyebutkan hal
ini.
Lajnah
Daimah pernah ditanya tentang ritual rebo wekasan yang dilakukan di akhir
safar. Jawaban yang diberikan:
هذه النافلة المذكورة
في السؤال لا نعلم لها أصلا من الكتاب ولا من السنة، ولم يثبت لدينا أن أحدا من سلف
هذه الأمة وصالحي خلفها عمل بهذه النافلة، بل هي بدعة منكرة، وقد ثبت عن رسول الله
صلى الله عليه وسلم أنه قال من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد. ومن نسب هذه الصلاة
وما ذكر معها إلى النبي صلى الله عليه وسلم أو إلى أحد من الصحابة رضي الله عنهم فقد
أعظم الفرية، وعليه من الله ما يستحق من عقوبة الكذابين. وبالله التوفيق. وصلى
الله على نبينا محمد، وآله وصحبه وسلم
“Amalan
seperti yang disebutkan dalam pertanyaan, tidak kamijumpai dalilnya dalam
Al-Quran dan sunah. Tidak juga kami ketahui bahwa ada salah satu ulama masa
silam dan generasi setelahnya yang mengamalkan ritual ini. Jelas ini adalah
perbuatan bid’ah.” Dan terdapat hadis shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, beliau bersabda:
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد
“Barangsiapa
membuat hal yang baru dalam agama ini, yang bukan bagian dari agama maka dia
tertolak.” (HR. Al-Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)
Siapa
yang beranggapan ritual semacam ini pernah dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam atau pernah dilakukan sahabat radhiyallahu ‘anhum, maka dia telah
melakukan kedustaan yang besar. Dia berhak mendapatkan hukuman sebagaimana
pendusta di sisi Allah. Wa billahit Taufiiq. Wa shallallahu ‘ala muhammadin wa
‘ala aalihi wa shahbihii wa sallam. Allahu a’lam.
Demikianlah penjelasan mengenai
Shalat Rebo Wekasan dan larangan akannya. Semoga bermnanfaat bagi kita semua.
Aamiin.
0 Comment for "Shalat Rebo Wekasan"