Rasulullah Berdakwah? Ya Iyalah!

“Demi Allah, andai saja mereka bisa meletakkan matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, (lalu mereka minta) agar aku meninggalkan urusan (agama) ini, maka demi Allah, sampai urusan (agama) itu dimenangkan oleh Allah, atau aku binasa di jalannya, aku tetap tidak akan meninggalkannya.” (HR. Ibnu Ishaq dalam Al-Maghazi, Jilid I hal. 284-285 tentang “Sirah Ibnu Hisyam", Sanad Hadits ini Dha’if walaupun Masyhur)


Ikhwah fillah yang dirahmati Allah, saya punya sebuah cerita mengenai akibat dari merebaknya wabah sekulerisme didalam pikiran umat muslim saat ini.

Ceritanya begini, dulu ketika saya bekerja disebuah instansi pemerintahan. Suatu hari karena banyaknya tugas, saya dan kawan-kawan memutuskan bekerja di ruang rapat yang letaknya  dekat dengan meja kerja kami. Saat sedang  bekerja,  ada seorang akhwat berkerudung lebar dan panjang dari bagian lain ikut bergabung bersama kami, karena pada saat itu akhwat tersebut sedang mencari berkas yang hanya ada di bagian kami. Disela-sela pekerjaan, kami (saya, kawan-kawan saya, dan akhwat tersebut) pun berbincang-bincang. Akhwat itu bercerita kepada saya bahwa suami akhwat tersebut adalah seorang HTI (Hizbut Tahrir Indonesia). Dan akhwat tersebut sampaikan bahwa dia sering berselisih paham dengan suaminya. Akhwat itu beralasan bahwa dia melihat anggota HTI  ada yang individualis, jika ada seorang anggotanya memerlukan bantuan ada saja yang tidak turun tangan menolong. Dan akhwat itu sampaikan pula, “Jika ingin mengajak orang lain baik, benahi dulu organisasi sendiri, wong kalian aja ada temen yang susah ndak dibantu. Apalagi ngajak orang untuk mendirikan khilafah.”

Tapi bukan ini pokok pembahasan yang akan saya sampaikan. Tetapi pokok pembahasannya adalah setelah ini.

Akhwat itu pun melanjutkan, “Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam saja tidak pernah mengajak orang masuk Islam kok.”

Kuping saya sontak merasa tersengat mendengar kalimat itu. Berbagai pertanyaan bagai ingin langsung mendesak keluar untuk saya pertanyakan kepada Akhwat tersebut agar dia menjelaskan kenapa dia bisa berkata demikian. Tapi hanya satu pertanyaan  yang saya sampaikan pada saat itu,

“Mbak, ingat tidak kisah yang menceritakan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar Ash-Shidiq radhiyallahu ‘anhu dipukuli orang Quraisy didekat Ka’bah hingga Abu Bakar pun pingsan, dan ketika sadar, Abu Bakar sudah dirumahnya dan malah berkata, ‘Apakah Rasulullah baik-baik saja?’ Apa mbak ingat kisah itu?”

Akhwat itu pun terdiam sesaat, lalu menjawab, “Saya tidak tahu cerita itu.”

Perlu diketahui teman-teman sekalian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan Islam dan mengajak Islam kepada setiap orang. Dan dalam buku Sirah yang ditulis oleh Syaikh Shafiyyurahman Al-Mubarakfuri rahimahullah, beliau menyampaikan bahwa periode dakwah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dibagi menjadi dua periode, yaitu:

1.    Periode Makkah, berjalan kira-kira selama tiga belas tahun.
2.    Periode Madinah, berjalan selama sepuluh tahun penuh.

Setiap periode memiliki tahapan-tahapan tersendiri, dengan kekhususannya masing-masing, yang berbeda satu sama lain.

Periode Makkah dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu:

1.    Tahapan dakwah secara sembunyi-sembunyi, yang berjalan selama tiga tahun.
2.   Tahapan dakwah secara terang-terangan ditengah penduduk Makkah, yang dimulai sejak tahun keempat dari nubuwah hingga akhir tahun kesepuluh.
3.   Tahapan dakwah diluar Makkah dan penyebarannya, yang mulai dari tahun kesepuluh dari nubuwah hingga hijrah ke Madinah.

Dari melihat penjelasan singkat periode dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Makkah yang disampaikan oleh Syaikh Shafiyyurahman Al-Mubarakfuri rahimahullah saja kita mendapatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan Islam secara sembunyi-sembunyi dan secara terang-terangan. Dan keduanya memiliki arti dan makna penjelasan yang sama, yaitu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak setiap orang yang ada di Makkah pada saat itu kepada Islam. Hal itulah yang menyebabkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadapi berbagai macam pertentangan dari kafir quraisy di Makkah. Dan ada sebuah kisah yang amat sangat menciutkan hati, yakni saat Waraqah, anak dari paman Khadijah radhiyallahu ‘anha, menyampaikan suatu kabar ketika wahyu pertama kali turun kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam amat ketakutan, lalu pulang menemui Khadijah radhiyallahu ‘anha seraya bersabda, “Selimutilah aku, selimutilah aku!” Maka  beliau diselimuti hingga badan beliau tidak lagi menggigil layaknya terkena demam.

“Apa yang terjadi kepadaku?” Beliau bertanya kepada Khadijah radhiyallahu ‘anha. Maka dia  memberitahukan apa yang baru saja terjadi. Beliau bersabda, “Aku khawatir terhadap keadaan diriku sendiri.”

Khadijah radhiyallahu ‘anha berkata, “Tidak, Demi Allah, Allah sama sekali tidak akan menghinakanmu, karena engkau suka menyambung tali persaudaraan, ikut membawakan beban orang lain, memberi makan orang yang miskin, menjamu tamu dan menolong orang yang menegakkan kebenaran.”

Selanjutnya Khadijah radhiyallahu ‘anha membawa beliau pergi menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul-Uzza. Waraqah adalah seorang Nashrani semasa Jahiliyah. Dia menulis buku dalam bahasa Ibrani dan juga menulis Injil dalam bahasa Ibrani. Dia sudah tua dan buta.

Khadijah radhiyallahu ‘anha berkata kepada Waraqah, “Wahai sepupuku, dengarkanlah kisah dari saudaramu (Rasulullah).”

Waraqah bertanya kepada beliau, “Apa yang pernah engkau lihat wahai saudaraku?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan apa saja yang telah dilihatnya. Akhirnya Waraqah berkata, “Ini adalah Namus yang diturunkan Allah kepada Musa. Andaikan saja aku masih muda pada masa itu. Andaikan saja aku masih hidup tatkala kaummu mengusirmu.”

“Benarkah mereka akan mengusirku?” Beliau bertanya.

“Benar. Tak seorang pun pernah membawa seperti yang engkau bawa melainkan akan dimusuhi. Andaikan aku masih hidup pada masamu nanti, tentu aku akan membantumu secara sungguh-sungguh.” Waraqah meninggal dunia pada saat-saat turun wahyu.

Ini adalah sebuah bukti nyata. Sebuah fakta konkret bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan nyata sekali berdakwah ditengah-tengah masyarakat Makkah pada saat itu. Dan ini menjadi sebuah kabar bahwa dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan semudah yang dibayangkan. Sebuah kabar yang menyampaikan penentangan-penentangan yang keras terhadap dakwah beliau. Tapi sungguh, tak akan menyerah seseorang kecuali ia adalah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau lah Rasulullah. Nabi yang paling mencintai umatnya. Dia lah Rasulullah, meskipun matahari dan bulan terletak dikedua tangan beliau, beliau tak akan pernah meninggalkan dakwah.

وَاللَّهِ لَوْ وَضَعُوا الشَّمْسَ فِي يَمِينِي، وَالْقَمَرَ فِي يَسَارِي عَلَى أَنْ أَتْرُكَ هَذَا الأَمْرَ حَتَّى يُظْهِرَهُ اللَّهُ أَوْ أَهْلِكَ فِيهِ مَا تَرَكْتُهُ

“Demi Allah, andai saja mereka bisa meletakkan matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, (lalu mereka minta) agar aku meninggalkan urusan (agama) ini, maka demi Allah, sampai urusan (agama) itu dimenangkan oleh Allah, atau aku binasa di jalannya, aku tetap tidak akan meninggalkannya.” (HR. Ibnu Ishaq dalam Al-Maghazi, Jilid I hal. 284-285 tentang “Sirah Ibnu Hisyam", Sanad Hadits ini Dha’if walaupun Masyhur)

Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari rahimahullah dari Urwah bin Az-Zubair radhiyallahu ‘anhu. Urwah berkata, “Aku berkata kepada Ibnu Amru bin Al-Ash, ‘Sampaikanlah padaku keadaan paling keras yang dilakukan Quraisy terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Lalu Amru menjawab, “Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di dalam Ka’bah, tiba-tiba muncul Uqbah bin Abu Mu’aith, lalu dia melingkarkan pakaiannya di leher beliau, lalu menjerat beliau dengan tarikan yang keras. Lalu Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu tiba dan langsung mencengkeram pundak  Uqbah serta menyingkirkan dari sisi beliau, seraya berkata, “Apakah kalian tega membunuh seorang yang mengatakan, ‘Rabb-ku adalah Allah’?”

Coba perhatikan, yang mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengajak orang masuk islam tadi adalah seorang akhwat yang berkerudung lebar dan berhijab rapih. Sedih sekali saya melihat kenyataan itu. Inilah akibat sekulerisme, dampaknya sampai masuk kedalam diri muslimah-muslimah. Terkadang, orang sekuler itu menghalang-halangi orang yang ingin mendakwahkan Islam, dan sedihnya mereka itu muslim, tetapi bukannya ikut dalam jamaah dakwah dan mendakwahkan Islam tetapi malah mencegah umat dari Islam. Mereka sering katakan, “Jangan terlalu sering belajar agama yang ekstrim-ekstrim mas, nanti kaya NII lho!” , “Belajar agama itu yang biasa-biasa aja, jangan terlalu!”

Tidak cukup sampai disitu, sekulerisme meracuni cara berpikir umat zaman sekarang, hingga membuat umat menganggap enteng praktek korupsi. Karena sekulerisme itu kan memisahkan antara kehidupan agama dan dunia, kalau di masjid ya ikut agama, kalau di tempat kerja ya ikut peraturan pimpinan, yang berarti dunia. Maka orang-orang sekuler itu merasa santai aja ngambil duit yang bukan haknya. Ngga takut sama Allah, padahal Allah itu ngga cuma lihat dimasjid, tapi juga lihat dia pas korupsi dikantor!

Lucunya dikantor saya, ketika saya menolak untuk melakukan praktek kotor itu saya di katakan masih polos. Lalu ketika saya menolak melakukan hal-hal menyimpang saya juga di katakan masih polos. Yang terpikir oleh saya ketika di katakan begitu adalah, “Berarti yang melakukan dosa itu ngga polos? Udah dewasa? Ngga kebalik tuh?”

Sekulerisme itu menciptakan pribadi-pribadi manusia yang mengukur segala sesuatunya dari kacamata dunia. Dia tidak mencari ketenangan hidup melalui ridho Allah tetapi melalui dunia. Maka hadirlah pribadi-pribadi yang mengharapkan ridho manusia, mencari penghargaan manusia, dan kemulian dari manusia. Dengan harapan bahwa nantinya dia bisa mendapatkan penghormatan berlebih dari manusia. Tapi sejatinya orang-orang sekuler ini telah salah total, karena seseorang yang megharapkan dihargai oleh manusia sebenarnya tak akan pernah dihargai. Begitu pula jika mengharapkan kemuliaan dari manusia. Karena sesungguhnya penghargaan terbaik dan kemuliaan yang tinggi hanya datang dari Allah subhanahu wa ta’ala Setiap manusia yang bertindak dan berprilaku bertujuan untuk meraih respect dari orang lain tak akan pernah mendapatkannya. Meskipun mendapatkan, itu hanya sekedar basa-basi orang lain saja ketika bertemu dengan dirinya. Hal itu tidak murni, tidak datang dari hati orang-orang. Kenapa bisa begitu?

Karena sikap terbaik yang dilakukan ketika bersama-sama dengan manusia adalah karena Allah. Karena Allah memerintahkan demikian atau karena Allah melarang demikian. Jika bertindak baik janganlah berharap orang lain akan memuji. Jika bersedekah janganlah mengharapkan orang lain berpikir kita dermawan. Karena ujian bagi keikhlasan adalah pujian.  Dan apa yang orang katakan mengenai diri kita tidak akan membuat kita terlepas dari perhitungan Allah. Karena Allah mengetahui segala sesuatu. Allah tahu siapa kita sebenarnya. Dan apa yang kita yakini mengenai Allah dan Rasul-Nya lah yang akan menentukan hidup kita di dunia dan akhirat.

Sesungguhnya ketika seseorang bertindak hanya karena Allah. Menjadi orang baik hanya karena Allah. Bersedekah hanya karena Allah. Tak ada keinginanannya yang lebih tinggi selain keinginannya untuk dicintai oleh Tuhan semesta alam. Maka dengan otomatis ia akan dicintai oleh makhluk yang ada dibumi. Jika Allah saja mencintai kita apalagi makhluk-Nya. Iya kan?

Sungguh tidak ada manfaat apapun selama kita mengikuti paham sekulerisme.

0 Comment for "Rasulullah Berdakwah? Ya Iyalah!"

Rasulullah bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top