“Jika
anak cucu Adam memiliki dua lembah penuh dengan harta, pasti dia akan mencari
lembah harta ketiga. Tidak ada yang bisa memenuhi perut anak Adam, selain
tanah.” (HR. Al-Bukhari no. 6436 dan Muslim no. 2462)
Galau...
Sebuah kata yang sering terucap ketika seseorang merasa perasaannya sedang tak
karuan. Kita pun pasti pernah merasakan apa yang namanya galau ini. Pada
dasarnya kegalauan adalah salah satu sifat manusia. Definisi galau pun hingga
saat ini sangatlah tidak jelas karena hal ini berdasarkan apa yang dirasakan
oleh hati dan pikiran. Bahkan kadangkala dalam mendefinisikan makna galau, para
ahli tata bahasa sendiri mengalami kegalauan. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia), galau adalah kacau tidak karuan (pikiran). Namun penjelasan makna
galau ini masih bersifat umum, padahal seseorang yang sedang galau tidak hanya
kacau pada pikirannya saja akan tetapi dapat kacau pula dalam hatinya. Ya,
galau. Siapa saja dapat mengalaminya mulai dari anak-anak yang masih polos,
remaja ABG, orang tua bahkan hingga seorang yang telah berusia senja.
Secara
fitrah, manusia memiliki berbagai macam karakter yang berbeda-beda, setiap
manusia memiliki obsesi dan juga harapan. Dan salah satu sifat dasar dari
manusia adalah rakus atau tamak. Ironinya, sifat rakus atau tamak ini justru
selalu berkembang setiap saat sebagaimana yang dinyatakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:
لَوْ
كَانَ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لاَبْتَغَى ثَالِثًا ، وَلاَ يَمْلأُ
جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ
“Jika anak cucu Adam memiliki dua lembah penuh dengan
harta, pasti dia akan mencari lembah harta ketiga. Tidak ada yang bisa memenuhi
perut anak Adam, selain tanah.” (HR. Al-Bukhari no. 6436 dan Muslim no. 2462)
Maksud
hadits di atas adalah bahwasanya manusia itu tidak akan pernah berhenti
mengejar obsesinya selama dia hidup dan yang dapat menghentikannya hanyalah
kematian.
Dalam
sebuah riwayat yang shahih dijelaskan bahwa Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu pernah menyeritakan penjelasan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam tentang tabiat
manusia, beliau radhiyallahu ‘anhu berkata:
خَطَّ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا مُرَبَّعًا، وَخَطَّ خَطًّا
فِي الْوَسَطِ خَارِجًا مِنْهُ، وَخَطَّ خُطَطًا صِغَارًا إِلَى هَذَا الَّذِي فِي
الْوَسَطِ مِنْ جَانِبِهِ الَّذِي فِي الْوَسَطِ، وَقَالَ: هَذَا الْإِنْسَانُ،
وَهَذَا أَجَلُهُ مُحِيطٌ بِهِ، أَوْ قَدْ أَحَاطَ بِهِ، وَهَذَا الَّذِي هُوَ
خَارِجٌ أَمَلُهُ، وَهَذِهِ الْخُطَطُ الصِّغَارُ الْأَعْرَاضُ، فَإِنْ أَخْطَأَهُ
هَذَا نَهَشَهُ هَذَا، وَإِنْ أَخْطَأَهُ هَذَا نَهَشَهُ هَذَا
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah membuat bangun segi empat, lalu
beliau membuat garis lurus di tengahnya yang menembus bangun segi empat itu.
Kemudian beliau membuat garis kecil-kecil menyamping diantara garis tengah itu.
Lalu beliau bersabda: “Ini manusia. Dan ini ajalnya, mengelilinginya. Dan
garis yang menembus bangun ini adalah obsesinya. Sementara garis kecil-kecil
ini adalah rintangan hidup. Jika dia berhasil mengatasi rintangan pertama, dia
akan tersangkut rintangan kedua. Jika dia berhasil lolos rintangan kedua, dia
tersangkut rintangan berikutnya.” (HR. Al-Bukhari no. 6417)
Jika kita
memperhatikan, semua manusia mengalami kegalauan dikarenakan tidak ada satu
orang pun manusia yang tahu apa yang akan terjadi pada dirinya di masa depan.
Misalnya, seorang pelajar galau berat disebabkan rasa was-was dalam menghadapi
Ujian Nasional (UN). Dia berfikir, “aduh bagaimana ya kalau nanti saya gak bisa
ngerjain soal-soalnya..... aduh bagaimana ya kalau nanti saya gak lulus UN...
aduh bagaimana ya aduh bagaimana ya...” Pertanyaan rumit yang selalu
bergentayangan dalam pikiran inilah yang akhirnya menyeret seseorang kedalam
kegalauan. Bahkan ironinya tak sedikit orang yang karena tidak sanggup menahan
kegalauan akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidup dengan bunuh diri.
Misalnya seorang pemuda yang ditolak cintanya kemudian dia memikirkan apa yang
terjadi dengannya di masa depan jika hidup tanpa sang pujaan hati, karena
pikiran itu terus menghantui dirinya ditmbah kurangnya iman serta bisikan
setan, maka akhirnya pemuda itu memutuskan mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Na’udzubillahi
min dzalik.
Setiap
manusia memiliki angan-angan dan cita-cita yang tinggi di masa depan, sedangkan
manusia tidak mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan. Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman:
وَمَا
تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا
“Tidak ada satupun jiwa yang
mengetahui apa yang akan dia kerjakan besok.” (QS.
Luqman [31] : 34)
Hal
lain yang membuat kita galau adalah kita selalu memikirkan sesuatu yang belum
pasti, akan tetapi jarang bahkan tidak pernah memikirkan sesuatu yang pasti
yaitu kematian. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
كُلُّ
نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan
merasakan mati.” (QS. Ali Imran [3] : 185)
Al-Hafizh
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud dengan
ayat-ayat di atas adalah setiap orang pasti akan merasakan kematian. Tidak ada
seseorang yang bisa selamat dari kematian, baik ia berusaha lari darinya
ataukah tidak. Karena setiap orang sudah punya ajal yang pasti.” (Tafsir
Al-Qur’an Al-‘Azhim, Jilid 3 hal. 163)
Karena
lalainya kita dalam mengingat kematian maka sering kali kita mengalami
kegalauan, pikiran kacau, bingung dalam menentukan arah hidup, bukanlah
kesalahan. Hampir semua manusia mengalaminya. Yang lebih penting adalah
mengatasi kondisi galau, sehingga tidak sampai menyeret kita kepada jurang
maksiat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah riwayat yang shahih
pernah menjelaskan mengenai hal-hal apa saja yang perlu dilakukan oleh seorang
Muslim untuk mengatasi kegalauan dalam mengarungi beratnya roda kehidupan.
Beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
اِحْرِصْ
عَلَى مَا يَنْفَعُكَ, وَاسْتَعِنْ بِاَللَّهِ, وَلَا تَعْجَزْ, وَإِنْ أَصَابَكَ
شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ: لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا, وَلَكِنْ قُلْ:
قَدَّرَ اَللَّهُ وَمَا شَاءَ فَعَلَ; فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ اَلشَّيْطَانِ
“Bersemangatlah untuk
mendapatkan apa yang manfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah, dan
jangan lemah. Jika kalian mengalami kegagalan, jangan ucapkan, ‘Andai tadi saya
melakukan cara ini, harusnya akan terjadi ini…dst.’ Namun ucapkanlah, ‘Ini
taqdir Allah, dan apa saja yang dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena
berandai-andai membuka peluang setan.” (HR. Ahmad no. 9026,
Muslim no. 6945, Ibnu Hibban no. 5721, dan yang
lainnya)
Dari
hadits di atas, ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk mengatasi rasa
galau.
Pertama,
Sibukkan Diri untuk Selalu Mengerjakan yang Bermanfaat.
Ibnu Al-Qayim Al-Jauziyah rahimahullah berkata:
من
أعظم الأشياء ضرراً على العبد بطالته وفراغه، فإن النفس لا تقعد فارغة، بل إن لم
يشغلها بما ينفعها شغلته بما يضره ولا بد
“Bahaya terbesar yang dialami
seorang hamba, adalah adanya waktu nganggur dan waktu luang. Karena jiwa tidak
akan pernah diam. Ketika dia tidak disibukkan dengan yang manfaat, pasti dia
akan sibuk dengan hal yang membahayakannya.” (Thariq Al-Hijratain, hal. 413)
Perkataan
Ibnu Al-Qayim Al-Jauziyah rahimahullah ini sangatlah mendalam. Tak ada hal
lain yang paling ampuh untuk mengatasi rasa kegalauan selain menyibukan diri
dengan hal yang bermanfaat. Dan seorang muslim pasti tidak akan kesulitan untuk
mencari suatu kegiatan yang bermanfaat. Jika kita belum bisa melakukan kegiatan
yang manfaatnya luas, setidaknya kita dapat menggerakan lisan untuk senantiasa
berdzikir menyebut Asma Allah atau membaca Al-Quran, atau dapat juga untuk
berusaha mengahafal Al-Quran atau membaca buku-buku yang bermanfaat.
Tidak
ada istilah menganggur bagi
seorang muslim. Karena setiap muslim selalu
sibuk dengan semua kegiatan yang bermanfaat.
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan:
إني
لأمقت أن أرى الرجل فارغا لا في عمل دنيا ولا آخرة
“Sungguh aku marah kepada orang
yang menganggur. Tidak melakukan
amal dunia maupun amal akhirat.” (HR. Ath-Thabrani
dalam Mu’jam Al-Kabir no. 8539)
Kedua,
Berdo’a dan Mintalah Pertolongan kepada Allah
Al-Imam
Abu Ya’la Al-Maushili rahimahullah dan Al-Imam Al-Hakim An-Naisaburi rahimahullah pernah meriwayatkan sebuah hadits
mengenai pentingnya berdoa. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
الدُّعَاءُ
سِلاحُ الْمُؤْمِنِ، وَعِمَادُ الدِّينِ، وَنُورُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ
“Do’a adalah senjata orang yang
beriman, tiangnya agama dan cahaya langit dan bumi.” (HR. Abu Ya’la dalam
Al-Musnad no. 439 dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 1/492)
Walaupun
sanad hadits di atas lemah akan tetapi makna do’a adalah senjata orang yang
beriman itu benar. Inilah kelebihan orang yang beriman. Setiap mukmin memiliki
kedekatan hati dengan Penciptanya. Karena setiap mukmin memiliki harapan yang
sangat besar kepada Rabbnya yang hal ini tidak dimiliki oleh orang kafir.
Maka
ketika kita mengalami kegalauan maka berdo’alah kepada Allah dan mintalah
pertolongan kepada-Nya serta bertawakalah, niscaya Allah akan memberikan
pertolongan dan petunjuk untuk mengatasi kegalauan sahabat.
Diantara
doa yang bisa kita rutinkan adalah:
اللَّهُمَّ
أَصْلِحْ لِي دِينِي الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِي وَأَصْلِحْ لِي دُنْيَايَ
الَّتِي فِيهَا مَعَاشِي وَأَصْلِحْ لِي آخِرَتِي الَّتِي فِيهَا مَعَادِي
وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لِي فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً
لِي مِنْ كُلِّ شَرٍّ
“Ya Allah, perbaikilah bagiku
agamaku sebagai benteng urusanku, perbaikilah bagiku duniaku yang menjadi
tempat kehidupanku, perbaikilah bagiku akhiratku yang menjadi tempat kembaliku.
Jadikanlah kehidupan ini mempunyai nilai tambah bagiku dalam segala kebaikan
dan jadikanlah kematianku sebagai kebebasanku dari segala kejahatan.” (HR.
Muslim no. 2720)
Ketiga,
Jangan Lemah
Kehidupan
penuh dengan rintangan. Dalam menjalankan hal yang terbaik dalam hidup, seorang
mukmin haruslah kuat. Janganlah lemah dan berputus asa. Ketika dirundung suatu
cobaan maka hadapi, karena sungguh setelah kesulitan pasti ada kemudahan.
Keempat,
Jangan Menyalahkan Takdir
Ketika kita
merasa selalu saja mengalami kegagalan, ketika kita merasa lebih miskin
dibandingkan dengan orang lain, ketika kita merasa terkatung-katung di dunia
perkuliahan sementara teman-teman kita telah sukses di dunia kerja dan
keluarga. Maka janganlah berberduka, karena duka sekali-kali tidak akan merubah
takdir kita. Yang lebih utama adalah kendalikan hati agar tidak muncul sifat
hasad atau dengki dalam diri kita. Simaklah sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam berikut:
انْظُرُوا
إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ
فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ
“Perhatikanlah orang yang lebih
rendah keadaannya dari pada kalian, dan jangan perhatikan orang yang lebih
sukses dibandingkan kalian. Karena ini cara paling efektif, agar kalian tidak
meremehkan nikmat Allah bagi kalian.” (HR. Ahmad no. 7657, At-Tirmidzi no. 2703,
dan Ibnu Majah no. 4142)
Ketika kita melihat
ada orang kafir yang bergelimang nikmat, maka
kita perlu ingat bahwa kita memiliki nikmat iman yang tidak orang kafir miliki.
Ketika kita melihat
orang muslim ahli maksiat lebih sukses, kita perlu ingat, Allah lebih mengunggulkan kita dengan ketaatan.
Kelima, Jangan Panjang Angan-angan
Terlalu
ambisius menjadi orang sukses, memperparah kondisi galau yang dialami manusia.
Dia berangan-angan panjang, hingga terbuai dalam bayangan kosong tanpa makna. Bahkan tak jarang dari mereka yang
akhirnya mengalami gangguan jiwa. Coba kita perhatikan, tak sedikit Caleg gagal
yang akhirnya menjadi penghuni Rumah Sakit Jiwa. Hal itu terjadi karena mereka
terlalu panjang angan-angan. Karena
itulah, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dan para
sahabat radhiyallahu ‘anhum mencela panjang angan-angan.
Diriwayatkan
oleh Imam Al-Bukhari rahimahullah dalam kitabnya Shahih Al-Bukhari, dari
Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ
يَزَالُ قَلْبُ الْكَبِيرِ شَابًّا فِى اثْنَتَيْنِ فِى حُبِّ الدُّنْيَا، وَطُولِ
الأَمَلِ
“Hati orang tua akan seperti
anak muda dalam dua hal, dalam
cinta dunia dan panjang angan-angan.” (HR. Al-Bukhari no. 6420)
Imam Ali bin Abi Thalib radhiyalahu ‘anhu berkata:
إنّ
أخوف ما أخاف عليكم اتّباع الهوى وطول الأمل، فأمّا اتّباع الهوى فيصدّ عن الحقّ،
وأمّا طول الأمل فينسي الآخرة. ألا وإنّ الدّنيا ارتحلت مدبرة
“Yang paling aku takutkan
menimpa kalian adalah menikuti hawa nafsu dan panjang angan-angan. Mengikuti
hawa nafsu bisa menjadi penghalang untuk memihak kebenaran. Panjang angan-angan
bisa melupakan akhirat. Ketahuilah bahwa dunia akan berlalu.”
Semoga
dengan risalahyang singkat ini kita semua dapat mengatasi kegalauan kita dan
senantiasa semangat dalam mengarungi roda kehidupan. Wallahu a'lam.
Semoga bermanfaat.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
0 Comment for "Seorang Muslim Jangan Galau"