Adab Ketika Turun Hujan

“Carilah do’a yang mustajab pada tiga keadaan: 1) Bertemunya dua pasukan, 2) Menjelang shalat dilaksanakan, dan 3) Saat hujan turun.” (HR. asy-Syafi’i dalam al-Umm)


Alhamdulillah, Segala puji hanya bagi Allah, musim hujan telah tiba. Banyak amalan-amalan yang dapat kita lakukan di musim penghujan ini. Lalu bagaimana adab-adab menghadapi musim penghujan ini?? berikut ulasannya.

1. Turunnya Hujan, Salah Satu Waktu Terkabulnya Do’a

al-Imam Ibnu Qudamah rahimahullah dalam al-Mughni berkata: “Dianjurkan untuk berdo’a ketika turunnya hujan, sebagaimana diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

اُطْلُبُوا اسْتِجَابَةَ الدُّعَاءِ عِنْدَ ثَلَاثٍ : عِنْدَ الْتِقَاءِ الْجُيُوشِ ، وَإِقَامَةِ الصَّلَاةِ ، وَنُزُولِ الْغَيْثِ

“Carilah do’a yang mustajab pada tiga keadaan: 1) Bertemunya dua pasukan, 2) Menjelang shalat dilaksanakan, dan 3) Saat hujan turun.” (HR. asy-Syafi’i dalam al-Umm)

Begitu juga terdapat hadits dari Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

ثِنْتَانِ لا تُرَدَّانِ، أَوْ قَالَ: مَا تُرَدَّانِ، الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِ، وَعِنْدَ الْبَأْسِ، حِينَ يَلْتَحِمَ بَعْضُهُ بَعْضًا وَفِي رِوَايَة : وَتَحْتَ المَطَر

“Dua orang yang tidak ditolak do’anya adalah: 1) ketika adzan dan 2) ketika rapatnya barisan pada saat perang.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Dan ketika hujan turun.” (HR. Abu Daud dan ad-Darimi, namun ad-Darimi tidak menyebut, “Dan ketika hujan turun.”)

2. Mensyukuri Nikmat Turunnya Hujan

Apabila Allah subhanahu wa ta’ala memberi nikmat dengan diturunkannya hujan, dianjurkan bagi seorang muslim untuk membaca do’a:

اللَّهُمَّ صَيِّباً ناَفِعاً

“Ya Allah, turunkanlah hujan yang bermanfaat.”


Itulah yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam ucapkan ketika melihat hujan turun. Hal ini berdasarkan hadits dari Ummul Mukminin, Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam tatkala melihat hujan turun, beliau shallallahu ‘alaihi wa salam mengucapkan ‘Allahumma shayyiban nafi’an’. (HR. al-Bukhari, Ahmad, dan an-Nasai). Yang dimaksud shayyiban adalah hujan.

3. Tatkala Terjadi Hujan Lebat

Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam suatu saat pernah meminta diturunkan hujan. Kemudian tatkala hujan turun begitu lebatnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam berdo’a:

اللَّهُمّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالْجِبَالِ وَالظِّرَابِ وَبُطُونِ الْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ

“Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk merusak kami. Ya Allah, turukanlah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit, perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan.” (HR. al-Bukhari).

Oleh karena itu, saat turun hujan lebat sehingga ditakutkan membahayakan manusia, dianjurkan untuk membaca do’a di atas.

4. Mengambil Berkah dari Air Hujan

Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam pernah kehujanan. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam menyingkap bajunya hingga terguyur hujan. Kemudian kami mengatakan, ‘Ya Rasulullah, mengapa engkau melakukan demikian?’ Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda :

لأَنَّهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ تَعَالَى

“Karena dia baru saja Allah ciptakan.” (HR. Muslim)

al-Imam an-Nawawi rahimahullah dalam Syarah Muslim menjelaskan bahwa makna hadits ini adalah bahwasanya hujan itu rahmat yaitu rahmat yang baru saja diciptakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam bertabaruk (mengambil berkah) dari hujan tersebut. Kemudian al-Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat dalil bagi ulama syafi’iyyah tentang dianjurkannya menyingkap sebagian badan (selain aurat) pada awal turunnya hujan, agar terguyur air hujan tersebut. Dan mereka juga berdalil bahwa seseorang yang tidak memiliki keutamaan, apabila melihat orang yang lebih mulia melakukan sesuatu yang dia tidak ketahui, hendaknya dia menanyakan untuk diajari lalu dia mengamalkannya dan mengajarkannya pada yang lain.”

5. Dianjurkan Berwudhu dari Air Hujan

Dianjurkan untuk berwudhu dari air hujan apabila airnya mengalir deras. Dari Yazid bin al-Hadi rahimahullah, apabila air yang deras mengalir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam mengatakan:

اُخْرُجُوا بِنَا إلَى هَذَا الَّذِي جَعَلَهُ اللَّهُ طَهُورًا ، فَنَتَطَهَّرَمِنْهُ وَنَحْمَدَ اللّهَ عَلَيْهِ

“Keluarlah kalian bersama kami menuju air ini yang telah dijadikan oleh Allah sebagai alat untuk bersuci.” Kemudian kami bersuci dengan air tersebut dan memuji Allah atas nikmat ini.” (Zaad al-Ma’ad, 1/439)

Namun, hadits di atas munqathi’ (terputus sanadnya) sebagaimana dikatakan oleh al-Imam al-Baihaqi. Hadits yang serupa adalah:

كَانَ يَقُوْلُ إِذَا سَالَ الوَادِي أُخْرُجُوْا بِنَا إِلَى هَذَا الَّذِي جَعَلَهُ اللهُ طَهُوْرًا فَنَتَطَهَّرُ بِهِ

“Apabila air mengalir di lembah Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam mengatakan,’Keluarlah kalian bersama kami menuju air ini yang telah dijadikan oleh Allah sebagai alat untuk bersuci’, kemudian kami bersuci dengannya.” (HR. Muslim, Abu Daud, al-Baihaqi dan Ahmad)

6. Do’a Setelah Turunnya Hujan

Dari Zaid bin Khalid al-Juhani radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam melakukan shalat shubuh bersama kami di Hudaibiyah setelah hujan turun pada malam harinya. Tatkala hendak pergi, beliau menghadap jama’ah shalat, lalu mengatakan, “Apakah kalian mengetahui apa yang dikatakan Rabb kalian?” Kemudian mereka mengatakan, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِى مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ. فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا. فَذَلِكَ كَافِرٌ بِى مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ

“Pada pagi hari, di antara hamba-Ku ada yang beriman kepada-Ku dan ada yang kafir. Siapa yang mengatakan ‘Muthirna bi fadhlillahi wa rahmatih’ (Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah), maka dialah yang beriman kepadaku dan kufur terhadap bintang-bintang. Sedangkan yang mengatakan ‘Muthirna binnau kadza wa kadza’ (Kami diberi hujan karena sebab bintang ini dan ini), maka dialah yang kufur kepadaku dan beriman pada bintang-bintang.” (HR. Muslim)

Dari hadits ini terdapat dalil untuk mengucapkan ‘Muthirna bi fadhlillahi wa rahmatih’ setelah turun hujan sebagai tanda syukur atas nikmat hujan yang diberikan. asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Tidak boleh bagi seseorang menyandarkan turunnya hujan karena sebab bintang-bintang. Hal ini bisa termasuk kufur akbar yang menyebabkan seseorang keluar dari Islam, jika meyakini bahwa bintang tersebut adalah yang menciptakan hujan. Namun kalau menganggap bintang tersebut hanya sebagai sebab, maka seperti ini termasuk kufur ashgor (kufur yang tidak menyebabkan seseorang keluar dari Islam). Ingatlah bahwa bintang tidak memberikan pengaruh terjadinya hujan. Bintang hanya sekedar waktu semata.” (Kutub wa Rasa’il Lil ‘Utsaimin, 170/20)

7. Janganlah Mencela Hujan

Sungguh sangat disayangkan sekali, setiap orang sudah mengetahui bahwa hujan merupakan kenikmatan dari Allah subhanahu wa ta’ala. Namun, ketika hujan dirasa mengganggu aktivitasnya, timbullah kata-kata celaan dari seorang muslim seperti ‘Aduh!! hujan lagi, hujan lagi’. Sungguh, kata-kata seperti ini tidak ada manfaatnya sama sekali, dan tentu saja akan masuk dalam catatan amal yang jelek karena Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf: 18)

Bahkan kata-kata seperti ini bisa termasuk kesyirikan sebagaimana seseorang mencela makhluk yang tidak dapat berbuat apa-apa seperti masa (waktu). Hal ini dapat dilihat pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam, “Allah Ta’ala berfirman, ‘Manusia menyakiti Aku; dia mencaci maki masa (waktu), padahal Aku adalah pemilik dan pengatur masa, Aku-lah yang mengatur malam dan siang menjadi silih berganti. “ (HR. al-Bukhari dan Muslim). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam juga bersabda, “Janganlah kamu mencaci maki angin.” (HR. at-Tirmidzi)

Dari dalil di atas terlihat bahwa mencaci maki masa (waktu), angin dan makhluk lain yang tidak dapat berbuat apa-apa, termasuk juga hujan adalah terlarang. Larangan ini bisa termasuk syirik akbar (syirik yang mengeluarkan seseorang dari Islam) jika diyakini makhluk tersebut sebagai pelaku dari sesuatu yang jelek yang terjadi. Meyakini demikian berarti meyakini bahwa makhluk tersebut yang menjadikan baik dan buruk dan ini sama saja dengan menyatakan ada pencipta selain Allah subhanahu wa ta’ala. Namun, jika diyakini yang menakdirkan adalah Allah subhanahu wa ta’ala sedangkan makhluk-makhluk tersebut bukan pelaku dan hanya sebagai sebab saja, maka seperti ini hukumnya haram, tidak sampai derajat syirik. Dan apabila yang dimaksudkan cuma sekedar pemberitaan, -seperti mengatakan, ‘Hari ini hujan deras, sehingga kita tidak bisa berangkat ke masjid untuk shalat’-, tanpa ada tujuan mencela sama sekali maka seperti ini tidaklah mengapa. (Mutiara Faedah Kitab Tauhid, 227-231)

Perhatikanlah hal ini! Semoga Allah subhanahu wa ta’ala selalu menjaga kita, agar lisan ini banyak bersyukur kepada-Nya atas karunia hujan ini, dan semoga Allah subhanahu wa ta’ala melindungi kita dari banyak mencela. Kesempurnaan dan Ilmu yang haq hanya milik Allah semata, Semoga bermanfaat.

0 Comment for "Adab Ketika Turun Hujan"

Rasulullah bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top