“Kami
melakukan bai’at kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di bawah pohon kayu.
Ketika itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menanyakan kepadaku: “Ya
Salamah, apakah kamu tidak melakukan bai’at?. Aku menjawab: “Ya Rasulullah, aku
sudah melakukan bai’at pada waktu pertama (sebelum ini).” Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata: “Sekarang kali kedua.” (HR. Al-Bukhari no. 7208)
Di masyarakat sering kali kita menyaksikan pasangan
pengantin yang menikah dan melakukan dua kali akad umumnya saat mereka akad di
KUA dan yang kedua akad di tempat resepsi atau hajatan atau ada pula yang
sebelumnya menikah di tempat resepsi atau hajatan dengan di saksikan oleh saksi
seperti Pak Kiai atau ulama setempat kemudian pasangan itu melakukan akad
kembali saat di KUA. Bagaimana hukum nikah yang akadnya dua kali?
Praktek tersebut dalam pandangan fiqih disebut
tajdid nikah atau pembaruan nikah. Tajdid nikah itu hukumnya boleh, apabila
bertujuan untuk menguatkan status pernikahan, seperti pada kasus diatas,
pernikahan kedua dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh legalitas dan status
hukum yang jelas dari pemerintah.
Sedangkan hal yang menjadi perbedaan pendapat
dikalangan ulama' Madzhab Asy-Syafi'i adalah tentang status akad nikah dan
mengenai pemberian maharnya.
Pertama, Menurut pendapat mayoritas ulama', akad
nikah kedua tidak merusak akad pertama, sebab akad yang kedua hanyalah akad
nikah yang dalam bentuknya saja, dan hal tersebut bukan berarti merusak akad
yang pertama. Pendapat ini merupakan pendapat yang Shahih
dalam Madzhab
Asy-Syafi'i,
sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah dalam Fathul Bari. Sedangkan dalil bahwa akad kedua
tidak merusak akad pertama, seperti yang dijelaskan Imam Ibnul Munir rahimahullah adalah hadits yang
diriwayatkan dari Salamah radhiyallahu
'anha:
بَايَعْنَا
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ، فَقَالَ لِي:
«يَا سَلَمَةُ أَلاَ تُبَايِعُ؟»، قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَدْ بَايَعْتُ
فِي الأَوَّلِ، قَالَ: وَفِي الثَّانِي
“Kami melakukan bai’at kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam di bawah pohon kayu. Ketika itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam menanyakan kepadaku: “Ya Salamah, apakah kamu tidak melakukan bai’at?.
Aku menjawab: “Ya Rasulullah, aku sudah melakukan bai’at pada waktu pertama
(sebelum ini).” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Sekarang kali
kedua.” (HR. Al-Bukhari no. 7208)
Karena akad yang kedua tidak merusak akad nikah
yang pertama, maka akad yang kedua juga tidak mengurangi jatah talak suami,
jika sebelumnya belum menjatuhkan talak, maka jatah talaknya masih 3, dan bila
sudah menjatuhkan talak satu, maka jatah talaknya tinggal 2 dan seterusnya.
Begitu juga pihak laki-laki tidak perlu memberikan mahar lagi.
Kedua, Menurut Syeikh Ardabili rahimahullah,
sebagaimana yang beliau jelaskan dalam kitab Al-Anwar Li A'malil Abror, dengan
melakukan tajdid nikah, maka nikah yang pertama telah rusak, dan tajdid nikah
itu dianggap sebagai pengakuan (iqrar) perpisahan, dan tajdid nikah tersebut mengurangi
jatah talak suami, dan diharuskan memberikan mahar lagi.
Kesimpulannya, akad nikah yang dilakukan oleh
petugas KUA itu diperbolehkan, apalagi hal ini menyangkut legalitas akad nikah,
dan menurut pendapat mayoritas ulama' akad nikah yang kedua tidak wajib
menggunakan mahar dan akad kedua tersebut tidak mengurangi hitungan nikah
suami.
0 Comment for "Hukum Akad Nikah Dua Kali"