“Ibnu Abbas berkata: “Kami (para sahabat) menggunakan minyak wangi yang
dimasak diatas api, dan kami juga wudhu dengan air panas yang direbus diatas
api.” (HR. Ibnu Abi Syaibah no. 258)
Sebagian
dari Umat Muslim kadangkala menggunakan air hangat untuk bersuci baik itu untuk
berwudhu ataupun mandi dengan berbagai alasan seperti tak kuat dengan air
dingin atau air untuk bersuci terkena sinar matahari kare letak penyimpanan air
(tower air) berada di tempat yang terkena langsung sinar matahari sehingga menjadi
hangat. Pada dasarnya, air mengalami perubahan suhu disebabkan oleh dua
perkara, perkara pertama yaitu dengan memanaskan air di atas tungku api. Dan yang
kedua adalah karena terkena sinar matahari.
Hukum
Bersuci dengan Air yang Dipanaskan diatas Api
Hukum
bersuci dengan air panas atau hangat yang berasal dari pemanasan yang
disebabkan oleh api seperti dimasak adalah mubah atau diperbolehkan. Hal ini
berdasarkan berbagai dalil diantaranya:
·
Aslam, budak Umar bin
Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu, berkata:
أَنَّ
عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ كَانَ يُسَخَّنُ لَهُ مَاءٌ فِي قُمْقُمَةٍ
وَيَغْتَسِلُ بِهِ
“Sesungguhnya Umar bin
Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu direbuskan air didalam qumqumah (wadah untuk
merebus air), lalu beliau mandi dengan menggunakan air tersebut.” (HR.
Al-Baihaqi no. 11 dan Ad-Daruquthni no. 85)
·
Diriwayatkan dari Ayyub
rahimahullah, ia berkata:
سَأَلْتُ
نَافِعًا، عَنِ الْمَاءِ الْمُسَخَّنِ، فَقَالَ: كَانَ ابْنُ عُمَرَ يَتَوَضَّأُ بِالْحَمِيمِ
“Aku bertanya pada
Nafi' mengenai (penggunaan) air yang dipanaskan, beliau menjawab: “Ibnu Umar
berwudhu dengan menggunakan air panas.” (HR. Ibnu Abi Syaibah no. 256)
·
Diriwayatkan dari Abu
Salamah rahimahullah, ia berkata:
قَالَ
ابْنُ عَبَّاسٍ: إِنَّا نَدَّهِنُ بِالدُّهْنِ وَقَدْ طُبِخَ عَلَى النَّارِ، وَنَتَوَضَّأُ
بِالْحَمِيمِ وَقَدْ أُغْلِيَ عَلَى النَّارِ
“Ibnu Abbas berkata: “Kami
(para sahabat) menggunakan minyak wangi yang dimasak diatas api, dan kami juga
wudhu dengan air panas yang direbus diatas api.” (HR. Ibnu Abi Syaibah no. 258)
·
Diriwayatkan dari
Qurrah rahimahullah, ia berkata:
سَأَلْتُ
الْحَسَنَ عَنِ الْوُضُوءِ بِالْمَاءِ السَّاخِنِ، فَقَالَ: لَا بَأْسَ بِه
“Aku bertanya pada
Al-Hasan, mengenai wudhu dengan air yang direbus, beliau menjawab: “Tidak apa
apa.” (HR. Ibnu Abi Syaibah no. 259)
Hukum
Bersuci dengan Air yang Terkena Sinar Matahari
Jika
pemanasan disebabkan oleh sinar matahari maka terjadi perbedaan dikalangan para
ahli fiqih. Sebagian menyatakan boleh dan yang sebagian lagi menyatakan makruh.
Air yang berubah suhunya karena terkena sinar matahari disebut dengan air
musyammas. Terdapat dua pendapat berbeda dalam masalah
penggunaan air musyammas. Berikut ini adalah perbedaan pendapat tersebut,
beserta dalil-dalil yang mendasarinya:
Pendapat pertama,
menyatakan bahwa penggunaan air musyammas, yaitu air yang panas karena terkena
sinar matahari hukumnya itu hukumnya makruh (makruh tanzih). Pendapat ini
diikuti diikuti oleh mayoritas ulama' Madzhab Asy-Syafi'i. Dalilnya adalah
hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu 'anha, beliau berkata:
دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَقَدْ سَخَّنْتُ مَاءً فِي الشَّمْسِ , فَقَالَ: لَا تَفْعَلِي يَا حُمَيْرَا فَإِنَّهُ يُورِثُ
الْبَرَصَ
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masuk saat
aku sedang memanaskan air dengan sinar matahari, kemudian beliau bersabda: “Jangan
lakukan itu wahai Humaira, karena hal itu bisa menyebabkan penyakit kusta.”
(Sunan Ad-Daruquthni no. 86)
Imam Asy-Syafi'i
rahimahullah juga meriwayatkan dalam kitab Al-Umm Jilid 1 halaman 16, bahwa
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma tidak menyukai mandi dengan menggunakan
air musyammas. Imam Al-Baihaqi rahimahullah juga meriwayatkan, dari Umar
bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu belia berkata:
لَا تَغْتَسِلُوا بِالْمَاءِ الْمُشَمَّسِ، فَإِنْهُ
يُورِثُ الْبَرَصَ
“Janganlah kalian mandi dengan air musyammas, karena
dapat menyebabkan penyakit kusta.” (HR. Al-Baihaqi dalam Sunan Al-Kubra no.13)
Jadi, illat
(alasan) dari kemakruhannya adalah karena penggunaan air musyammas dapat
menyebabkan penyakit kulit, yaitu lepra. Dan dalam kemakruhan ini tidak
memandang apakah disengaja memanaskannya atau tidak, sebab dalam kedua keadaan
tersebut illat hukumnya tetap ada.
Satu hal yang perlu
diketahui adalah, meskipun penggunaan air musyammas itu makruh, namun apabila
digunakan untuk bersuci tetap bias, sebab air musyammas itu termasuk kategori
air thohir muthohir (suci dan menyucikan).
Pendapat kedua,
menyatakan bahwa penggunaan air musyammas itu tidak makruh. Pendapat ini
didukung oleh Imam An-Nawawi rahimahullah. Untuk memperkuat alasannya,
Imam An-Nawawi rahimahullah dalam kitab Al-Majmu’ Syarah
Al-Muhadzdzab Jilid 1 halaman 87
menjelaskan kelemahan dasar-dasar hukum yang dipakai oleh pendapat yang
menyatakan kemakruhan penggunaan air musyammas sebagai berikut:
1.
Hadits yang
diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha yang dipakai sebagai dasar
hukum kemakruhan penggunaan air musyammas adalah hadits dha'if (lemah) menurut
kesepakatan semua ulama' ahli hadits, bahkan sebagian ahli hadits menyatakan
bahwa hadits tersebut adalah hadits maudhu' (palsu).
2.
Riwayat kedua
dari Umar bin Al-Khathtab radhiyallahu ‘anhu itu juga merupakan hadits
dha'if, karena diriwayatkan oleh Ibrahim bin Muhammad bin Abi Yahya yang dinyatakan
sebagai perawi yang dha’if menurut kesepakatan ulama Ahli Hadits, kecuali
menurut Imam Asy-Syafi'i rahimahullah, menurut beliau Ibrahim bin
Muhammad bin Abi Yahya itu termasuk perawi yang tsiqqoh, sehingga riwayatnya
bisa diterima.
3.
Illat hukum
yang mendasari kemakruhan penggunaan air musyammas, yaitu dikhawatirkan akan
terjadinya penyakit kusta itu tidak terbukti, karena setelah diadakan riset
oleh beberapa ahli masalah kesehatan, mereka tidak menemukan adanya keterkaitan
antara penggunaan air musyammas dan penyakit kusta.
Kesimpulan
Dari uraian
diatas dapat kita simpulkan bahwa bersuci dengan menggunakan air yang
dipanaskan diatas api adalah mubah atau diperbolehkan. Sedangkan bersuci dengan
air musyammas atau air yang panas karena terkena sinar matahari maka ada dua
pendapat mengenai hal ini. Menurut mayoritas ulama Madzhab Asy-Syafi'i
menggunakan air musyammas hukumnya makruh sedangkan menurut Imam An-Nawawi rahimahullah
hukumnya tidak makruh, namun karena apabila penggunaannya dilakukan saat tidak
ada pilihan lain, maka semua ulama sepakat memperbolehkannya. Wallahu a'lam.
Semoga bermanfaat.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ
وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ
إِلَيْكَ
0 Comment for "Hukum Bersuci Dengan Air Hangat"