“Berapa banyak terjadi golongan yang
sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah
beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2] : 249)
Nabi Dawud ‘alaihis salam adalah
seorang nabi dan rasul yang diutus oleh Allah subhanahu wa ta’ala kepada
Bani Israil. Beliau hidup sekitar tahun 1041 SM hingga 971 SM dan diangkat
menjadi nabi pada tahun 1010 SM. Allah subhanahu wa ta’ala memberikannya
kitab Zabur. Nasab beliau adalah Dawud bin Isyi bin Uwaid bin Baiz bin Salmon
bin Nahsyun bin Aminadub bin Ram bin Hasrun bin Faris bin Yahudza bin Yaqub bin
Ishaq bin Ibrahim.
Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman kepada Nabi Syamu’il ‘alaihis salam bahwa pada suatu saat akan
lahir anak laki-laki yang akan membunuh Jalut, diantara tanda-tanda masa itu
adalah tanduk yang diletakkan di atas kepalanya, maka ia mendatanginya sambil
berkata: “Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku bahwa di antara anak-anakmu ada
seorang laki-laki yang akan membunuh Jalut dengan takdir Allah.” Ia berkata:
“Demikianlah, Nabiyullah?”
Kemudian dikeluarkanlah dua belas
anaknya, di antara mereka ada seorang laki-laki gagah, maka ia memperlihatkan
tanduk itu tetapi ia tidak melihat apa-apa. Kemudian ia berkata kepada anak
yang gagah itu: “Pulanglah!” Dan mengulang-ulang perkataannya, kemudian Allah subhanahu
wa ta’ala mewahyukan: “Sesungguhnya Kami tidak mengambil laki-laki karena
tampak luarnya, akan tetapi kami mengambil mereka karena atas apa yang baik
dari hati mereka.” Kemudian ia menampakan anak-anak tersebut kepadanya, tetapi
tetap ditolaknya. Kemudian ia berkata: “Apakah engkau masih punya anak?” Ia
menjawab: “Tidak.” Lalu ia mengadukan dirinya kepada Allah subhanahu wa ta’ala:
“Ya Tuhanku, ia telah menyatakan bahwa ia tidak punya anak lagi.” Maka Allah subhanahu
wa ta’ala mewahyukan: “Ia bohong” Maka ia berkata: “Sesungguhnya Tuhanku
telah mengetahui bahwa engkau berbohong dan engkau mempunyai anak lainnya.” Ia
berkata: “Benarlah engkau wahai Nabiyullah, sesungguhnya aku mempunyai anak
yang pendek, aku malu jika manusia melihatnya maka aku suruh ia menggembala.”
Nabi Syamu’il ‘alaihis salam: “Dimana ia?” Ia menjawab: “Di tempat anu,
di gunung anu.”
Maka keluarlah ia kepadanya dan ia
menemukan lembah itu telah mengalir antara dirinya dengan lembah tempatnya
berdiri. Dan ia mendapatkannya membawa dua kambing dua kambing yang menolongnya
dari aliran air itu. Ketika ia melihatnya, ia berkata: “Inilah anak itu, tidak
diragukan lagi, ia menyayangi binatang, ia tentu lebih sayang kepada manusia.”
Maka diletakanlah tanduk itu kepadanya ternyata keluarlah air. (Tarikh
Ath-Thabari, Jilid 1 hal. 281) Kemudian ia menyirami kepalanya dengan minyak
Qudus. Maka ia berkata kepada ayahnya: “Aku akan menyembunyikan hal ini,
sesungguhnya bila Thalut tahu pasti akan membunuhnya.”
Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala
mewahyukan kepada Nabi Syamu’il ‘alaihis salam bahwa Allah subhanahu
wa ta’ala mengangkat Thalut sebagai raja mereka. Bani Israil itu tidak mau
menerima keterangan nabinya dan mereka berkata: “Bagaimana Thalut akan menjadi
raja kami, dia lebih rendah dari kami, sedangkan kami mempunyai kekayaan yang
melimpah-limpah.” Nabi Dawud ‘alaihis salam pun menyatakan kepada mereka
bahwa Thalut mempunyai kelebihan yang dianugerahkan Allah subhanahu wa ta’ala
kepadanya dengan ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.
أَلَمْ تَرَ إِلَى الْمَلإ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ
مِنْ بَعْدِ مُوسَى إِذْ قَالُوا لِنَبِيٍّ لَهُمُ ابْعَثْ لَنَا مَلِكًا نُقَاتِلْ
فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ هَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ أَلا
تُقَاتِلُوا قَالُوا وَمَا لَنَا أَلا نُقَاتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَقَدْ أُخْرِجْنَا
مِنْ دِيَارِنَا وَأَبْنَائِنَا فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ تَوَلَّوْا
إِلا قَلِيلا مِنْهُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ
“Apakah
kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah Nabi Musa, yaitu
ketika mereka berkata kepada seorang Nabi mereka: "Angkatlah untuk kami
seorang raja supaya kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah".
Nabi mereka menjawab: "Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan
berperang, kamu tidak akan berperang". Mereka menjawab: "Mengapa kami
tidak mau berperang di jalan Allah, padahal sesungguhnya kami telah diusir dari
anak-anak kami?". Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, merekapun
berpaling, kecuali beberapa saja di antara mereka. Dan Allah Maha Mengetahui
siapa orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah [2] : 246)
Lalu Nabi Syamu’il ‘alaihis salam
menyatakan kepada mereka bukti berupa wahyu dari Allah subhanahu wa ta’ala
atas pengangkatan Thalut, ia berkata:
إِنَّ آيَةَ مُلْكِهِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ
التَّابُوتُ فِيهِ سَكِينَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِمَّا تَرَكَ آلُ مُوسَى
وَآلُ هَارُونَ تَحْمِلُهُ الْمَلائِكَةُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ
مُؤْمِنِينَ
"Sesungguhnya
tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya
terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan
keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu
terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman.” (QS. Al-Baqarah [2] : 248)
Kemudian Thalut menjadi raja dan
setelah menjadi raja keluarlah Thalut bersama bala tentaranya untuk memerangi
Jalut yang durhaka. Sebelum terjun ke medan perang, Thalut berkata:
إِنَّ اللَّهَ مُبْتَلِيكُمْ بِنَهَرٍ فَمَنْ
شَرِبَ مِنْهُ فَلَيْسَ مِنِّي وَمَنْ لَمْ يَطْعَمْهُ فَإِنَّهُ مِنِّي إِلا مَنِ
اغْتَرَفَ غُرْفَةً بِيَدِهِ
“Sesungguhnya
Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum
airnya, bukanlah ia pengikutku. Dan barangsiapa tiada meminumnya, kecuali
menceduk seceduk tangan, maka dia adalah pengikutku.” (QS. Al-Baqarah [2] : 249)
Kemudian tatkala mereka melewati sungai
itu, banyaklah di antara mereka yang melanggar aturan itu. Mereka minum air
sungai itu, karena mereka sangat haus. Sedangkan yang beriman tetap patuh tidak
meminum air itu.
Sewaktu Thalut melewati sungai itu
dan telah dekat untuk berperang, mereka yang tipis imannya mundur dari medan
perang dan yang kuat imannya kepada Allah subhanahu wa ta’ala tiada
takut sedikitpun berhadapan musuh yang kuat, walaupun mereka hanya sedikit. Dalam
hati mereka terpatri sebuah keyakinan:
كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً
كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Berapa
banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak
dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah
[2] : 249)
Sebelum perang, Jalut mengirimkan
berita kepada Thalut: “Mengapa harus dibunuh kaumku dan kaummu? Kirimkan saja
seseorang yang engkau kehendaki untuk melawanku, apabila engkau membunuhku maka
kerajaanku menjadi milikmu.” Maka berkatalah Thalut kepada pasukannya: “Siapa
diantara kalian yang berani menyatakan diri untuk melawan Jalut, maka ia berhak
mengawini putriku dan cincin kerajaanku.”
Kemudian berkorbarlah peperangan
yang tidak seimbang itu. Namun sikap patriotic dalam dada mereka telah
menjadikan luka dan darah sebagai energi kekuatan mereka. Sehingga mereka
memperoleh kemenangan. Dalam peperangan ini, Jalut mati terbunuh oleh Nabi Dawud
‘alaihis salam, kemudian tentara Jalut menyerah dan mengakui kekalahan
mereka.
Nabi Dawud ‘alaihis salam
membunuh Jalut dengan alat pelontar batu (ketapel) yang dipakainya untuk
berburu. Ayahnya selalu memotivasi dirinya untuk yakin pada pertolongan Allah subhanahu
wa ta’ala yang dianugerahkan pada dirinya. Maka ketika semua yang
berhadapan dengan Jalut mati, maka majulah ia menghadapi Jalut. Jalut sendiri
kaget melihat musuhnya yang kecil pendek, fikirnya, mana mungkin ia dapat
mengalahkan aku. “Pulanglah engkau kembali, sesungguhnya aku kasihan padamu!”
Katanya: “Tidak, justru aku akan membunuhmu.” Kemudian Nabi Dawud ‘alaihis
salam melontarkan batu kea rah matanya dengan batu yang dinamainya. Setiap ia
melontar ia berkata: “Ini batu dengan nama ayahku Ibrahim.” Kemudian yang kedua
ia beri nama leluhurnya Ishaq, kemudian yang ketiga diberi nama leluhurnya Yaqub.
Ketiga batu itu menyatu menghantam mata Jalut dan langsung menewaskannya.
0 Comment for "Dawud, Jalut dan Thalut"