“Wahai putera ibuku!
Janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku, “Sesungguhnya aku
khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku), “Kamu telah memecah antara Bani
Israil dan kamu tidak memelihara amanatku.” (QS. Thaha [20] : 94)
Nabi Harun ‘alaihis
salam adalah kakak kandung Nabi Musa ‘alaihis salam yang diutus oleh
Allah subhanahu wa ta’ala untuk membantu Nabi Musa ‘alaihis salam
dalam berdakwah kepada Fir’aun dan Bani Israil. Beliau hidup sekitar tahun 1531
SM hingga 1408 SM dan diangkat menjadi nabi pada tahun 1450 SM. Nabi Harun ‘alaihis
salam adalah putra dari Imran bin Yashar bin Qahits bin Lawi bin Yaqub. Selain
bersaudara dengan Nabi Harun ‘alaihis salam, beliau juga bersaudara
dengan Qarun bin Yashar bin Qahits yang merupakan pamannya. Ibunya adalah
Yukabad. (Tarikh Ath-Thabari, Jilid 1 hal. 231)
Suatu hari Nabi Musa ‘alaihis
salam memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala untuk memberikannya
petunjuk. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan dirinya pergi
menuju bukit Sinai selama 30 hari yang kemudian disempurnakan oleh Allah subhanahu
wa ta’ala menjadi 40 hari. Maka pergilah ia ke bukit Sinai untuk menerima
Taurat. Maka Nabi Musa ‘alaihis salam mengangkat Nabi Harun ‘alaihis
salam sebagai penggantinya, menasihatinya dan mengingatkannya kepada Allah subhanahu
wa ta’ala serta memperingatkannya agar tidak menjadi orang-orang yang
berusaha mengadakan kerusakan di bumi. Nabi Musa ‘alaihis salam pun
pergi ke bukit yang beliau pernah mendapat wahyu pertama kali ketika beliau
pulang dari Madyan ke Mesir dan ketikan itulah diturunkan kepada Nabi Musa ‘alaihis
salam kitab Taurat.
Sepeninggal Nabi Musa
‘alaihis salam, ternyata Bani Israil telah disimpangkan oleh seorang
yang bernama Samiri. Samiri adalah seorang penduduk Bajarma dan dia berasal
daripada kaum yang menyembah berhala. Dalam dirinya telah tertanam kecintaan
kepada penyembahan terhadap patung dan berhala sapi. Samiri menampakkan dirinya
adalah pengikut Nabi Musa ‘alaihis salam di hadapan Bani Israil namun
hatinya bergelojak dengan kepercayaan nenek-moyangnya. Nama asli dari Samiri
adalah Musa bin Zafar.
Diriwayatkan bahwa
Samiri memerintahkan Bani Israil untuk membawa perhiasan emas milik orang-orang
Mesir, lalu Samiri menganjurkan agar perhiasan itu dilemparkan ke dalam api
yang telah dinyalakannya dalam suatu lubang untuk dijadikan patung berbentuk
anak lembu. Kemudian mereka melemparkannya dan diikuti pula oleh Samiri.
Akhirnya Samiri berhasil membuat berhala anak sapi betina terbuat dari emas.
Setelah berhala itu
jadi, dikatakannya bahwa berhala itu adalah tuhannya Bani Israil dan tuhannya
Nabi Musa ‘alaihis salam. Samiri meletakkan bekas jejak kuda Malaikat
Jibril ‘alaihis salam yang memimpin Nabi Musa ‘alaihis salam dan
Bani Israil melewati Laut Merah, sehingga bisa mengeluarkan suara jika tertiup
angin.
Ia memiliki ilmu
sihir, sebuah ilmu yang ia dipelajari sewaktu berada di Mesir. Belum hilang
pula kepercayaannya terhadap kekuatan dewa yang ia yakini, yaitu agama
paganisme, Samiri harus mempercayai ke-Esaan Tuhannya Nabi Musa ‘alaihis
salam. Sekte pagan yang memengaruhi Samiri adalah ajaran yang terdapat di
Mesir Kuno. Sebuah bukti penting yang mendukung kesimpulan ini adalah bahwa
anak sapi emas yang disembah bani Israil saat Nabi Musa ‘alaihis salam
berada di Gunung Sinai, sebenarnya adalah tiruan dari berhala Mesir, yaitu
Hathor dan Aphis.
Melihat kemungkaran
Bani Isral, Nabi Harun ‘alaihis salam yang diamanati untuk menjaga Bani
Israil oleh Nabi Musa ‘alaihis salam menasihati dan mengingatkan mereka,
tetapi mereka tetap saja di atas kebodohan itu, tidak sadar dan tidak
memperhatikan nasihat Nabi Harun ‘alaihis salam, bahkan mereka
menyanggahnya dan hampir saja membunuhnya. Mereka juga memberitahukan, bahwa
mereka tidak akan meninggalkan penyembahan kepada patung itu sampai Nabi Musa ‘alaihis
salam kembali.
Ketika Nabi Musa ‘alaihis
salam kembali, ia mendapati kaumnya dalam keadaan seperti itu, ia pun marah
dengan marah yang besar karena kecewa bercampur sedih, hingga ia pun melempar
lauh-lauh (lembaran) yang berisi Taurat itu dari tangannya, lalu ia mendatangi
Nabi Harun ‘alaihis salam, memegang kepala dan janggutnya sambil
menariknya dan berkata:
يَا هَارُونُ مَا مَنَعَكَ
إِذْ رَأَيْتَهُمْ ضَلُّوا أَلَّا تَتَّبِعَنِ أَفَعَصَيْتَ أَمْرِي
“Wahai Harun! Apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat
mereka telah sesat, (sehingga) kamu tidak mengikuti Aku? Maka Apakah kamu telah
(sengaja) mendurhakai perintahku?” (QS. Thaha [20] : 92-93)
Nabi Harun ‘alaihis
salam pun menjawab:
يَا ابْنَ أُمَّ لَا تَأْخُذْ
بِلِحْيَتِي وَلَا بِرَأْسِي إِنِّي خَشِيتُ أَنْ تَقُولَ فَرَّقْتَ بَيْنَ بَنِي إِسْرَائِيلَ
وَلَمْ تَرْقُبْ قَوْلِي
“Wahai putera ibuku! Janganlah kamu pegang janggutku dan
jangan (pula) kepalaku, “Sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata
(kepadaku), “Kamu telah memecah antara Bani Israil dan kamu tidak memelihara
amanatku.” (QS. Thaha [20] : 94)
Beliau juga
memberitahukan Nabi Musa ‘alaihis salam bahwa kaumnya hampir saja
membunuhnya, maka Nabi Musa ‘alaihis salam pun meninggalkannya dan pergi
mendatangi Samiri, orang yang membuat patung tersebut dan bertanya tentang
alasannya, lalu Samiri memberitahukan alasannya, kemudian Nabi Musa ‘alaihis
salam membakar patung itu hingga habis dan membuang ampasnya ke laut.
Kemudian Nabi Musa ‘alaihis
salam berkata kepada kaumnya:
يَا قَوْمِ إِنَّكُمْ ظَلَمْتُمْ أَنْفُسَكُمْ بِاتِّخَاذِكُمُ الْعِجْلَ فَتُوبُوا
إِلَى بَارِئِكُمْ فَاقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ عِنْدَ بَارِئِكُمْ
فَتَابَ عَلَيْكُمْ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Wahai kaumku! Sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu
sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertobatlah
kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih
baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima
tobatmu. Sesungguhnya Dialah yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al-Baqarah [2] : 54)
Kemudian Allah subhanahu
wa ta’ala memberitahukan kepada Nabi Musa ‘alaihis salam, bahwa Nabi
Harun ‘alaihis salam telah berlepas diri dari mereka dan ia telah
berusaha keras untuk menjauhkan mereka dari menyembah patung anak sapi, maka
hati Nabi Musa ‘alaihis salam pun tenang karena ternyata saudaranya
tidak ikut serta dalam perbuatan dosa itu, maka Nabi Musa ‘alaihis salam
menghadapkan dirinya kepada Allah subhanahu wa ta’ala memintakan ampunan
untuk dirinya dan saudaranya, Beliau berdoa:
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلأخِي
وَأَدْخِلْنَا فِي رَحْمَتِكَ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
“Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami
ke dalam rahmat Engkau, dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para
penyayang.” (QS. Al-A’raf [7] : 151)
Nabi Harun ‘alaihis
salam lahir di tanah Mesir dan meninggal pada usia 123 tahun di gunung Hor
dalam tahun ke-40 perjalanan Bani Israil menuju tanah Kana’an, Palestina. (Taurat,
Kitab Bilangan [33] : 39) Nabi Harun ‘alaihis salam berusia 3 tahun
lebih tua dari Musa. (Taurat, Kitab Keluaran [7] : 7)
0 Comment for "Kisah Nabi Harun ‘Alaihis Salam"