“(Jika demikian), maka sesungguhnya
negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka
akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang sahara) itu. Maka janganlah
kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu.” (QS.
Al-Ma’idah [5] : 26)
Bani Israil merupakan umat yang
melampui batas, Umat Nabi Musa ‘alaihis salam sangat keras kepala,
kekufurannya telah mendarah daging dan telah berpengaruh yang menghunjam pada
jiwanya. Setelah Bani Israil melintasi lautan, maka mereka berjalan ke negeri
yang suci yaitu Palestina, namun di tengah perjalanan, mereka melihat
orang-orang yang menyembah berhala, lalu mereka meminta kepada Nabi Musa ‘alaihis
salam agar mengadakan buat mereka sesembahan seperti yang mereka miliki,
maka Nabi Musa ‘alaihis salam berkata:
نَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ إِنَّ
هَؤُلاءِ مُتَبَّرٌ مَا هُمْ فِيهِ وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Sesungguhnya
kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan). Sesungguhnya
mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang
seIalu mereka kerjakan.” (QS. Al A’raf [7] : 138-139)
Nabi Musa ‘alaihis salam juga
berkata:
أَغَيْرَ اللَّهِ أَبْغِيكُمْ إِلَهًا
وَهُوَ فَضَّلَكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ
“Patutkah
aku mencari Tuhan untuk kamu selain Allah, padahal Dialah yang telah melebihkan
kamu atas segala umat (pada masa itu).” (QS. Al-A’raf [7] : 140)
Bani Israil pun sangat sombong,
ketika Nabi Musa ‘alaihis salam menyeru mereka untuk menyembah Allah subhanahu
wa ta’ala, mereka justru meminta kepada Nabi Musa ‘alaihis salam
agar Allah subhanahu wa ta’ala menampakkan diri-Nya pada mereka, Allah subhanahu
wa ta’ala pun murka dan menyambarkan petir kepada mereka sehingga mereka
binasa. Dikisahkan bahwa orang-orang yang tersambar petir itu dibangkitkan
kembali oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan kemudian mereka pun
bertaubat.
“Dan
(ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak akan beriman
kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang, karena itu kamu disambar
halilintar, sedang kamu menyaksikannya. Setelah itu Kami bangkitkan kamu
sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur. (QS. Al-Baqarah [2] : 55-56)
Suatu hari Nabi Musa ‘alaihis salam
melanjutkan perjalanannya ke Palestina di bawah terik matahari yang menyengat
wajah, hingga akhirnya kaumnya mengadukan masalah itu kepada beliau, maka Allah
subhanahu wa ta’ala menundukkan untuk mereka awan yang berjalan di atas
mereka yang mengikuti perjalanan mereka
sehingga mereka tidak merasa kepanasan. Dan pada saat mereka kehausan, Allah subhanahu
wa ta’ala mewahyukan kepada Nabi Musa ‘alaihis salam agar beliau
memukulkan tongkat yang dibawanya itu ke batu, maka terpancarlah dari padanya
dua belas mata air sesuai dengan jumlah suku Bani Israil yang bersamanya
sehingga Nabi Musa ‘alaihis salam menjadikan untuk setiap suku satu mata
air.
Dan ketika mereka kelaparan, mereka
juga diberi nikmat oleh Allah subhanahu wa ta’ala, Dia berikan untuk
mereka Manna (makanan yang manis seperti madu) dan Salwa (daging burung seperti
burung puyuh), maka mereka memakannya, akan tetapi mereka cepat bosan terhadap
makanan itu sehingga mereka mendatangi Nabi Musa ‘alaihis salam
mengeluhkan makanan itu, mereka berkata:
يَا مُوسَى لَنْ نَصْبِرَ عَلَى
طَعَامٍ وَاحِدٍ فَادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُخْرِجْ لَنَا مِمَّا تُنْبِتُ الأرْضُ
مِنْ بَقْلِهَا وَقِثَّائِهَا وَفُومِهَا وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَا
“Wahai
Musa, Kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. sebab itu
mohonkanlah untuk Kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa
yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya,
kacang adasnya, dan bawang merahnya.” (QS. Al-Baqarah [2] : 61)
Maka Nabi Musa ‘alaihis salam
berkata:
أَتَسْتَبْدِلُونَ الَّذِي هُوَ
أَدْنَى بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ اهْبِطُوا مِصْرًا
“Maukah
kamu mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke
suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta.” (QS. Al-Baqarah [2] :
61)
Selanjutnya Allah subhanahu wa
ta’ala memberikan wahyu kepada Nabi Musa ‘alaihis salam, bahwa telah
tiba saatnya bagi Bani Israil untuk masuk dan menempati negeri yang diberkahi,
yaitu Palestina, maka Nabi Musa ‘alaihis salam senang sekali, akan
tetapi Bani Israil ternyata sebagai orang-orang yang pengecut dan penakut,
mereka berkata kepada Nabi Musa ‘alaihis salam:
يَا مُوسَى إِنَّ فِيهَا قَوْمًا
جَبَّارِينَ وَإِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا حَتَّى يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِنْ
يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِنَّا دَاخِلُونَ
“Wahai
Musa! Sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa,
sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar
daripadanya. Jika mereka keluar daripadanya, pasti Kami akan memasukinya.” (QS.
Al-Ma’idah [5] : 22)
Ketika itulah ada dua orang mukmin di
antara mereka, mereka adalah Nabi Yusya bin Nun ‘alaihis salam dan Kalib
bin Yuqna, mereka berkata:
ادْخُلُوا عَلَيْهِمُ الْبَابَ فَإِذَا
دَخَلْتُمُوهُ فَإِنَّكُمْ غَالِبُونَ وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ
كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Serbulah
mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka jika kamu memasukinya
niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal,
jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS. Al-Ma’idah [5] : 23)
Tetapi Bani Israil tetap menolaknya
dan berkata dengan perkataan yang sangat buruk:
يَا مُوسَى إِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا
أَبَدًا مَا دَامُوا فِيهَا فَاذْهَبْ أَنْتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلا إِنَّا هَا
هُنَا
“Wahai
Musa! Kami sekali sekali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka
ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah
kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.” (QS. Al-Ma’idah
[5] : 24)
Maka bertambahlah kemarahan Nabi Musa ‘alaihis
salam kepada kaumnya yang lupa kepada nikmat Allah subhanahu wa ta’ala.
Ketika itulah Nabi Musa ‘alaihis salam berdoa kepada Allah subhanahu
wa ta’ala agar menjauhkan dirinya dengan kaumnya yang fasik itu, Beliau berdoa:
رَبِّ إِنِّي لا أَمْلِكُ إِلا نَفْسِي
وَأَخِي فَافْرُقْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ
“Ya
Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu
pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu.” (QS. Al-Ma’idah [5]
: 25)
Kemudian datanglah jawaban dari Allah subhanahu
wa ta’ala yang isinya:
فَإِنَّهَا مُحَرَّمَةٌ عَلَيْهِمْ
أَرْبَعِينَ سَنَةً يَتِيهُونَ فِي الأرْضِ فَلا تَأْسَ عَلَى الْقَوْمِ
الْفَاسِقِينَ
“(Jika
demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat
puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi
(padang sahara) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib)
orang-orang yang fasik itu.” (QS. Al-Ma’idah [5] : 26)
Demikianlah hukuman Allah subhanahu
wa ta’ala kepada Bani Israil, mereka tersesat terus selama empat puluh
tahun di padang sahara, hingga generasi yang penakut ini meninggal dan
digantikan oleh generasi yang pemberani yang kemudian mereka mau berperang di
bawah pimpinan Nabi Yusya’ bin Nun ‘alaihis salam setelah Nabi Musa ‘alaihis
salam wafat.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang wafatnya Nabi Musa ‘alaihis
salam sebagai berikut:
جَاءَ مَلَكُ الْمَوْتِ إِلَى مُوسَى
عَلَيْهِ السَّلَامُ. فَقَالَ لَهُ: أَجِبْ رَبَّكَ قَالَ فَلَطَمَ مُوسَى
عَلَيْهِ السَّلَامُ عَيْنَ مَلَكِ الْمَوْتِ فَفَقَأَهَا، قَالَ فَرَجَعَ
الْمَلَكُ إِلَى اللهِ تَعَالَى فَقَالَ: إِنَّكَ أَرْسَلْتَنِي إِلَى عَبْدٍ لَكَ
لَا يُرِيدُ الْمَوْتَ، وَقَدْ فَقَأَ عَيْنِي، قَالَ فَرَدَّ اللهُ إِلَيْهِ
عَيْنَهُ وَقَالَ: ارْجِعْ إِلَى عَبْدِي فَقُلْ: الْحَيَاةَ تُرِيدُ؟ فَإِنْ
كُنْتَ تُرِيدُ الْحَيَاةَ فَضَعْ يَدَكَ عَلَى مَتْنِ ثَوْرٍ، فَمَا تَوَارَتْ
يَدُكَ مِنْ شَعْرَةٍ، فَإِنَّكَ تَعِيشُ بِهَا سَنَةً، قَالَ: ثُمَّ مَهْ؟ قَالَ:
ثُمَّ تَمُوتُ، قَالَ: فَالْآنَ مِنْ قَرِيبٍ، رَبِّ أَمِتْنِي مِنَ الْأَرْضِ
الْمُقَدَّسَةِ، رَمْيَةً بِحَجَرٍ، قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: وَاللهِ لَوْ أَنِّي عِنْدَهُ لَأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ إِلَى جَانِبِ
الطَّرِيقِ، عِنْدَ الْكَثِيبِ الْأَحْمَرِ
“Malaikat
maut datang kepada Nabi Musa ‘alaihis salam, lalu malaikat itu berkata
kepadanya, “Penuhilah Tuhanmu.” Maka Nabi Musa segera memukul mata malaikat
maut dan mencoloknya, kemudian malaikat itu kembali kepada Allah Ta’ala dan
berkata, “Engkau mengirimku kepada seorang hamba yang tidak mau mati.” Dan ia
telah mencolok mataku, lalu Allah mengembalikan matanya dan berfirman,
“Kembalilah kepada hamba-Ku dan katakan, “Apakah engkau ingin hidup?” Jika
engkau ingin hidup, maka letakkanlah tanganmu di atas punggung sapi, maka
hidupmu sampai waktu sebanyak bulu yang tertutup tanganmu. Engkau masih dapat
hidup setahun.” Kemudian Musa berkata, “Selanjutnya apa?” Allah berfirman,
“Selanjutnya engkau mati.” Musa berkata, “Kalau begitu sekaranglah segera.”
Wahai Tuhanku, matikanlah aku di dekat negeri yang suci yang jaraknya sejauh
lemparan batu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah,
kalau sekiranya aku berada dekat sana, tentu aku akan memberitahukan kalian
kuburnya di pinggir jalan, di dekat bukit pasir merah.” (HR. Muslim)
Disebutkan dalam riwayat, bahwa para
malaikat yang mengurus pemakamannya dan yang menyalatkannya. Nabi Musa ‘alaihis
salam wafat pada usia 120 tahun di padang Tieh.
0 Comment for "Nabi Musa ‘Alaihis Salam dan Kedurhakaan Bani Israil"