Shalat Rawatib

“Tidaklah seorang muslim mendirikan shalat sunnah ikhlas karena Allah sebanyak dua belas rakaat selain shalat fardhu, melainkan Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di surga.” (HR. Muslim no. 728)


Shalat Rawatib adalah salah satu shalat nafilah (tambahan) yang sangat dianjurkan dan dilaksanakan mengiringi shalat fardhu. Shalat rawatib yang dilakukan sebelum shalat fardhu dinamakan shalat qabliyah, sedangkan shalat yang dilakukan setelah shalat fardhu dinamakan shalat ba'diyah. Kata rawatib (رواتب) sendiri merupakan bentuk jamak dari kata ratib (راتِب) yang bermakna tsabata (ثَبَتَ), juga bermakna istaqarra (استقرَّ) yaitu tetap atau kokoh.

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah mendefinisikan shalat rawatib lebih luas lagi, beliau berkata:

السُّنَنُ التَّابِعَةُ لِغَيْرِهَا أَوِ الَّتِي تَتَوَقَّفُ عَلَى غَيْرِهَا أَوْ عَلَى مَا لَهُ وَقْتٌ مُعَيَّنٌ كَالْعِيدَيْنِ وَالضُّحَى وَالتَّرَاوِيحِ

“Shalat-shalat sunnah yang ikut pada shalat lainnya, atau bergantung pada shalat lainnya, atau pada shalat yang punya waktu tertentu, seperti shalat idul fithr, idul adha atau tarawih.” (Al-Qalyubi, jilid 2 hal. 210)

Jika dilihat dari definisi yang dijelaskan oleh Imam Asy-Syafi’i rahimahullah tersebut jelas terjadi perbedaan pendapat diantara para ulama mengenai pembatasan shalat rawatib. Sebagian mengatakan bahwa yang dimaksud dengan shalat rawatib itu hanya sebatas shalat sunnah sebelum dan sesudah shalat fardhu lima waktu, atau qabliyah dan ba’diyah. Dan sebagian lainnya membuat batasan bahwa shalat rawatib itu termasuk juga di dalamnya shalat tarawih, dhuha dan Idul Fithri dan Idul Adha.

Shalat rawatib terbagi menjadi dua bagian, yaitu sunnah muakkad dan ghairu muakkad. Al-Imam Abu Ishaq Asy-Syirazi rahimahullah berkata:

فأما الراتبة فمنها السنن الراتبة مع الفرائض وأدنى الكمال فيها عشر والأكمل أن يصلي ثماني عشرة ركعة

“Shalat sunnah rawatib yang dilakukan berurutan dengan shalat fardhu minimal ada 10 rakaat dan shalat sunnah rawatib yang paling sempurna adalah 18 rakaat. (Al-Muhadzdzab, Jilid 1 hal. 156)

            Dari perkataan Imam Abu Ishaq Asy-Syirazi rahimahullah tersebut dapat dijelaskan bahwa shalat rawatib yang sunnah muakkad berjumlah 10 raka’at dan yang ghairu muakkad berjumlah 8 raka’at sehingga jumlah shalat rawatib dalam sehari semalam berjumlah 18 raka’at. Dalil yang menjelaskan mengenai jumlah 10 raka’at dalam shalat rawatib sunnah muakkad adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata:

حَفِظْتُ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرَ رَكَعَاتٍ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ فِي بَيْتِهِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ فِي بَيْتِهِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلَاةِ الصُّبْحِ

“Aku menghafal sesuatu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berupa shalat sunnat sepuluh raka’at yaitu: dua raka’at sebelum shalat zuhur, dua raka’at sesudahnya, dua raka’at sesudah shalat maghrib di rumah beliau, dua raka’at sesudah shalat isya’ di rumah beliau, dan dua raka’at sebelum shalat subuh.” (HR. Al-Bukhari no. 937 dan Muslim no. 729)

            Redaksi hadits diatas menjelaskan bahwa 10 raka’at shaat rawatib tersebut adalah 2 raka’at sebelum zhuhur, 2 raka’at setelah zhuhur, 2 raka’at sesudah shalat maghrib, 2 raka’at sesudah shalat isya’ dan 2 raka’at sebelum shalat shubuh. Sedangkan tambahan 8 raka’at lagi berasal dari berbagai hadits diantaranya hadits dari Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يُصَلِّي لِلَّهِ كُلَّ يَوْمٍ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً تَطَوُّعًا غَيْرَ فَرِيضَةٍ إِلَّا بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ

“Tidaklah seorang muslim mendirikan shalat sunnah ikhlas karena Allah sebanyak dua belas rakaat selain shalat fardhu, melainkan Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di surga.” (HR. Muslim no. 728)

Dan dalam hadits yang diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dijelaskan mengenai rincian 12 raka’at tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ ثَابَرَ عَلَى ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً مِنْ السُّنَّةِ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ

“Barangsiapa menjaga dalam mengerjakan shalat sunnah dua belas rakaat, maka Allah akan membangunkan rumah untuknya di surga, yaitu empat rakaat sebelum zhuhur, dua rakaat setelah zhuhur, dua rakaat setelah maghrib, dua rakaat setelah isya` dan dua rakaat sebelum subuh.” (HR. At-Tirmizi no. 379 dan An-Nasai no. 1772)

Pada hadits di atas ada tambahan 2 raka’at pada shalat qabliyah zhuhur, sehingga jumlah qabliyah zhuhur adalah 4 raka’at. Hadits lain yang menjelaskan pula bahwa shalat ba’diyah zhuhur pun berjumlah 4 raka’at yang berarti ditambah 2 raka’at dari shalat rawatib yang statusnya sunnah muakkad. Mengenai hal ini adalah hadits dari Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ حَافَظَ عَلَى أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَأَرْبَعٍ بَعْدَهَا حَرُمَ عَلَى النَّارِ

“Barangsiapa yang memelihara empat raka’at sebelum zhuhur dan empat raka’at setelah zhuhur maka dia haram masuk neraka.” (HR. Abu Dawud no. 1077)

Selain itu, terdapat pula riwayat yang menjelaskan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melaksanakan shalat rawatib sebelum ashar sebanyak 4 raka’at. Dalil yang dijadikan landasan dalam hal ini adalah hadits dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

رَحِمَ اللَّهُ امْرَأً صَلَّى قَبْلَ الْعَصْرِ أَرْبَعًا

“Semoga Allah merahmati seseorang yang mengerjakan shalat (sunnah) empat raka’at sebelum Ashar.” (HR. Abu Daud no. 1271 dan At-Tirmizi no. 430)

Selain itu, shalat rawatib juga dilaksanakan setelah shalat jum’at sebanyak 2 raka’at berdasarkan hadits dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma:

أَنَّهُ كَانَ إِذَا صَلَّى الْجُمُعَةَ انْصَرَفَ فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ فِى بَيْتِهِ ثُمَّ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَصْنَعُ ذَلِكَ

“Jika Ibnu Umar melaksanakan shalat Jum’at, setelahnya ia melaksanakan shalat dua raka’at di rumahnya. Lalu ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan seperti itu.” (HR. Muslim no. 882)

Dan boleh juga dilaksanakan sebanyak 4 raka’at sebagaimana hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمُ الْجُمُعَةَ فَلْيُصَلِّ بَعْدَهَا أَرْبَعًا

“Jika salah seorang di antara kalian shalat Jum’at, maka lakukanlah shalat setelahnya empat raka’at.” (HR. Muslim no. 881)

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Hadits-hadits ini menunjukkan disunnahkannya shalat sunnah ba’diyah Jum’at dan dorongan untuk melakukannya, minimalnya adalah dua raka’at, sempurnanya adalah empat raka’at.” (Syarh Muslim, Jilid 6 hal. 169)

            Maka bisa disimpulkan bahwa pelaksanaan shalat sunnah rawatib adalah sebagaimana tabel di bawah ini:

Shalat
Qabliyah
Ba'diyah
Maghrib
-
2
Isya'
-
2
Shubuh
2
-
Dzuhur
2 atau 4
2 atau 4
Jum'at
-
2 dan 4
Ashar
4
-

            Lalu sebagian dari masyarakat pun ada yang sering melaksanakan shalat 2 raka’at sebelum shalat maghrib, 2 raka’at sebelum shalat isya’ dan 2 raka’at sebelum shalat jum’at, juga bahkan ada yang melaksanakan shalat setelah shubuh dan ashar. Adakah landasan mengenai hal ini?

            Mengenai 2 raka’at sebelum shalat maghrib dan 2 raka’at sebelum shalat isya’, maka ia tetap disunnahkan namun bukan merupakan shalat rawatib akan tetapi masuk dalam kategori shalat mutlak, hal ini berlandaskan dalil umum yang diriwayatkan oleh Ibnu Mughaffal Al-Muzani radhiyallhu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلَاةٌ قَالَهَا ثَلَاثًا قَالَ فِي الثَّالِثَةِ لِمَنْ شَاءَ

“Di antara setiap dua adzan (azan dan iqamah) itu ada shalat (sunnah).” Beliau mengulanginya hingga tiga kali. Dan pada kali yang ketiga beliau bersabda, “Bagi siapa saja yang mau mengerjakannya.” (HR. Al-Bukhari no. 588 dan Muslim no. 1384)

Adapun setelah shubuh dan ashar, maka tidak ada shalat sunnah rawatib saat itu. Bahkan terlarang untuk shalat sunnah mutlak pada waktu itu, karena kedua waktu itu termasuk dari lima waktu terlarang. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata:

شَهِدَ عِنْدِي رِجَالٌ مَرْضِيُّونَ وَأَرْضَاهُمْ عِنْدِي عُمَرُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَشْرُقَ الشَّمْسُ وَبَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغْرُبَ

“Orang-orang yang di ridhai mempersaksikan kepadaku dan di antara mereka yang paling aku ridhai adalah Umar, (mereka semua mengatakan) bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang shalat setelah Shubuh hingga matahari terbit, dan setelah Ashar sampai matahari terbenam.” (HR. Al-Bukhari no. 547 dan Muslim no. 1367)

            Sedangkan shalat rawatib sebelum Shalat Jum’at, maka tak ada dalil yang mensyari’atkannya. Hanya saja ada shalat mutlak yang dilakukan sebelum khathib naik ke mimbar yang disebut dengan shalat intizhar. Shalat intizhar ini sendiri dilakukan sebelum azan dikumandangkan sehingga tidak bisa dikategorikan shalat rawatib. Riwayat mengenai hal ini adalah hadits dari Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَتَطَهَّرَ بِمَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ ثُمَّ ادَّهَنَ أَوْ مَسَّ مِنْ طِيبٍ ثُمَّ رَاحَ فَلَمْ يُفَرِّقْ بَيْنَ اثْنَيْنِ فَصَلَّى مَا كُتِبَ لَهُ ثُمَّ إِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ أَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى

“Barangisapa yang mandi di hari Jum’at, lalu dia bersuci semampunya, kemudian memakai minyak rambut atau minyak wangi, kemudian pergi dan tidak memisahkan dua orang yang sedang duduk berdampingan, kemudian shalat sekehendaknya, kemudian apabila Imam keluar (dan naik mimbar) dia diam, maka akan diberikan ampunan untuk dia antara Jum’at itu sampai Jum’at mendatang.” (HR. Al-Bukhari no. 859)


سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

0 Comment for "Shalat Rawatib"

Rasulullah bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top