“Wahai kaumku!
Sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan
anak lembu (sembahanmu), maka bertobatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan
bunuhlah dirimu.” (QS. Al-Baqarah [2] : 54)
Nabi Musa ‘alaihis salam
memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala untuk memberikannya petunjuk.
Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan dirinya pergi menuju
bukit Sinai selama 30 hari yang kemudian disempurnakan oleh Allah subhanahu
wa ta’ala menjadi 40 hari. Maka pergilah ia ke bukit Sinai untuk menerima
Taurat. Maka Nabi Musa ‘alaihis salam mengangkat Nabi Harun ‘alaihis
salam sebagai penggantinya, menasihatinya dan mengingatkannya kepada Allah subhanahu
wa ta’ala serta memperingatkannya agar tidak menjadi orang-orang yang
berusaha mengadakan kerusakan di bumi.
Nabi Musa ‘alaihis salam pun
pergi ke bukit yang beliau pernah mendapat wahyu pertama kali ketika beliau
pulang dari Madyan ke Mesir dan ketikan itulah diturunkan kepada Nabi Musa ‘alaihis
salam kitab Taurat. Dan ketika Nabi Musa ‘alaihis salam menyaksikan
bahwa Allah subhanahu wa ta’ala telah memuliakannya serta diberi
kelebihan, maka ia meminta kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar diberi
kesempatan untuk melihat-Nya karena mengira bahwa Allah subhanahu wa ta’ala
dapat dilihat di dunia, maka Allah subhanahu wa ta’ala menolak
permintaan itu dan menerangkan bahwa Nabi Musa ‘alaihis salam tidak akan
sanggup melihat Allah subhanahu wa ta’ala.
وَلَمَّا
جَاءَ مُوسَى لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ
إِلَيْكَ قَالَ لَنْ تَرَانِي وَلَكِنِ انْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ
مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ
دَكًّا وَخَرَّ مُوسَى صَعِقًا فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ
إِلَيْكَ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan ketika Musa datang untuk (munajat
dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman
(langsung) kepadanya, berkatalah Musa, “Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri Engkau)
kepadaku agar aku dapat melihat Engkau.” Allah berfirman, “Kamu sekali-kali
tidak sanggup melihat-Ku, tetapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di
tempatnya (seperti semula) niscaya kamu dapat melihat-Ku.” Ketika Tuhannya
menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan
Musa pun jatuh pingsan. maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata, “Mahasuci
Engkau, aku bertobat kepada Engkau dan aku orang yang pertama beriman.”(QS. Al-A’raf
[7] : 143)
Kemudian Nabi Musa ‘alaihis salam
mengambil lauh-lauh yang berisi Taurat, di dalam kitab itu terdapat nasihat dan
hukum-hukum untuk mengatur kehidupan Bani Israil. Taurat berisi 10 perintah
Allah subhanahu wa ta’ala (Ten Commandments) kepada Bani Israil. 10
perintah itu adalah: 1) Perintah untuk menyembah Allah subhanahu wa ta’ala
dan tidak menyekutukan-Nya, 2) Larangan untuk bersumpah bohong atas nama Allah subhanahu
wa ta’ala, 3) Menjaga kehormatan pada hari sabtu dan menjadikannya hari
ibadah, 4) Perintah untuk menghormati ayah dan ibu 5) Menyadari bahwa Allah subhanahu
wa ta’ala yang dapat memberi dan membagi, 6) Janganlah membunuh, 7)
Janganlah berzina, 8) Janganlah mencuri, 9) Janganlah memberikan kesaksian
palsu, 10) Janganlah merasa tertipu atau trerpikat kepada rumah temanmu,
istrinya, budaknya atau sapinya atau keledainya.
Sepeninggal Nabi Musa ‘alaihis
salam, ternyata Bani Israil telah disimpangkan oleh seorang yang bernama
Samiri. Samiri adalah seorang penduduk Bajarma dan dia berasal daripada kaum
yang menyembah berhala. Dalam dirinya telah tertanam kecintaan kepada
penyembahan terhadap patung dan berhala sapi. Samiri menampakkan dirinya adalah
pengikut Nabi Musa ‘alaihis salam di hadapan Bani Israil namun hatinya
bergelojak dengan kepercayaan nenek-moyangnya. Nama asli dari Samiri adalah Musa
bin Zafar.
Diriwayatkan bahwa Samiri memerintahkan
Bani Israil untuk membawa perhiasan emas milik orang-orang Mesir, lalu Samiri
menganjurkan agar perhiasan itu dilemparkan ke dalam api yang telah
dinyalakannya dalam suatu lubang untuk dijadikan patung berbentuk anak lembu.
Kemudian mereka melemparkannya dan diikuti pula oleh Samiri. Akhirnya Samiri
berhasil membuat berhala anak sapi betina terbuat dari emas.
Setelah berhala itu jadi, dikatakannya
bahwa berhala itu adalah tuhannya Bani Israil dan tuhannya Nabi Musa ‘alaihis
salam. Samiri meletakkan bekas jejak kuda Malaikat Jibril ‘alaihis salam
yang memimpin Nabi Musa ‘alaihis salam dan Bani Israil melewati Laut
Merah, sehingga bisa mengeluarkan suara jika tertiup angin.
Ia memiliki ilmu sihir, sebuah ilmu yang
ia dipelajari sewaktu berada di Mesir. Belum hilang pula kepercayaannya
terhadap kekuatan dewa yang ia yakini, yaitu agama paganisme, Samiri harus
mempercayai ke-Esaan Tuhannya Nabi Musa ‘alaihis salam. Sekte pagan yang
memengaruhi Samiri adalah ajaran yang terdapat di Mesir Kuno. Sebuah bukti
penting yang mendukung kesimpulan ini adalah bahwa anak sapi emas yang disembah
bani Israil saat Nabi Musa ‘alaihis salam berada di Gunung Sinai,
sebenarnya adalah tiruan dari berhala Mesir, yaitu Hathor dan Aphis.
Melihat kemungkaran Bani Isral, Nabi
Harun ‘alaihis salam yang diamanati untuk menjaga Bani Israil oleh Nabi
Musa ‘alaihis salam menasihati dan mengingatkan mereka, tetapi mereka
tetap saja di atas kebodohan itu, tidak sadar dan tidak memperhatikan nasihat Nabi
Harun ‘alaihis salam, bahkan mereka menyanggahnya dan hampir saja
membunuhnya. Mereka juga memberitahukan, bahwa mereka tidak akan meninggalkan
penyembahan kepada patung itu sampai Nabi Musa ‘alaihis salam kembali.
Ketika Nabi Musa ‘alaihis salam
kembali, ia mendapati kaumnya dalam keadaan seperti itu, ia pun marah dengan
marah yang besar karena kecewa bercampur sedih, hingga ia pun melempar
lauh-lauh (lembaran) yang berisi Taurat itu dari tangannya, lalu ia mendatangi
Nabi Harun ‘alaihis salam, memegang kepala dan janggutnya sambil
menariknya dan berkata:
يَا
هَارُونُ مَا مَنَعَكَ إِذْ رَأَيْتَهُمْ ضَلُّوا أَلَّا تَتَّبِعَنِ أَفَعَصَيْتَ
أَمْرِي
“Wahai Harun! Apa yang menghalangi
kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat, (sehingga) kamu tidak mengikuti
Aku? Maka Apakah kamu telah (sengaja) mendurhakai perintahku?” (QS. Thaha [20] :
92-93)
Nabi Harun ‘alaihis salam pun
menjawab:
يَا
ابْنَ أُمَّ لَا تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي وَلَا بِرَأْسِي إِنِّي خَشِيتُ أَنْ تَقُولَ
فَرَّقْتَ بَيْنَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَمْ تَرْقُبْ قَوْلِي
“Wahai putera ibuku! Janganlah kamu
pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku, “Sesungguhnya aku khawatir bahwa
kamu akan berkata (kepadaku), “Kamu telah memecah antara Bani Israil dan kamu
tidak memelihara amanatku.” (QS. Thaha [20] : 94)
Beliau juga memberitahukan Nabi Musa ‘alaihis
salam bahwa kaumnya hampir saja membunuhnya, maka Nabi Musa ‘alaihis
salam pun meninggalkannya dan pergi mendatangi Samiri, orang yang membuat
patung tersebut dan bertanya tentang alasannya, lalu Samiri memberitahukan
alasannya, kemudian Nabi Musa ‘alaihis salam membakar patung itu hingga
habis dan membuang ampasnya ke laut.
Kemudian Nabi Musa ‘alaihis salam
berkata kepada kaumnya:
يَا
قَوْمِ إِنَّكُمْ ظَلَمْتُمْ أَنْفُسَكُمْ بِاتِّخَاذِكُمُ الْعِجْلَ فَتُوبُوا
إِلَى بَارِئِكُمْ فَاقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ عِنْدَ بَارِئِكُمْ
فَتَابَ عَلَيْكُمْ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Wahai kaumku! Sesungguhnya kamu telah
menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu),
maka bertobatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu
adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan
menerima tobatmu. Sesungguhnya Dialah yang Maha Penerima tobat lagi Maha
Penyayang.” (QS. Al-Baqarah [2] : 54)
Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala
memberitahukan kepada Nabi Musa ‘alaihis salam, bahwa Nabi Harun ‘alaihis
salam telah berlepas diri dari mereka dan ia telah berusaha keras untuk
menjauhkan mereka dari menyembah patung anak sapi, maka hati Nabi Musa ‘alaihis
salam pun tenang karena ternyata saudaranya tidak ikut serta dalam
perbuatan dosa itu, maka Nabi Musa ‘alaihis salam menghadapkan dirinya
kepada Allah subhanahu wa ta’ala memintakan ampunan untuk dirinya dan
saudaranya, Beliau berdoa:
رَبِّ
اغْفِرْ لِي وَلأخِي وَأَدْخِلْنَا فِي رَحْمَتِكَ وَأَنْتَ أَرْحَمُ
الرَّاحِمِينَ
“Ya Tuhanku, ampunilah aku dan
saudaraku dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau, dan Engkau adalah Maha
Penyayang di antara para penyayang.” (QS. Al-A’raf [7] : 151)
Kemudian Nabi Musa ‘alaihis salam
memilih tujuh puluh orang yang terbaik dari kalangan mereka untuk pergi
bersamanya ke sebuah tempat yang ditentukan Allah subhanahu wa ta’ala.
Pada saat mereka telah sampai di tempat tersebut, mereka malah meminta untuk
melihat Allah subhanahu wa ta’ala secara nyata, maka Nabi Musa ‘alaihis
salam marah kepada mereka dengan keras, dan Allah subhanahu wa ta’ala
menurunkan halilintar yang membinasakan mereka hingga ruh-ruh mereka melayang.
Lalu Nabi Musa ‘alaihis salam berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala
dan merendahkan diri kepada-Nya meminta agar Dia memberikan rahmat kepada
mereka itu. Maka Allah subhanahu wa ta’ala mengabulkan permohonan Nabi
Musa ‘alaihis salam dan Dia menghidupkan mereka yang mati karena
tersambar halilintar agar mereka bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala
karena telah menghidupkan mereka setelah matinya.
Kemudian Nabi Musa ‘alaihis salam
membawa mereka kembali kepada kaumnya dan membacakan kitab Taurat kepada mereka
serta menerangkan nasihat dan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Beliau
juga mengambil perjanjian dari mereka untuk mau mengamalkan isinya, mereka pun
mau berjanji dengan terpaksa setelah Allah subhanahu wa ta’ala mengangkat
gunung di atas mereka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَإِذْ
أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّورَ خُذُوا مَا آتَيْنَاكُمْ
بِقُوَّةٍ وَاسْمَعُوا قَالُوا سَمِعْنَا
وَعَصَيْنَا وَأُشْرِبُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْعِجْلَ بِكُفْرِهِمْ قُلْ
بِئْسَمَا يَأْمُرُكُمْ بِهِ إِيمَانُكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil
janji dari kamu dan Kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya Kami
berfirman), “Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan
dengarkanlah!” Mereka menjawab, “Kami mendengar tetapi tidak mentaati.” Dan
telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi
karena kekafirannya. Katakanlah, “Sangat jahat perbuatan yang telah
diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurat).” (QS.
Al-Baqarah [2] : 93)
Dalam riwayat lain, Nabi Musa ‘alaihis
salam menghancurkan berhala tersebut kemudian abunya dibuang ke laut,
kemudian Nabi Musa ‘alaihis salam memerintahkan untuk memimum air laut
itu, orang-orang yang menyembahnya memiliki tanda, yaitu berubahnya kulit wajah
mereka menjadi warna kuning emas setelah mereka minum air laut itu. Kemudian
para penyembah berhala diperintahkan untuk saling membunuh, seorang membunuh
bapaknya dan saudaranya tanpa peduli, hingga yang terbunuh berjumlah tujuh
puluh ribu. Lalu Allah subhanahu wa ta’ala mewahyukan kepada Nabi Musa ‘alaihis
salam untuk memerintahkan mereka berhenti, kemudian Allah subhanahu wa
ta’ala pun telah mengampuni yang terbunuh dan memaafkan yang hidup.
Perbuatan Samiri membuat patung anak
lembu dan menyembahnya itu dianggap sebagai salah suatu cobaan Allah subhanahu
wa ta’ala untuk menguji Bani Israil, yang kuat imannya dan yang masih
ragu-ragu. Orang-orang yang lemah imannya itulah yang mengikuti Samiri dan
menyembah patung anak lembu itu, akan tetapi orang-orang yang kuat imannya
tetap dalam jalur keimanannya.
Sementara itu, Samiri meninggalkan
rombongan karena telah di usir oleh Nabi Musa ‘alaihis salam. Ia kembali
hidup menyendiri. Seperti yang dikatakan Nabi Musa ‘alaihis salam,
Samiri akan mendapatkan azab dunia dan akhirat.
Neraka jelas hukuman Samiri di
akhirat. Adapun di dunia, Samiri menderita penyakit aneh. Kulitnya tak dapat
disentuh oleh siapa pun. Jika seseorang menyentuh kulitnya, Samiri merasakan
panas membakar kulitnya. Akibatnya, seumur hidup, dia selalu berkata kepada
orang lain, "Jangan sentuh saya!" Itulah hukuman bagi Samiri sang
pelaku kesyirikan.
0 Comment for "Samiri dan Patung Anak Sapi"