Kisah Nabi Khidr ‘Alaihis Salam dan Nabi Musa 'Alaihis Salam

“Tahukah guru bahwa ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak lain yang membuat aku lupa untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu kembali masuk kedalam laut itu dengan cara yang amat aneh.” (QS. Al-Kahfi [18] : 63)

Nabi Khidir ‘alaihis salam adalah seorang nabi misterius yang dituturkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam Al-Qur'an dalam Surah Al-Kahfi ayat 65-82. Selain kisah tentang Nabi Khidir ‘alaihis salam yang mengajarkan tentang ilmu dan kebijaksanaan kepada Nabi Musa ‘alaihis salam. Asal usul dan kisah lainnya tentang Nabi Khidir ‘alaihis salam tidak banyak disebutkan. Diriwayatkan bahwa Nabi Khidir ‘alaihis salam adalah sepupu Raja Dzul Qarnain dari pihak ibu. Menurut Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, Nabi Khidr ‘alaihis salam adalah seorang anak cucu Nabi Adam ‘alaihis salam yang taat beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan ditangguhkan ajalnya. (Al-Ifrad li Ad-Daruquthni wa Ibnu Asakir) Ibunya berasal dari Romawi sedangkan bapaknya keturunan bangsa Parsi. (Fathul Bari, Jilid  6 hal. 310, Al-Bidayah wa An-Nihayah, Jilid 1 hal. 326 dan Ruhuhl Ma’ani, Jilid 15 hal. 319)

Kemudian Mahmud Al-Alusi rahimahullah menambahkan bahwa ia tidak membenarkan semua pendapat mengenai riwayat asal usul Nabi Khidir ‘alaihis salam, tetapi Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan bahwa ia adalah seorang putra raja.

Kisah Nabi Musa ‘alaihis salam dan Nabi Khiir ‘alaihis salam dituturkan oleh Al-Qur'an dalam Surah Al-Kahfi ayat 65-82. Menurut Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, Ubay bin Ka'ab radhiallahu ‘anhuma menceritakan bahwa dia mendengar Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya pada suatu hari, Musa berdiri di khalayak Bani Israil lalu dia ditanya, “Siapakah orang yang paling berilmu?” Jawab Nabi Musa, “Aku” Lalu Allah menegur Nabi Musa dengan firman-Nya, “Sesungguhnya di sisi-Ku ada seorang hamba yang berada di pertemuan dua lautan dan dia lebih berilmu daripada kamu.” Lantas Musa pun bertanya, “Wahai Tuhanku, dimanakah aku dapat menemuinya?” Allah pun berfirman, “Bawalah bersama-sama kamu seekor ikan di dalam sangkar dan sekiranya ikan tersebut hilang, di situlah kamu akan bertemu dengan hamba-Ku itu.”

Sesungguhnya teguran Allah subhanahu wa ta’ala itu mencetuskan keinginan yang kuat dalam diri Nabi Musa ‘alaihis salam untuk menemui hamba yang shalih itu. Di samping itu, Nabi Musa ‘alaihis salam juga ingin sekali mempelajari ilmu dari Hamba Allah tersebut.

Nabi Musa ‘alaihis salam kemudiannya menunaikan perintah Allah subhanahu wa ta’ala itu dengan membawa ikan di dalam wadah dan berangkat bersama-sama pembantunya yang juga merupakan murid dan pembantunya, Nabi Yusya bin Nun ‘alaihis salam.

Mereka berdua akhirnya sampai di sebuah batu dan memutuskan untuk beristirahat sejenak karena telah menempuh perjalanan cukup jauh. Ikan yang mereka bawa di dalam wadah itu tiba-tiba meronta-ronta dan selanjutnya terjatuh ke dalam air. Allah subhanahu wa ta’ala membuatkan aliran air untuk memudahkan ikan sampai ke laut. Nabi Yusya` ‘alaihis salam tertegun memperhatikan kebesaran Allah subhanahu wa ta’ala menghidupkan kembali ikan yang telah mati itu.

Selepas menyaksikan peristiwa yang sungguh menakjubkan dan luar biasa itu, Nabi Yusya' ‘alaihis salam tertidur dan ketika terjaga, dia lupa untuk menceritakannya kepada Nabi Musa ‘alaihis salam. Mereka kemudiannya meneruskan lagi perjalanan siang dan malamnya dan pada keesokan paginya. Nabi Musa ‘alaihis salam berkata kepada Nabi Yusya` ‘alaihis salam:

آتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَذَا نَصَبًا

“Bawalah ke mari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” (QS. Al-Kahfi [18] : 62)

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata, “Nabi Musa ‘alaihis salam sebenarnya tidak merasa letih sehingga baginda melewati tempat yang diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala supaya menemui hamba-Nya yang lebih berilmu itu.” Nabi Yusya’ ‘alaihis salam berkata kepada Nabi Musa ‘alaihis salam:

أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهُ إِلا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا

“Tahukah guru bahwa ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak lain yang membuat aku lupa untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu kembali masuk kedalam laut itu dengan cara yang amat aneh.” (QS. Al-Kahfi [18] : 63)

Nabi Musa ‘alaihis salam segera teringat sesuatu, bahwa mereka sebenarnya sudah menemukan tempat pertemuan dengan hamba Allah subhanahu wa ta’ala yang sedang dicarinya tersebut. Kini, kedua-dua mereka berbalik arah untuk kembali ke tempat tersebut yaitu di batu yang menjadi tempat persinggahan mereka sebelumnya, tempat bertemunya dua buah lautan. Nabi Musa ‘alaihis salam berkata:

ذَلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ

“Itulah tempat yang kita cari.” (QS. Al-Kahfi [18] : 64)

Terdapat banyak pendapat tentang tempat pertemuan Nabi Musa ‘alaihis salam dengan Nabi Khidir ‘alaihis salam. Ada yang mengatakan bahwa tempat tersebut adalah pertemuan Laut Romawi dengan Persia yaitu tempat bertemunya Laut Merah dengan Samudra Hindia. Pendapat yang lain mengatakan bahwa lautan tersebut terletak di tempat pertemuan antara Laut Roma dengan Lautan Atlantik. Di samping itu, ada juga yang mengatakan bahwa lautan tersebut terletak di sebuah tempat yang bernama Ras Muhammad yaitu antara Teluk Suez dengan Teluk Aqabah di Laut Merah.

Setibanya mereka di tempat yang dituju, mereka melihat seorang hamba Allah subhanahu wa ta’ala yang berjubah putih bersih. Nabi Musa ‘alaihis salam pun mengucapkan salam kepadanya. Nabi Khidir ‘alaihis salam menjawab salamnya dan bertanya, “Dari mana datangnya kesejahteraan di bumi yang tidak mempunyai kesejahteraan? Siapakah kamu” Jawab Nabi Musa ‘alaihis salam, “Aku adalah Musa.” Nabi Khidir ‘alaihis salam bertanya lagi, “Musa dari Bani Isra’il?” Nabi Musa ‘alaihis salam menjawab, “Ya. Aku datang menemui tuan supaya tuan dapat mengajarkan sebagian ilmu dan kebijaksanaan yang telah diajarkan kepada tuan.”

Nabi Khidir ‘alaihis salam menegaskan:

إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَى مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا

“Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup bersabar bersama-samaku. Dan bagaimana engkau dapat bersabar atas sesuatu, sedang engkau belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?” (QS. Al-Kahfi [18] : 67-68)

            Nabi Khidir ‘alaihis salam berkata: “Wahai Musa, sesungguhnya ilmu yang kumiliki ini ialah sebahagian daripada ilmu karunia dari Allah yang diajarkan kepadaku tetapi tidak diajarkan kepadamu wahai Musa. Kamu juga memiliki ilmu yang diajarkan kepadamu yang tidak kuketahuinya.”

Nabi Musa ‘alaihis salam menjawab:

سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا وَلا أَعْصِي لَكَ أَمْرًا

“In syaa Allah tuan akan mendapati diriku sebagai seorang yang sabar dan aku tidak akan menentang tuan dalam sesuatu urusan pun.” (QS. Al-Kahfi [18] : 69)

Nabi Khidir ‘alaihis salam selanjutnya mengingatkan:

فَإِنِ اتَّبَعْتَنِي فَلا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا

“Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun sehingga aku sendiri menerangkannya kepadamu.” (QS. Al-Kahfi [18] : 70)

Demikianlah seterusnya Nabi Musa ‘alaihis salam mengikuti Nabi Khidir ‘alaihis salam dan terjadilah beberapa peristiwa yang menguji diri Nabi Musa ‘alaihis salam yang telah berjanji bahawa baginda tidak akan bertanya sebab sesuatu tindakan diambil oleh Nabi Khidir ‘alaihis salam. Setiap tindakan Nabi Khidir ‘alaihis salam itu dianggap aneh dan membuat Nabi Musa ‘alaihis salam terperanjat.

Kejadian yang pertama adalah saat Nabi Khidir ‘alaihis salam menghancurkan perahu yang ditumpangi mereka bersama. Nabi Musa ‘alaihis salam tidak kuasa untuk menahan hatinya untuk bertanya kepada Nabi Khidir ‘alaihis salam. Nabi Khidir ‘alaihis salam memperingatkan janji Nabi Musa ‘alaihis salam, dan akhirnya Nabi Musa ‘alaihis salam meminta maaf karena kalancangannya mengingkari janjinya untuk tidak bertanya terhadap setiap tindakan Nabi Khidir ‘alaihis salam.

Selanjutnya setelah mereka sampai di suatu daratan, Nabi Khidir ‘alaihis salam membunuh seorang anak yang sedang bermain dengan kawan-kawannnya. Peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh Nabi Khidir ‘alaihis salam tersebut membuat Nabi Musa ‘alaihis salam tak kuasa untuk menanyakan hal tersebut kepada Nabi Khidir ‘alaihis salam. Nabi Khidir ‘alaihis salam kembali mengingatkan janji Nabi Musa ‘alaihis salam, dan dia diberi kesempatan terakhir untuk tidak bertanya-tanya terhadap segala sesuatu yang dilakukan oleh Nabi Khidir ‘alaihis salam, jika masih bertanya lagi maka Nabi Musa ‘alaihis salam harus rela untuk tidak mengikuti perjalanan bersama Nabi Khidir ‘alaihis salam.

Selanjutnya mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai disuatu wilayah perumahan. Mereka kelelahan dan hendak meminta bantuan kepada penduduk sekitar. Namun sikap penduduk sekitar tidak bersahabat dan tidak mau menerima kehadiran mereka, hal ini membuat Nabi Musa ‘alaihis salam merasa kesal terhadap penduduk itu. Setelah dikecewakan oleh penduduk, Nabi Khidir ‘alaihis salam malah menyuruh Nabi Musa ‘alaihis salam untuk bersama-samanya memperbaiki tembok suatu rumah yang rusak di daerah tersebut. Nabi Musa ‘alaihis salam tidak kuasa kembali untuk bertanya terhadap sikap Nabi Khidir ‘alaihis salam ini yang membantu memperbaiki tembok rumah setelah penduduk menzalimi mereka. Akhirnya Nabi Khidir ‘alaihis salam menegaskan pada Nabi Musa ‘alaihis salam bahwa dia tidak dapat menerima Nabi Musa ‘alaihis salam untuk menjadi muridnya dan Nabi Musa ‘alaihis salam tidak diperkenankan untuk terus melanjutkan perjalannya bersama dengan Nabi Khidir ‘alaihis salam.

Selanjutnya Nabi Khidir ‘alaihis salam menjelaskan mengapa dia melakukan hal-hal yang membuat Nabi Musa ‘alaihis salam bertanya. Kejadian pertama adalah Nabi Khidir ‘alaihis salam menghancurkan perahu yang mereka tumpangi karena perahu itu dimiliki oleh seorang yang miskin dan di daerah itu tinggallah seorang raja yang suka merampas perahu miliki rakyatnya.

Kejadian yang kedua, Nabi Khidir ‘alaihis salam menjelaskan bahwa dia membunuh seorang anak karena kedua orang tuanya adalah pasangan yang beriman dan jika anak ini menjadi dewasa dapat mendorong bapak dan ibunya menjadi orang yang sesat dan kufur. Kematian anak ini digantikan dengan anak yang shalih dan lebih mengasihi kedua bapak-ibunya hingga ke anak cucunya.

Kejadian yang ketiga atau terakhir, Nabi Khidir ‘alaihis salam menjelaskan bahwa rumah yang dinding diperbaiki itu adalah milik dua orang kakak beradik yatim yang tinggal di kota tersebut. Didalam rumah tersebut tersimpan harta benda yang ditujukan untuk mereka berdua. Ayah kedua kakak beradik ini telah meninggal dunia dan merupakan seorang yang shalih. Jika tembok rumah tersebut runtuh, maka bisa dipastikan bahwa harta yang tersimpan tersebut akan ditemukan oleh orang-orang di kota itu yang sebagian besar masih menyembah berhala, sedangkan kedua kakak beradik tersebut masih cukup kecil untuk dapat mengelola peninggalan harta ayahnya. Dipercaya tempat tersebut berada di negeri Antakya, Turki.

Akhirnya Nabi Musa ‘alaihis salam sadar hikmah dari setiap perbuatan yang telah dikerjakan Nabi Khidir ‘alaihis salam. Akhirya mengerti pula Nabi Musa ‘alaihis salam dan merasa amat bersyukur karena telah dipertemukan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dengan seorang hamba Allah yang shalih yang dapat mengajarkan kepadanya ilmu yang tidak dapat dituntut atau dipelajari yaitu ilmu ladunni. Ilmu ini diberikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Nabi Khidir ‘alaihis salam yang bertindak sebagai seorang guru banyak memberikan nasihat dan menyampaikan ilmu seperti yang diminta oleh Nabi Musa ‘alaihis salam dan Nabi Musa ‘alaihis salam menerima nasihat tersebut dengan penuh rasa gembira.

Saat mereka di dalam perahu yang ditumpangi, datanglah seekor burung lalu hinggap di ujung perahu itu. Burung itu meneguk air dengan paruhnya, lalu Nabi Khidir ‘alaihis salam berkata, “Ilmuku dan ilmumu tidak berbanding dengan ilmu Allah, Ilmu Allah tidak akan pernah berkurang seperti air laut ini karena diteguk sedikit airnya oleh burung ini.”

Sebelum berpisah, Nabi Khidir ‘alaihis salam berpesan kepada Nabi Musa ‘alaihis salam: “Jadilah kamu seorang yang tersenyum dan bukannya orang yang tertawa. Teruskanlah berdakwah dan janganlah berjalan tanpa tujuan. Janganlah pula apabila kamu melakukan kekhilafan, berputus asa dengan kekhilafan yang telah dilakukan itu. Menangislah disebabkan kekhilafan yang kamu lakukan, wahai Ibnu Imran.”

0 Comment for "Kisah Nabi Khidr ‘Alaihis Salam dan Nabi Musa 'Alaihis Salam"

Rasulullah bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top