Pernikahan Nabi Musa ‘Alaihis Salam dan Pengangkatannya Menjadi Nabi dan Rasul

“Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, agar mereka mengerti perkataanku.” (QS. Thaha [20] : 25-28)

Setelah kejadian pemukulan Nabi Musa ‘alaihis salam kepada seorang penduduk Mesir yaitu orang Qibthi yang kafir sehingga orang itu meninggal, maka khawatirlah beliau. Apalagi setelah penduduk Mesir mengetahui jika pelaku pembunuhan orang Qibthi itu adalah Nabi Musa ‘alaihis salam.

Nabi Musa ‘alaihis salam pun pergi meninggalkan Mesir, namun ia tidak mengetahui ke mana ia harus pergi, ia berharap kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar Dia mengarahkan ke tempat yang tepat, dan ia terus berjalan hingga sampai di sebuah kota bernama Madyan. Ketika tiba di kota Madyan, Nabi Musa ‘alaihis salam mendatangi sebuah pohon yang berada di dekat sumur lalu duduk di bawahnya. Ia pun mendapati dua orang wanita yang membawa kambing-kambing gembalaannya, dimana keduanya berdiri jauh dari sumur menunggu orang-orang selesai mengambil air.

Nabi Musa ‘alaihis salam mendekat kepada keduanya dan bertanya tentang sebab keduanya berdiri jauh dari keramaian orang, maka keduanya memberitahukan, bahwa keduanya tidak dapat memberi minum kambing-kambingnya melainkan  setelah orang-orang selesai memberi minum kambing-kambing mereka. Keduanya terpaksa melakukan demikian, karena orang tuanya sudah sangat tua dan tidak sanggup melakukan pekerjaan ini, maka Nabi Musa ‘alaihis salam pun maju lalu mengangkat batu besar sendiri yang biasa diangkat oleh sepuluh orang yang menutupi sumur itu, kemudian memberi minum kambing-kambing milik keduanya.

Setelah itu, Nabi Musa ‘alaihis salam kembali ke tempat semula di bawah naungan pohon untuk dapat beristirahat setelah merasakan kelelahan perjalanan jauh. Lalu ia merasakan lapar dan berdoa:

رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ

“Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.” (QS. Al-Qashasha [28] : 24)

Ketika kedua wanita itu kembali kepada orang tuanya, keduanya menceritakan kejadian yang mereka alami, sehingga orang tua itu heran dengan orang asing yang kuat dan memiliki sopan santun yang tinggi. Lalu orang tua ini menyuruh salah seorang anaknya untuk mendatanginya dan mengundangnya menemui ayahnya untuk diberikan balasan.

Lalu salah satu wanita itu mendatangi Nabi Musa ‘alaihis salam dengan rasa malu dan memberitahukan tentang undangan ayahnya, dia berkata:

إِنَّ أَبِي يَدْعُوكَ لِيَجْزِيَكَ أَجْرَ مَا سَقَيْتَ لَنَا

“Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami.” (QS. Al-Qashash [28] : 25)

Maka Nabi Musa ‘alaihis salam pun memenuhi undangan itu dan mendatangi ayah wanita itu dengan berjalan di depan, sedangkan wanita ini berjalan di belakang sambil mengisyaratkan jalannya dengan melempar batu kecil.

Ketika sampai di tempat orang tua itu, maka ia bertanya kepada Nabi Musa ‘alaihis salam tentang nama dan perihal yang terjadi pada dirinya, Nabi Musa ‘alaihis salam pun menceritakan kejadiannya, lalu orang tua itu menenangkannya dan beliau juga menjelaskan bahwa beliau adalah seorang nabi yang diutus oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk kaum Madyan, beliau adalah Nabi Syu’aib ‘alaihis salam. Beliau berkata kepada Nabi musa ‘alaihis salam:

لَا تَخَفْ نَجَوْتَ مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

“Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu.” (QS. Al-Qashash [28] : 25)

Ketika itu, salah seorang dari kedua wanita itu meminta kepada ayahnya agar mengangkat Nabi Musa ‘alaihis salam sebagai pekerja untuk membantu keduanya karena keadaanya yang kuat lagi amanah. Maka Nabi Syu’aib ‘alaihis salam mengetahui bahwa salah satu anaknya jatuh cinta kepada Nabi Musa ‘alaihis salam. Nama kedua anak Nabi Syu’aib ‘alaihis salam adalah Shafuriyya dan Layya. (Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 3 hal. 511). Mengetahui hal itu maka Nabi Syu’aib ‘alaihis salam menawarkan kepada Nabi Musa ‘alaihis salam untuk menikahi salah satu putrinya itu yaitu Shafuriyya dengan mahar mau bekerja kepadanya selama delapan tahun atau sepuluh tahun jika Nabi Musa ‘alaihis salam mau. Nabi Syu’aib ‘alaihis salam berkata:

إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَىٰ أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ

“Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.” (QS. Al-Qashash [28] : 27)

            Maka Nabi Musa ‘alaihis salam pun menyetujui tawaran tersebut, beliau berkata:

ذَلِكَ بَيْنِي وَبَيْنَكَ أَيَّمَا الأجَلَيْنِ قَضَيْتُ فَلا عُدْوَانَ عَلَيَّ وَاللَّهُ عَلَى مَا نَقُولُ وَكِيلٌ

“Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan.” (QS. Al-Qashash [28] : 28)

Maka Nabi Musa ‘alaihis salam pun akhirnya dinikahkan dengan Shafuriyya. Ia pun mulai menggembala kambing selama sepuluh tahun. Setelah itu, Nabi Musa ‘alaihis salam ingin pulang menemui keluarganya di Mesir, lalu Nabi Syu’aib ‘alaihis salam pun menyetujuinya dan memberinya bekal selama perjalanan pulangnya ke Mesir.

Maka berangkatlah Nabi Musa ‘alaihis salam menuju Mesir bersama keluarganya, sehingga ketika mereka merasakan kegelapan, mereka duduk beristirahat agar dapat melanjutkan perjalanan lagi. Ketika itu, cuaca sangat dingin sekali, maka Nabi Musa ‘alaihis salam pun mencari sesuatu untuk dapat menghangatkan badannya, ia pun melihat api dari jauh, lalu meminta keluarganya menunggu di situ agar ia dapat mengambil sesuatu untuk menghangatkan badan. Maka Nabi Musa ‘alaihis salam pun pergi mendatangi api itu dengan membawa tongkatnya.

Nabi Musa ‘alaihis salam pergi menuju api yang dilihatnya itu dan setelah sampai di sana, didapatinya api itu menyala-nyala di sebuah pohon hijau, yaitu pohon Ausaj (jenis pohon yang berduri), apinya semakin menyala, kehijaun pohon itu juga semakin bertambah, maka Nabi Musa ‘alaihis salam berdiri dalam keadaan takjub dan ketika itu pohon tersebut di kaki gunung di sebelah Barat dan berada di sebelah kanan Nabi Musa ‘alaihis salam. Saat itu Nabi Musa ‘alaihis salam berada di lembah yang bernama Thuwa, sambil menghadap kiblat, sedangkan pohon itu berada di kanannya di sebelah Barat, lalu Tuhannya memanggilnya:

يَا مُوسَى إِنِّي أَنَا رَبُّكَ فَاخْلَعْ نَعْلَيْكَ إِنَّكَ بِالْوَادِ الْمُقَدَّسِ طُوًى وَأَنَا اخْتَرْتُكَ فَاسْتَمِعْ لِمَا يُوحَى إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْرِي إِنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ أَكَادُ أُخْفِيهَا لِتُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا تَسْعَى فَلا يَصُدَّنَّكَ عَنْهَا مَنْ لا يُؤْمِنُ بِهَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَتَرْدَى

“Wahai Musa! Sesungguhnya aku Inilah Tuhanmu, maka lepaskanlah kedua sandalmu, sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci Thuwa. Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. Segungguhnya hari kiamat itu akan datang, Aku merahasiakan (waktunya) agar setiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu dipalingkan daripadanya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu menjadi binasa.” (QS. Thaha [20] : 11-16)

Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala bertanya kepadanya tentang tongkat yang dipegangnya, Maka Nabi Musa ‘alaihis salam menjawab:

هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ عَلَيْهَا وَأَهُشُّ بِهَا عَلَى غَنَمِي وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أُخْرَى

“Ini adalah tongkatku, aku bersandar kepadanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya.” (QS. Thaha [20] : 18)

Maka Allah subhanahu wa ta’ala menyuruhnya untuk melempar tongkatnya. Nabi Musa ‘alaihis salam pun melemparnya, maka tongkat itu berubah menjadi ular yang besar dan bergerak dengan cepat, lalu Nabi Musa ‘alaihis salam berpaling lari karena takut, lalu Allah subhanahu wa ta’ala menyuruhnya kembali dan tidak takut, karena  ular itu akan kembali menjadi tongkat seperti sebelumnya, kemudian Nabi Musa ‘alaihis salam mengulurkan tangannya ke ular itu untuk mengambilnya, ternyata ular itu langsung berubah menjadi tongkat.

Nabi Musa ‘alaihis salam kulitnya berwarna coklat, lalu Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kepadanya untuk memasukkan tangannya ke dalam bajunya kemudian mengeluarkannya, Nabi Musa ‘alaihis salam pun melakukannya, lalu tampaklah warna putih yang jelas. Keduanya Allah subhanahu wa ta’ala jadikan sebagai mukjizat untuk Nabi Musa ‘alaihis salam di samping mukjizat-mukjizat yang lain untuk menguatkan kerasulannya ketika berhadapan dengan Fir’aun dan para pembesarnya.

Selanjutnya, Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan Nabi Musa ‘alaihis salam pergi mendatangi Fir’aun untuk mendakwahinya, maka Nabi Musa ‘alaihis salam pun mau memenuhinya, akan tetapi sebelum ia berangkat, ia berdoa kepada Tuhannya meminta taufiq dan meminta kepada-Nya bantuan, Nabi Musa ‘alaihis salam berdoa:

رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي وَاجْعَلْ لِي وَزِيرًا مِنْ أَهْلِي هَارُونَ أَخِي اشْدُدْ بِهِ أَزْرِي وَأَشْرِكْهُ فِي أَمْرِي كَيْ نُسَبِّحَكَ كَثِيرًا وَنَذْكُرَكَ كَثِيرًا إِنَّكَ كُنْتَ بِنَا بَصِيرًا

“Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, agar mereka mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku. Teguhkanlah dengannya kekuatanku, dan jadikankanlah dia sekutu dalam urusanku, agar kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah Maha melihat (keadaan) kami.” (QS. Thaha [20] : 25-35)

Maka Allah subhanahu wa ta’ala mengabulkan permohonannya, lalu Nabi Musa ‘alaihis salam ingat bahwa ia pernah membunuh orang Mesir, ia takut kalau nanti mereka membunuhnya, beliau berkata:

رَبِّ إِنِّي قَتَلْتُ مِنْهُمْ نَفْسًا فَأَخَافُ أَنْ يَقْتُلُونِ

"Ya Tuhanku sesungguhnya aku, telah membunuh seorang manusia dari golongan mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku.” (QS. Al-Qashash [28]  : 33)

Maka Allah subhanahu wa ta’ala menenangkannya, bahwa mereka tidak akan dapat menyakitinya sehingga Nabi Musa ‘alaihis salam pun tenang. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

سَنَشُدُّ عَضُدَكَ بِأَخِيكَ وَنَجْعَلُ لَكُمَا سُلْطَانًا فَلَا يَصِلُونَ إِلَيْكُمَا بِآيَاتِنَا أَنْتُمَا وَمَنِ اتَّبَعَكُمَا الْغَالِبُونَ

“Kami akan membantumu dengan saudaramu, dan Kami berikan kepadamu berdua kekuasaan yang besar, maka mereka tidak dapat mencapaimu; (berangkatlah kamu berdua) dengan membawa mukjizat Kami, kamu berdua dan orang yang mengikuti kamulah yang akan menang.” (QS. Al-Qashash [28]  : 35)

Nabi Musa ‘alaihis salam pun melanjutkan perjalanannya ke Mesir dan memberitahukan kepada Nabi Harun ‘alaihis salam apa yang terjadi antara dirinya dengan Allah subhanahu wa ta’ala agar Nabi Harun ‘alaihis salam ikut serta menyampaikan risalah kepada Fir’aun dan kaumnya dan membantunya mengeluarkan Bani Israil dari Mesir, maka Nabi Harun ‘alaihis salam pun bergembira atas berita itu, ia pun ikut berdakwah bersama Nabi Musa ‘alaihis salam.

0 Comment for "Pernikahan Nabi Musa ‘Alaihis Salam dan Pengangkatannya Menjadi Nabi dan Rasul"

Rasulullah bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top