Seruan Nabi Nuh ‘Alaihis Salam Kepada Kaumnya

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun.” (QS. Al-‘Ankabut [29] : 14)

Nabi Nuh ‘alaihis salam adalah seorang nabi dan rasul yang diceritakan dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Nabi Nuh ‘alaihis salam diangkat menjadi nabi sekitar tahun 3650 SM. Diperkirakan ia tinggal di wilayah Selatan Irak modern. Nabi Nuh ‘alaihis salam adalah nabi ketiga sesudah Adam ‘alaihis salam dan Idris ‘alaihis salam. Ia merupakan keturunan kesembilan dari Adam ‘alaihis salam. Ayahnya adalah Lamik bin Mutawasylah bin Akhnukh (Idris) bin Yazid bin Ahalil bin Qinan bin Nasyir bin Syits bin Adam. Antara Adam dan Nuh ada rentang 10 generasi dan selama periode kurang lebih 1642 tahun. Nabi Nuh ‘alaihis salam menurut Al-Quran surat Al-‘Ankabut ayat ke-14 dan juga menurut Taurat Kitab Kejadian Pasal 9 ayat 29 hidup selama 950 tahun dan Nabi Nuh ‘alaihis salam diperkirakan hidup antara tahun 3993 SM hingga 3043 SM. Ia mempunyai istri bernama Wafilah, sedangkan beberapa sumber mengatakan istri Nuh adalah Namaha binti Tzila atau Amzurah binti Barakil dan memiliki 4 anak laki-laki, yaitu Kanʻan, Sam, Ham dan Yafits.

Menurut Al-Qur'an, ia memiliki 4 anak laki-laki yaitu Kanʻan, Sam, Ham, dan Yafits. Namun Al-Kitab hanya mencatat, ia memiliki 3 anak laki-laki yaitu Sam, Ham, dan Yafits. Taurat Kitab Kejadian mencatat, pada zamannya terjadi air bah yang menutupi seluruh bumi, hanya ia sekeluarga (istrinya, ketiga anaknya, dan ketiga menantunya) dan binatang-binatang yang ada di dalam bahtera Nuh ‘alaihis salam yang selamat dari air bah tersebut. Namun dalam Tarikh Ath-Thabari diberitakan bahwa yang beriman kepada Nabi Nuh ‘alaihis salam ada 80 orang yaitu Sam, Ham, Yafits dan istri-istrinya serta 73 orang dari keturunan Nabi Syits ‘alaihis salam. Setelah air bah reda, keluarga Nuh ‘alaihis salam kembali merepopulasi bumi. Keturunan Sam bin Nuh menjadi ras Arab, Persia dan Romawi, keturunan Ham bin Nuh menjadi ras Sudan, Afrika dan India, keturunan Yafits menjadi ras Turki. (Tarikh Ath-Thabari, Jilid 1 hal. 117)

Imam As-Suyuti rahimahullah menceritakan bahwa nama Nuh ‘alaihis salam bukan berasal dari bahasa Arab, tetapi dari bahasa Syam yang artinya “bersyukur” atau “selalu berterima kasih”. Imam Al-Hakim rahimahullah berkata dinamakan Nuh karena seringnya dia menangis, nama aslinya adalah Abdul Ghafar (Hamba dari Yang Maha Pengampun). Nuh mendapat gelar dari Allah dengan sebutan Nabi Allah dan Abdussyakur yang artinya “hamba (Allah) yang banyak bersyukur”. (QS. Al-Isra’ [17] : 3)

Dahulu ada beberapa orang shalih bernama Wad, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasyir yang dicintai oleh masyarakat. Ketika mereka wafat, maka masyarakat merasa sedih karena kehilangan mereka, saat itulah setan memanfaatkan kesedihan itu dengan membisikkan mereka agar membuatkan patung-patung dengan nama-nama mereka untuk mengenang mereka. Akhirnya, masyarakat pun melakukannya.

Waktu pun berlalu, namun patung-patung itu belum disembah sampai mereka yang membuat patung-patung itu meninggal dan datanglah anak cucu mereka yang kemudian disesatkan oleh setan. Setan menjadikan mereka menganggap bahwa patung-patung itu adalah sesembahan mereka.

Mereka pun menyembah patung-patung itu dan mulai saat itu tersebarlah kesyirikkan di tengah-tengah mereka, maka Allah subhanahu wa ta’ala mengangkat seorang laki-laki di kalangan mereka sebagai nabi dan Rasul-Nya, yaitu Nuh ‘alaihis salam. Allah subhanahu wa ta’ala memilihnya di antara sekian makhluk-Nya, Dia mewahyukan kepadanya agar mengajak kaumnya menyembah kepada Allah subhanahu wa ta’ala saja dan meninggalkan sesembahan-sesembahan selain-Nya. Mulailah Nabi Nuh ‘alaihis salam berdakwah, ia berkata kepada mereka:

يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ

“Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan yang berhak disembah bagimu selain Dia. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat).” (QS. Al-A’raf [7] : 59)

Maka di antara kaumnya ada yang mengikuti ajakannya, mereka terdiri dari kaum fakir dan dhu’afa (lemah). Adapun orang-orang kaya dan kuat, maka mereka menolak dakwahnya, sebagaimana istrinya dan salah satu anaknya juga menolak dakwahnya. Mereka yang menolak dakwahnya menentangnya dan berkata kepadanya :

مَا نَرَاكَ إِلَّا بَشَرًا مِثْلَنَا وَمَا نَرَاكَ اتَّبَعَكَ إِلَّا الَّذِينَ هُمْ أَرَاذِلُنَا بَادِيَ الرَّأْيِ وَمَا نَرَىٰ لَكُمْ عَلَيْنَا مِنْ فَضْلٍ بَلْ نَظُنُّكُمْ كَاذِبِينَ

“Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara Kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta.” (QS. Hud [11] : 27)

Nabi Nuh ‘alaihis salam tidak berputusa asa terhadap sikap kaumnya yang menolak dakwahnya, ia terus mengajak mereka di malam dan siang hari, menasihati mereka secara rahasia dan terang-terangan, menjelaskan kepada mereka dengan lembut hakikat dakwah yang dibawanya, tetapi mereka tetap saja kafir kepadanya, tetap saja sombong dan melampaui batas, dan terus membantah Nabi Nuh ‘alaihis salam dan keadaan itu berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Mereka juga menyakitinya, menghinanya, dan memerangi dakwahnya.

Pernah suatu ketika, sebagian orang-orang kaya mendatangi Nabi Nuh ‘alaihis salam dan meminta kepadanya untuk mengusir orang-orang fakir yang beriman kepadanya agar orang-orang kaya ridha dan mau duduk bersamanya sehingga bisa beriman kepadanya, namun Nabi Nuh ‘alaihis salam menjawab :

يَا قَوْمِ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مَالا إِنْ أَجْرِيَ إِلا عَلَى اللَّهِ وَمَا أَنَا بِطَارِدِ الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّهُمْ مُلاقُو رَبِّهِمْ وَلَكِنِّي أَرَاكُمْ قَوْمًا تَجْهَلُونَ وَيَا قَوْمِ مَنْ يَنْصُرُنِي مِنَ اللَّهِ إِنْ طَرَدْتُهُمْ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ

“Wahai kaumku! Aku tidak meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya mereka akan bertemu dengan Tuhannya, akan tetapi aku memandangmu sebagai suatu kaum yang tidak mengetahui. Dan (Nuh berkata), “Wahai kaumku! Siapakah yang akan menolongku dari (azab) Allah jika aku mengusir mereka. Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran?” (QS. Hud [11] : 29-30)

Maka kaumnya pun marah dan menuduhnya telah sesat, dan mereka berkata:

إِنَّا لَنَرَاكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

 “Sesungguhnya kami melihatmu berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-A’raf [7] : 60)

Nabi Nuh ‘alaihis salam balik menjawab:

يَا قَوْمِ لَيْسَ بِي ضَلَالَةٌ وَلَٰكِنِّي رَسُولٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ أُبَلِّغُكُمْ رِسَالَاتِ رَبِّي وَأَنْصَحُ لَكُمْ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

“Wahai kaumku! Tidak ada padaku kesesatan sedikit pun tetapi aku adalah utusan dari Tuhan semesta alam. Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku, aku memberi nasehat kepadamu,  dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-A’raf [7] : 61-62)

Nabi Nuh ‘alaihis salam tetap bersabar mendakwahi kaumnya, hari demi hari dilaluinya, bulan demi bulan dilaluinya dan tahun demi tahun dilaluinya, tetapi yang mau mengikuti seruannya hanya beberapa orang saja. Bahkan ketika Nuh ‘alaihis salam mendatangi sebagian mereka, mengajak mereka agar menyembah Allah subhanahu wa ta’ala dan beriman kepada-Nya, mereka taruh anak jarinya ke telinga mereka agar tidak mendengar kata-kata Beliau, dan ketika Beliau pergi kepada yang lain sambil menyebutkan kepada mereka nikmat-nikmat Allah subhanahu wa ta’ala yang diberikan kepada mereka serta menceritakan tentang penghisaban pada hari Kiamat, mereka taruh baju mereka di wajah mereka agar tidak melihat Beliau, dan hal ini berlangsung terus hingga akhirnya orang-orang kafir berkata kepada Nabi Nuh ‘alaihis salam:

يَا نُوحُ قَدْ جَادَلْتَنَا فَأَكْثَرْتَ جِدَالَنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ

“Wahai Nuh! Sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap Kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada Kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar.” (QS. Hud [11] : 32)

Nabi Nuh ‘alaihis salam menjawab:

إِنَّمَا يَأْتِيكُمْ بِهِ اللَّهُ إِنْ شَاءَ وَمَا أَنْتُمْ بِمُعْجِزِينَ وَلَا يَنْفَعُكُمْ نُصْحِي إِنْ أَرَدْتُ أَنْ أَنْصَحَ لَكُمْ إِنْ كَانَ اللَّهُ يُرِيدُ أَنْ يُغْوِيَكُمْ هُوَ رَبُّكُمْ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

“Hanyalah Allah yang akan mendatangkan azab itu kepadamu jika Dia menghendaki, dan kamu sekali-kali tidak dapat melepaskan diri.–Dan tidaklah bermanfaat kepadamu nasihatku jika aku hendak memberi nasihat kepada kamu, sekiranya Allah hendak menyesatkan kamu, Dia adalah Tuhanmu, dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (QS. Hud [11] : 33-34)

Maka Nabi Nuh ‘alaihis salam pun bersedih karena kaumnya tidak mau memenuhi ajakannya, bahkan sampai meminta agar disegerakan adzab untuk mereka. Meskipun begitu, Nabi Nuh ‘alaihis salam tidak berputus asa, dia tetap berharap kiranya ada di antara mereka yang mau beriman. Hari demi hari berganti, bulan demi bulan berganti dan tahun pun berganti dengan tahun berikutnya, tetapi ajakan Beliau tidak membawa hasil, Beliau berdakwah kepada kaumnya dalam waktu yang cukup lama, yaitu 950 tahun sebagaimana yang difirmankan Allah subhanahu wa ta’ala :

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوْمِهِ فَلَبِثَ فِيهِمْ أَلْفَ سَنَةٍ إِلَّا خَمْسِينَ عَامًا فَأَخَذَهُمُ الطُّوفَانُ وَهُمْ ظَالِمُونَ

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun.” (QS. Al-‘Ankabut [29] : 14)

Namun sedikit sekali yang mau beriman kepadanya. Hingga akhirnya, Beliau mengadu kepada Allah subhanahu wa ta’ala seperti yang disebutkan dalam surah Nuh :

قَالَ رَبِّ إِنِّي دَعَوْتُ قَوْمِي لَيْلًا وَنَهَارًا فَلَمْ يَزِدْهُمْ دُعَائِي إِلَّا فِرَارًا وَإِنِّي كُلَّمَا دَعَوْتُهُمْ لِتَغْفِرَ لَهُمْ جَعَلُوا أَصَابِعَهُمْ فِي آذَانِهِمْ وَاسْتَغْشَوْا ثِيَابَهُمْ وَأَصَرُّوا وَاسْتَكْبَرُوا اسْتِكْبَارًا ثُمَّ إِنِّي دَعَوْتُهُمْ جِهَارًا ثُمَّ إِنِّي أَعْلَنْتُ لَهُمْ وَأَسْرَرْتُ لَهُمْ إِسْرَارًا فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا

“Nuh berkata: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang, Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari. Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupi bajunya  dan mereka tetap (di atas sikapnya) dan menyombongkan diri dengan sangat. Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka dengan cara terang-terangan, Kemudian sesungguhnya aku seru mereka dengan terang-terangan dan dengan diam-diam, Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh [71] : 5-12)
           
Ditengah ujian dakwah yang sangat berat, Nabi Nuh ‘alaihis salam akhirnya memanjatkan do’a kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar Allah subhanahu wa ta’ala menampakan tanda kekuasaan-Nya kepada kaumnya yang kafir.  Nabi Nuh ‘alaihis salam berdoa:

رَبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّارًا إِنَّكَ إِنْ تَذَرْهُمْ يُضِلُّوا عِبَادَكَ وَلَا يَلِدُوا إِلَّا فَاجِرًا كَفَّارًا رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَلَا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلَّا تَبَارًا

“Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir. Ya Tuhanku, ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan.” (QS. Nuh [71] : 26-27)

Maka Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kepada Nabi Nuh ‘alaihis salam untuk membuat bahtera dan mengajarkan kepadanya bagaimana membuatnya dengan baik. Mulailah Nabi Nuh ‘alaihis salam membuat bahtera dengan dibantu orang-orang yang beriman kepadanya. Setiap kali orang-orang kafir melewati Nabi Nuh ‘alaihis salam dan pengikutnya, mereka menghina dan mengejeknya karena melihat beliau membuat bahtera besar di gurun yang tidak ada sungai dan laut. Penghinaan mereka bertambah, ketika mereka tahu bahwa maksud Nabi Nuh ‘alaihis salam membuatnya adalah untuk menyelamatkan dirinya dan pengikutnya dari adzab yang akan Allah subhanahu wa ta’ala timpakan kepada mereka.

Akhirnya, pembuatan bahtera pun selesai, Nabi Nuh ‘alaihis salam mengetahui bahwa banjir besar akan tiba, maka ia meminta kepada setiap mu’min dan mu’minah untuk menaiki bahtera tersebut, ia juga mengangkut setiap hewan, burung, dan hewan lainnya sepasang. Diriwayatkan bahwa yang beriman kepada Nabi Nuh ‘alaihis salam dan menaiki bahtera ada 80 orang yaitu Sam, Ham, Yafits dan istri-istrinya serta 73 orang dari keturunan Nabi Syits ‘alaihis salam. (Tarikh Ath-Thabari, Jilid 1 hal. 117)

0 Comment for "Seruan Nabi Nuh ‘Alaihis Salam Kepada Kaumnya"

Rasulullah bersabda: “al-Quran akan datang pada hari kiamat seperti orang yang wajahnya cerah. Lalu bertanya kepada penghafalnya, “Kamu kenal saya? Sayalah membuat kamu bergadangan tidak tidur di malam hari, yang membuat kamu kehausan di siang harimu.” Kemudian diletakkan mahkota kehormatan di kepalanya dan kedua orangtuanya diberi pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia seisinya. Lalu orang tuanya menanyakan, “Ya Allah, dari mana kami bisa diberi pakaian seperti ini?” kemudian dijawab, “Karena anakmu belajar al-Qur’an.” (HR. ath-Thabrani)

Back To Top